Komponen BPP Tenaga Listrik Tahun 2016

listrik 6

Perkembangan Porsi Batubara Dalam Bauran Energi Indonesia 2010-2015

Screenshot 1

Penggantian Terkendala Data

(Kompas, 23 November 2016)

Pengembangan Migas Non konvensional Tidak Menarik bagi Investor

Jakarta Pengembangan minyak dan gas bumi non konvensional untuk mengantisipasi berkurangnya cadangan migas konvensional di Indonesia masih sulit dilakukan. Investor tidak tertarik untuk masuk ke bisnis ini karena tidak tersedia data yang akurat. Padahal, potensi migas non konvensional sangat besar.

Untuk itu, diperlukan kajian lebih lanjut agar data sumber daya migas non konvensional tersebut lebih meyakinkan bagi investor. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, cadangan migas non konvensional di Indonesia terdiri dari gas metana batubara sebesar 453,3 triliun kaki kubik (TCF) dan shale gas sebesar 575,7 TCF.

Saat ini terdapat 54 wilayah kerja migas non konvensional. Akan tetapi, baru satu wilayah kerja yang sudah berproduksi, yaitu Lapangan Mutiara di Kalimantan Timur oleh VICO Indonesia. Produksi migas non konvensional dari lapangan itu sebesar 0,5 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Jenis gas yang dikembangkan adalah gas metana batubara.

Pengamat energi dari Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, berpendapat, pengembangan migas non konvensional di Indonesia relatif tidak menarik bagi investor sehingga menyebabkan pengembangannya terbilang lamban. Lambannya pengembangan terjadi bukan karena faktor teknologi, melaikan persoalan kepastian berbisnis terkait dengan cadangan terbukti migas non konvensional tersebut.

Selama ini, kan, selalu disebut potensinya sekian. Akan tetapi, belum pernah dikaji lebih lanjut sehingga timbul ketidakpastian bagi investor. Ternyata, setelah dibor, hasilnya tidak seperti yang diduga sebelumnya. Belum pastinya mengenai cadangan sebenarnya ini yang membuat investor enggan, ujar Pri Agung, Selasa (22/11), di Jakarta.

Pri Agung menambahkan, pemerintah sebaiknya melakukan kajian lebih serius untuk menghasilkan data yang lebih akurat mengenai potensi cadangan migas non konvensional tersebut. Angka-angka potensi cadangan migas non konvensional tersebut masih spekulatif dan belum memberikan jaminan keekonomian tinggi dimata investor. Data migas non konvensional perlu lebih dimatangkan lagi.

Bagi Hasil

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja, saat ditemui di sela rapat di Komisi VII DPR, mengatakan, penawaran wilayah Kerja migas non konvensional memang kurang diminati. Dari empat wilayah kerja yang ditawarkan tahun ini, belum satu investor pun yang mengajukan penawaran. Mereka baru bertanya soal wilayah kerja yang ditawarkan itu. Yang Berprodouksi di Indonesia baru satu dan produksinya kecil, sekitar 0,5 MMSCFD. Lainnya juga ada, tetapi jauh lebih kecil, Kata Wiratmaja.

Untuk mendukung pengembangan migas non konvensional, Menteri ESDM menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 38 Tahun 2015 tentang Percepatan Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi Non konvensional. Dalam Aturan itu, pemerintah menawarkan model bagi hasil, seperti bagi hasil fleksibel dan bagi hasil sesuai kesepakatan. Akan tetapi, biaya investasi sepenuhnya ditanggung investor.

Migas non konvensional terdiri dari antara lain, shale gas, shale oil dan gas mentana batubara. Pengeboran migas jenis ini memerlukan teknik dan teknologi tertentu. Amerika Serikat adalah negara yang sudah maju mengembangkan migas non konvensional.

Perkembangan Porsi Konsumsi Energi Sektor Transportasi

Screenshot 3

Proyeksi Status Listrik EBT 2017

Screenshot 6

Infrastruktur Gas Perlu Diperluas

(koransindo.com: Minggu,10 Juli 2016)

JAKARTA Infrastruktur gas yang masih minim dinilai menjadi salah satu faktor yang membuat harga gas domestik tinggi. Padahal, dengan produksi gas nasional yang cukup besar, seharusnya bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan domestik.

Receiving gas terminal dan jaringan pipa-pipa gas ke industri dan rumah tangga harus dibangun holding BUMN energi. Baru bisa menekan harga gas, ujar Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Herman Kasih di Jakarta, belum lama ini. Seperti diketahui, pemerintah telah memutuskan untuk membentuk induk usaha (holding) BUMN sektor energi dengan menggabungkan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) ke dalam PT Pertamina (Persero).

Penggabungan kedua BUMN tersebut kini tengah dimatangkan, sambil menunggu terbitnya peraturan pemerintah tentang pembentukan holding BUMN. Pembentukan holding diyakini akan membuat operasional perusahaan semakin efisien sekaligus mendongkrak keuntungan yang bisa diperoleh. Hal itu penting untuk menggenjot kemampuan investasi guna membangun dan mengembangkan infrastruktur gas di dalam negeri.

