Produksi Banyu Urip Hasilkan 74 Ribu Barel Minyak per Hari

(metrotvnews.com: Kamis 28 Juli 2016)

JAKARTA – PT Pertamina (Persero) terus berupaya menigkatkan produksi minyak tahun depan. Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu diproyeksikan memberikan kontribusi sebesar 74 ribu barel oil per day (BOPD).

Direktur Utama PT Pertamina EP Cepu (PEPC) Adriansyah mengatakan, pada tahun ini kinerja rig sudah maksimum untuk produksi Banyu Urip yakni sebesar 165 ribu BOPD. Puncak produksi tersebut tercapai pada Maret 2016.

“Jadi di Januari produksi belum selevel itu. Ini membuat produksi rata-rata tahunan 2016 sekitar 69 ribu BOPD. Kita berharap masih bisa ditingkatkan, karena itu rata-rata tahunan. Jika misalnya 2017, kita asumsikan full Januari-Desember 165 ribu BOPD, maka bagian sekitar PEPC 74 ribu BOPD,” ujar Adriansyah, dalam siaran pers yang diterimaMetrotvnews.com, Rabu (27/7.2016).

Menurut Adriansyah, langkah yang dilakukan saat ini adalah menjalankan releabilty plan sehingga puncak produksi Lapangan Banyu Urip tetap bisa dipertahankan di masa yang akan datang mengantisipasi sejumlah tantangan seperti plant shutdown untuk perawatan dalam capaian puncak produksi.

Selain Lapangan Banyu Urip, kontraktor Blok Cepu juga tengah mengembangkan Lapangan Kedung Keris. Meski produksinya tidak sebesar Banyu Urip, Kedung Keris akan menjadi andalan untuk mengkompensasi penurunan produksi alamiah (decline) Banyu Urip. Berdasarkan rencana pengembangan yang disetujui Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) produksi Lapangan Kedung Keris diproyeksikan memproduksi minyak sekitar 8 ribu barel per hari.

“Kita harapkan mulai on stream pada saat Banyu Urip decline kira-kira perhitungan PoD awal, pada 2017 akhir atau di 2018. Tapi tidak begitu besar,” kata dia.

Ke depan, lanjut dia, pengembangan yang dilakukan di Blok Cepu tidak lagi pada produksi minyak, akan tetapi juga pasa produksi gas. Pengembangan yang dilakukan seperti di Lapangan Jimbaran Tiung yang ditargetkan on stream pada 2019.

“Kami juga mengembangkan Alas Tua West dan Banyu Urip gas. Di Banyu Urip ada gas, kita injeksi balik ke bawah untuk dorong minyak,” ucap Andriansyah.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menuturkan, Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu sampai saat ini menjadi andalan bagi produksi Migas nasional. Bahkan, lokasi ini menjadi sumber besar cadangan minyak dua hingga tiga tahun ke depan.

“Karena memang cadangan terbesar ada disitu. Namun secara teknis, setelah mencapai puncak produksi memang harus turun, alamiah itu,” kata dia.

Komaidi mengatakan, untuk meningkatkan dan mempertahankan produksi, Lapangan Banyu Urip bisa dilakukan dengan beberapa cara seperti melalui enhanced oil recovery (EOR). Tak hanya itu, upaya lain juga bisa juga dilakukan melalui pengembangan di sekitar Banyu Urip.

“Tapi pengembangan sekitar perlu waktu lama, meski sudah ditemukan cadangan baru tapi kan tetap perlu persiapan, minimal dua tahun,” tandasnya.

Kontrak kerja sama Blok Cepu ditandatangani pada 17 September 2005. Pertamina EP Cepu yang merupakan cucu usaha Pertamina bersama Mobil Cepu Limited, anak usaha Exxon Mobil Corporation, memegang 45% hak partisipasi. Sisanya, 10% hak partisipasi dikuasai Badan Kerja Sama Blok Cepu (BKS). Rencana pengembangan lapangan yang diperkirakan memiliki cadangan 445 juta barel tersebut disetujui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral pada 15 Juli 2006.

Metrotvnews.com: Kamis, 28 Juli 2016

Pengamat: Archandra Tahar Diminta Bikin Terobosan di Sektor Energi Baru Terbarukan

(kompas.com; Rabu, 27 Juli 2016)

JAKARTA – Pengamat energi dari Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto berharap, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang baru, Archandra Tahar, bisa memberikan terobosan di sektor energi baru dan terbarukan.

