Perlu Payung Hukum untuk Tutupi Defisit Pertamina

(KOMPAS, 1 Agustus 2015)

JAKARTA, Pemerintah perlu menyiapkan payung hukum untuk menutup defisit yang dialami PT Pertamina (Persero) akibat menjual bahan bakar minyak di bawah harga keekonomian. Sumber dana untuk menutup defisit sebaiknya dialokasikan dalam struktur APBN. Tujuannya adalah semata-mata untuk transparansi dan akuntabilitas.

Pengamat energi dari Universitas Trisakti Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, sejak penetapan harga bahan bakar minyak (BBM) berdasarkan fluktuasi harga minyak mentah dan kurs rupiah, pemerintah sebaiknya menyiapkan ruang fiskal untuk mengantisipasi terjadinya defisit. Saat ini, defisit akibat BBM dijual di bawah harga keekonomian ditanggung Pertamina yang menyebut merugi sampai Rp 12 triliun pada semester I 2015.

“Kalau kebijakan harga BBM tegas, yaitu disubsidi (saat ada defisit lantaran menjual BBM di bawah harga keekonomian), akan ada alokasi anggarannya dengan payung hukum APBN. Apabila alokasi untuk menutup defisit tidak memiliki payung hukum, akan bermasalah dalam hal transparansi dan akuntabilitas,” kata Pri Agung, Sabtu (1/8) di Jakarta.

Saat ini, harga premium Rp 7.300 per liter di luar wilayah Jawa dan Bali, sedangkan di Jawa dan Bali Rp 7.400 per liter. Menurut perhitungan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), harga tersebut jauh di bawah harga keekonomian yang berkisar antara Rp 8.200 sampai Rp 8.500 per liter. Selisih yang timbul tersebut sementara ini ditanggung Pertamina yang jumlahnya mencapai Rp 12 triliun sampai semester pertama tahun ini.

“Hal itu lantaran pemerintah tidak konsisten untuk menerapkan kebijakan harga BBM yang disesuaikan dengan fluktuasi harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS,” tutur Pri Agung.

Sebelumnya, Menteri ESDM Sudirman Said beralasan bahwa harga BBM, terutama jenis premium, tidak dinaikkan atau disesuaikan dengan harga keekonomian adalah untuk tidak membebani perekonomian masyarakat. Selain itu, perubahan harga yang relatif cepat dikhawatirkan membingungkan masyarakat.

“Oleh karena itu, kami akan mengkaji lagi mengenai tinjauan harga BBM dengan prinsip Pertamina jangan sampai mengalami defisit dan periode penetapan harga BBM diperpanjang,” kata Sudirman.

Selama ini, periode penetapan harga BBM diputuskan setiap bulan sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran BBM. Pemerintah cenderung akan menetapkan harga BBM setiap enam bulan yang akan diputuskan pada November atau Desember mendatang.