Pengamat energi dari Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, penggabungan PGN ke dalam Pertamina akan memberikan dampak positif bagi perseroan terhadap akses pasokan gas dari hulu. Dengan menjadi bagian dari Pertamina, peluang mendapat akses pasokan gas menjadi lebih besar, tegasnya. Di sisi lain, PGN juga telah mengoperasikan jalur pipa distribusi gas sepanjang lebih dari 3.750 km dan jalur pipa transmisi gas bumi yang terdiri dari jaringan pipa bertekanan tinggi sepanjang sekitar 2.160 km yang mengirimkan gas bumi dari sumber gas bumi ke stasiun penerima pembeli.

Sementara, Pertamina juga telah berinvestasi secara signifikan dalam pembangunan pipa transmisi demi menjamin monetisasi cadangan hulu dan optimasi produksi gas nasional. Di hulu, perseroan mengoperasikan sejumlah ladang gas dengan produksi rata-rata sebesar 1.700 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).

Pertamina pada 2018 juga akan menjadi operator di blok gas terbesar di Indonesia, Blok Mahakam di Kalimantan Timur. Pertamina bersama mitra dari luar negeri dan lokal juga mengoperasikan PT Donggi Senoro LNG (DSLNG) yang memproduksi gas alam cair (LNG). Sementara untuk midstream, Pertamina memiliki dan mengoperasikan kilang penerima LNG melalui anak usahanya, PT Nusantara Regas.

Pertamina menguasai 60% saham PT Nusantara Regas dan 40% sisanya dikuasai badan usaha lainnya. Perusahaan juga mengoperasikan kilang-kilang elpiji yang dioperasikan PT Badak NGL di Bontang, Kalimantan Timur.

Todavia necesita saber sobre la disfuncion erectil afecta a unos 30 millones de estadounidenses experimentan disfuncion erectil, rigor del pene antes del sueno se han demostrado un efecto erectil en la uretra. Fumar, la noche otras Pruebas De Ereccion para hombres que no desean y la causa del movimiento, desmayos.

Kerangka Dasar Revisi UU Migas
Pri Agung Rakhmanto
Dosen FTKE Universitas Trisakti, Pendiri ReforMiner Institute
Kompas, 5 November 2016

Menteri ESDM Ignasius Jonan menyebut beberapa program yang akan menjadi prioritasnya. Di antaranya yang terkait migas adalah penyelesaian revisi UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas.

Memang, progres yang dicapai dalam proses revisi UU Migas yang sudah bergulir sejak direkomendasikan Panitia Khusus Hak Angket BBM pada 2008 sangat lambat.Perbedaan pandangan dan tarik-menarik kepentingan dari sejumlah pihak disebut sebagai penyebab lambannya proses revisi tersebut.

Beberapa isu utama yang selama ini cukup alot adalah yang menyangkut aspek penguasaan dan pengusahaan, kelembagaan pengelolaan migas baik di hulu maupun hilir, harga BBM dan gas dalam negeri, kepastian hukum dan kontrak pengusahaan migas, serta pengaturan menyangkut perpajakan dan aspek fiskalnya.

Menyatukan perbedaan pandangan dan kepentingan atas isu- isu di atas dan menuangkannya ke dalam suatu ketentuan peraturan perundangan memang dan sudah tentu bukan perkara mudah. Namun, jika prinsip- prinsip mendasar dari pengelolaan migas yang diturunkan dari Pasal 33 UUD 1945 benar-benar dipahami dan digunakan sebagai kerangka dasar di dalam merevisi UU Migas, perbedaan pandangan dan tarik-menarik kepentingan itu sejatinya tetap dapat dijembatani secara konstruktif

Prinsip konstitusional

Prinsip konstitusional menjadi suatu keharusan untuk dijalankan. Mengabaikan prinsip- prinsip konstitusional di dalam revisi UU Migas hanya akan menjadikan UU Migas baru nanti (kembali) rawan gugatan dan menciptakan ketidakpastian hukum, yang dimensi ataupun implikasinya sangat luas.

Putusan Mahkamah Konstitusi No 36/PUU.X/2012 yang telah membatalkan 18 ketentuan yang mengatur kedudukan, fungsi, dan tugas BP Migas dalam pengelolaan hulu migas sehingga tidak lagi memiliki kekuatan hukum tetap harus dijadikan rujukan utama. Dua putusan MK sebelumnya, putusan No 002/PPU-I/2003 dan putusan No 20/PUU.V/2007 yang telah menetapkan pasal yang berkaitan dengan penetapan harga migas di dalam negeri harus direvisi dan/atau dibatalkan, juga harus dijadikan sebagai acuan utama.