Sebab, dibandingkan subsektor yang lain, perkembangan energibaru dan terbarukan terbilang cukup lamban. Menurut Pri, pengembangan energi baru dan terbarukan tidak bisa menggunakan cara-cara lama, baik dalam proses penyusunan, bentuk regulasi, maupun politik anggarannya.

“Butuh terobosan seperti ketika Pak JK (Jusuf Kalla) meluncurkan program LPG 3 Kg. Ini polanya harus begitu,” kata Pri saat dihubungi Kompas.com, Rabu (27/7/2016).

Pri mengatakan, skema Dana Ketahanan Energi (DKE) yang telah disusun menteri sebelumnya, Sudirman Said, sebisa mungkin segera dijalankan.

Sebab, DKE ini sangat penting untuk mendukung perkembangan energi baru terbarukan.

Payung hukum DKE berupa Peraturan Pemerintah harus segera diselesaikan.

Pri juga menilai, keseriusan Chandra dalam mendorong energi baru dan terbarukan ini akan diuji dalam meloloskan Peraturan Pemerintah (PP) DKE, dan besaran anggaran yang akan dikeluarkan tiap tahunnya dalam APBN.

“Karena kalau pengembangan energi baru dan terbarukan hanya mengandalkan anggaran yang diturunkan kementerian melalui direktoratnya, akan susah. Makanya, bagaimana kemampuan menteri baru ini menge-goal-kan anggaran untuk mendorong itu tadi, menjadi tolok ukur,” ucap Pri.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, saat ini pemanfaatan energi baru hanya mencapai 8,66 gigawatt (GW) atau satu persen dari potensinya yang mencapai 801,2 GW.

Adapun sumber energi terbarukan, antara lain, panas bumi, hidro,bioenergy, surya, angin, dan laut.

Sementara itu, sumber energi baru, antara lain, batubara tercairkan, gas metana batubara (CBM), batubara tergaskan, nuklir, dan hidrogen.

Pemanfaatan energi baru ini pun juga belum optimal. Utamanya, yang kontroversial adalah nuklir.

Kompas.com; Rabu, 27 Juli 2016

 

Terobosan Implementasi Dana Ketahanan Energi
Pri Agung Rakhmanto;A�A�A�A�A�A�A�A�
Dosen FTKE Universitas Trisakti,A� Pendiri ReforMiner Institute
Kompas:A� Selasa, 26 Juli A�2016

Tender PLTGU Jawa I Diharapkan Tepat Waktu

(beritasatu.com: Selasa, 26 Juli 2016)

JAKARTA Mundurnya jadwal submit dokumen tender proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTGU) Jawa I berkapasitas 2 x 800 megawatt (MW) dikhawatirkan membuat target pencapaian proyek listrik pemerintah sebesar 35.000 MW menjadi molor.

Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan, pengunduran jadwaltenderakan menghambat kesiapan electricity dalam program 35.000 MW. “Dampak lebih lanjut akan dirasakan masyarakat,” kata dia saat dihubungi Selasa (26/7).

Sebelumnya PLN kembali memperpanjang jadwal submit dokumen tender proyek PLTGU Jawa I dari semula 25 Juli diundur menjadi 25 Agustus 2016. Ini menjadi perubahan kedua setelah sebelumnya ditetapkan pada 10 Mei 2016. Namun penundaan ini tidak semata-mata disebabkan oleh PLN. Menurut PLN, penundaan juga disebabkan permintaan dari peserta tender.

Namun Fabby menilai, ketidakpastian jadwal tender PLTGU Jawa I justru berdampak bagi para peserta. Sebelum submit tender, mereka melakukan market sounding, analisa pasar, mencari rekanan, hingga hitungan bisnis. “Perusahaan yang ikut pasti sudah mengeluarkan sekian ratus ribu dolar dalam proses penyiapan tender,” kata dia.

Fabby mengusulkan, di awal sebelum proyek berjalan, PLN sudah membuat pedoman pelaksanaan. “Sebenarnya sudah ada tugas pokok dan fungsi tim percepatan listrik. Tugas tim ini memastikan agar implementasi sudah berjalan, kalau ada hambatan diselesaikan,” tegasnya.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menambahkan, mundurnya jadwal tender PLTGU Jawa I akan memunculkan keraguan investor, baik yang akan masuk maupun yang telah terlibat. Komaidi juga mengingatkan, kelonggran dari sisi waktu ini tidak diikuti dengan kelonggaran dari sisi persyaratan teknis.

PLTGU Jawa I akan dibangun di Muara Tawar, Kabupaten Bekasi. Pembangunannya diprediksi menghabiskan waktu 3-4 tahun, ditargetkan selesai 2019. Kebutuhan gas untuk PLTGU Jawa I kurang lebih 250 MMSCFD, rencananya pasokan gas akan diperoleh dari kilang Tangguh. Pembangkit listrik ini merupakan salah satu bagian dari program 35.000 MW. Diperkirakan pembangunan PLTGU Jawa I membutuhkan biaya investasi sebesar US$ 2 miliar atau Rp 26 triliun.

Sejumlah perusahaan mengikuti tender pembangkit ini seperti PT Medco Power Generation Indonesia, PT Adaro Energy Tbk, PT Pembangkitan Jawa Bali, PT Bukaka Teknik Utama, hingga PT Pertamina (Persero).

Beritasatu.com: Selasa, 26 Juli 2016

Government Tries Out New Benchmark Crude Price

(TheJakartaPost: Monday, July 25 2016)

The government has established a new formula to calculate the nation benchmark crude oil prices, potentially increasing state revenues from the oil and gas sector amid lower-than-expected production.

The change in the Indonesia Crude Prices (ICP), however, may be difficult to implement as business players may be reluctant to adjust their prices. Starting from this month, the government will use a new ICP calculation formula that will rely on dated Brent oil price and another benchmark, which would be decided every month by the minister depending on the countrya oil quality and the current global oil price.

It will be at the minister discretion to decide whether the other 50 percent [of the formula] will be based on Platts or RIM, or any other benchmark. It will be evaluated every month until we find the perfect formula, so that we can have one that shows the real oil price, the Energy and Mineral Resources Ministrya oil and gas director general, IGN Wiratmaja Puja, said recently.

The ICP, which is used as a basis to calculate non-taxable income in the state budget, was calculated using references from price agencies Platts and RIM. However, the price difference between the ICP and global crude prices has been significant as of late, prompting the government to brainstorm a new formula.

With the old formula, the ICP sat at an average of US$36.16 per barrel for the first half of the year, while European benchmark Brent and American West Texas Intermediate (WTI) traded at around $47 per barrel so far this year, almost $5 per barrel more than the Indonesian benchmark.

ReforMiner Institute executive director Komaidi Notonegoro said that theoretically, by relying on dated Brent in the new formula, state revenues would automatically increase. However, it might not be as easy to implement owing to the potential reluctance of industry players to make adjustments to the new ICP.

If the market does not want to adjust then there will not be an increase in state income. If the ICP becomes closer to Brent then our friends in the industry must start selling oil at higher prices, because Platts and Rim were much lower. Buyers might not be so happy with the price adjustment, he said Sunday.

Furthermore, he criticized the ministrya decision to evaluate the formula every month, as doing so did not provide sufficient time to observe the effects of the new ICP formula. Komaidi explained that oil and gas contractors might find it difficult to negotiate flexible operating contracts, as a new benchmark might result in a different price every month.

Of course, the government must continuously evaluate it. However, every month is too often, he said.

The government hopes the new formula will bring in higher income, as every $1 increase in the ICP brings in an additional Rp 660 billion ($50.3 million). Oil and gas non-taxable revenues reached Rp 18.46 trillion by the first half of the year out of the total Rp 68.69 trillion full-year target. Meanwhile, oil and gas tax income revenues are targeted at Rp 36.34 trillion.

Oil lifting has remained low despite the lowered target in this years revised state budget. In the first semester, oil production reached 817,900 barrels of oil per day (bopd), while the target in the revised state budget sits at 820,000 bopd.

The low oil price environment has discouraged oil and gas industry players from conducting exploration and exploitation activities, with only $367 million being invested for exploration in the first half of the year, out of the $5.65 billion total investment in the oil and gas sector, data from the Upstream Oil and Gas Regulatory Special Task Force (SKKMigas) shows.

TheJakartaPost: Monday, July 25 2016

Pertamina: 6 Bulan Pertama 2016 Produksi Migas Naik

(Tempo: Kamis, 21 Juli 2016)

Jakarta– Peningkatan produksi minyak dan gas PT Pertamina (Persero) selama enam bulan pertama 2016 menunjukkan komitmen perseroan untuk memenuhi kebutuhan migas dalam negeri saat harga komoditas masih rendah.

“Saya kira pencapaian tersebut

Distribusi Pembangkit Listrik Berdasarkan Wilayah Tahun 2015

listrik 10

Perkembangan Bauran Energi Indonesia 2013-2015

Screenshot 4

Swasembada Solar dan Potensi Devisa dari Pertamina

(Republika.co.id:Rabu, 13 Juli 2016)

Pertamina berhasil membukukan surplus produksi solar per Mei 2016. Dari total produksi kilang 60 ribu barel per hari, Pertamina mampu menghasilkan solar 50 ribu barel per hari. Dengan begitu, terjadi surplus produksi solar 10 ribu barel per hari.

Manajemen PLN Diminta Konsisten Dukung Program 35 ribu MW

(CNNIndonesia.com : Rabu 13 Juli 2016)

JAKARTA– Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro meminta manajemen PT PLN (Persero) konsisten mendukung pemerintah mewujudkan proyek pembangkit listrik 35 ribu Megawatt (MW) sampai 2019 nanti.

Status PLN sebagai penyelenggara lelang pembangunan pembangkit sekaligus pembeli tunggal listrik yang dihasilkan di Indonesia sangat penting untuk merealisasikan Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.

Komaidi mengaku masih memberi catatan merah terhadap kinerja PLN sebagai pelaksana proyek 35 ribu MW. Ia khawatir proyek yang diidamkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) jalan di tempat lantaran PLN seringkali berubah-ubah dalam menjalankan lelang pembangkit listrik bagian dari proyek tersebut.

Ia mencontohkan, pembatalan lelang proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa 5 yang rencananya dibangun di Serang sebesar 2 ribu MW belum lama ini, telah menjadi preseden buruk bagi keberlanjutan pelaksanaan proyek tersebut.

Tidak hanya itu, Komaidi juga mempertanyakan transparansi PLN dalam menggelar proses lelang. Misalnya, dalam kasus IPP Scatered dan IPP di Pontianak, asumsi Indonesia Crude Price (ICP) yang digunakan PLN sebagai acuan dinilai tidak realistis. Ia menyebut PLN menetapkan perubahan ICP dari US$28 per barel menjadi US$40 per barel dalam waktu dua hari saja.

“Pembatalan proses lelang yang sedang berjalan atau bahkan telah diputuskan akan memunculkan keraguan investor, baik yang akan masuk maupun yang telah terlibat,” ujar Komaidi, Rabu (13/7).

Ia meminta Sofyan Basir dan rekan-rekan direksi PLN lainnya untuk tidak bertindak hanya dalam perspektif korporasi, tetapi juga perlu bertindak sebagai kepanjangan tangan pemerintah.

“Kalau pakai pendekatan sama tidak bisa selesai. Pemerintah harus memberikan penugasan ekstra ke PLN, belum lagi jika diserahkan murni ke PLN, dari ukuran korporasi, PLN tidak akan mampu,” tegasnya.

Harga Listrik

Selain konsistensi dari sisi penyelenggaraan lelang pembangkit listrik, Komaidi juga meminta PLN untuk bisa melakukan negosiasi pembelian listrik dengan perusahaan pembangkit listrik swasta (IPP) secara lebih adil.

Pasalnya, seringkali antara IPP dan PLN tidak berhasil menemukan kesepakatan harga yang memuaskan kedua pihak sehingga lelang proyek molor dari jadwal.

PLN juga kerap mengeluarkan aturan sendiri manakala ada aturan yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM dinilai tidak pas, terutama berkaitan dengan harga listrik. Ini terjadi, lantaran PLN masih condong lebih dekat ke Kementerian BUMN yang mengutamakan profit, katanya.

Ia berharap manajemen PLN bisa melakukan perbaikan demi mengejar target 35 ribu MW sampai 2019 mendatang. Menurut Komaidi, proyek tersebut tidak dapat diselesaikan dengan cara biasa.

“Pemerintah harus intervensi PLN, tidak bisa mau menang sendiri, harus ada ada distribusi adil, jika dikerjasamakan PLN harus rela berbagi,” tegasnya