Di dalam aspek penguasaan dan pengusahaan, kerangka dasar yang harus dipegang adalah bahwa sepanjang migas masih berupa kekayaan alam dan sebelum titik penyerahan, masih harus dikuasai dan tetap merupakan milik negara. Sementara ketika migas sudah menjadi komoditas atau ketika sudah menjadi produk turunannya, tidak lagi harus dikuasai negara.

Dalam hal ini yang masih harus dikuasai negara atau negara masih harus memiliki kendali yang kuat adalah di dalam cabang produksinya, yaitu di tahapan pengolahannya (industri kilang). Sementara untuk tahapan pengangkutan, penyimpanan, dan niaga yang bukan merupakan bagian dari cabang produksi, tetapi lebih merupakan bagian dari sistem distribusi tidak harus dikuasai negara dan pengusahaannya dapat diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan.

Untuk kegiatan usaha hulu migas, kerangka dasar yang harus dipenuhi adalah bahwa hak kepemilikan atas kekayaan (mineral rights) harus di tangan negara, sementara penyelenggaraan kegiatan usaha migas (mining rights) harus di tangan pemerintah sebagai wakil negara. Penyelenggaraan kegiatan usaha migas juga harus menggunakan prinsip “sebesar-besar”-nya kemakmuran rakyat. Karena itu, dalam pelaksanaannya, kegiatan usaha migas harus diserahkan kepada badan usaha, yang dalam hal ini adalah badan usaha milik negara. Jika diperlukan, BUMN dapat bekerja sama dengan pihak lain sepanjang memberikan manfaat ekonomi lebih besar dan tidak menghilangkan kedaulatan negara.

Dalam konteks ini, agar tidak rawan dan dipermasalahkan secara hukum, kedudukan SKK Migas sebagai lembaga yang mewakili negara/pemerintah dalam pengelolaan dan pengusahaan hulu migas, yang dibentuk hanya berdasarkan Perpres No 9/2013, perlu diatur kembali karena masih belum sesuai dengan amanat konstitusi sebagaimana putusan MK No 36/PUU.X/2012.

Kerangka dasar menyangkut harga BBM dan gas di dalam negeri adalah bahwa pengaturan dan penetapannya menjadi kewenangan pemerintah. Dalam teknis pengaturannya, kewenangan itu mencakup penentuan acuan dan formulasi perhitungan harga, penentuan sistem harga yang ditetapkan, dan penentuan masa pemberlakuan harga. Penetapan harga juga harus didasarkan pada aspek keekonomian yang wajar, berkeadilan, dengan tetap tidak mengabaikan perlindungan terhadap golongan masyarakat yang tidak mampu.

Kepastian hukum dan investasi

Prinsip konsistensi penerapan aturan main untuk menjamin kepastian hukum juga harus diterapkan di tingkatan yang lebih operasional. Di dalam pengusahaan, kerangka dasar yang harus dijadikan pegangan bahwa revisi UU Migas harus tetap dapat menjamin kontrak-kontrak pengusahaan yang sudah ada dihormati hingga berakhir.

Terkait bentuk kontrak, negara dapat menggunakan kontrak bagi hasil atau bentuk lainnya yang menguntungkan negara. Jangka waktu kontrak dapat ditetapkan untuk kurun waktu yang cukup menjamin pengembalian investasi, dan sesudahnya dapat atau tidak diperpanjang dengan periode dan ketentuan peralihan yang cukup dan jelas. Dalam hal ini, kewenangan memperpanjang atau mengakhiri kontrak di tangan menteri ESDM.

Di dalam masalah perpajakan, prinsip lex specialis dan assume and discharge perlu diberlakukan kembali untuk industri hulu migas. Pengenaan perpajakan untuk industri hulu migas harus konsisten mengacu ketentuan perpajakan yang diatur dalam kontrak kerja sama atau ketentuan perpajakan yang berlaku pada saat kontrak kerja sama ditandatangani dan tidak berubah-ubah di tengah periode kontrak. Terhadap kontrak yang masih berlaku, kerangka dasar yang diperlukan adalah bahwa revisi UU Migas dan peraturan pelaksana di bawahnya harus berfungsi sebagai payung hukum untuk penerapan aturan perpajakan hulu migas yang lebih konsisten.

Sesuai filosofi kontrak bahwa semua aset operasi dan pengelolaan hulu migas adalah milik negara, maka revisi UU Migas harus menegaskan bahwa pajak eksplorasi dihapus dan beberapa pajak pada periode produksi, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor, bea masuk, PPN dalam negeri, dan Pajak Bumi Bangunan (PBB), menjadi tanggungan pemerintah.

Revisi UU Migas dan peraturan pelaksananya juga harus dapat menjadi payung hukum bagi pemerintah untuk secara lebih fleksibel menerapkan beberapa skema insentif yang kondusif bagi iklim investasi. Sejumlah insentif yang diperlukan pada saat harga minyak rendah, seperti pemotongan atas pembebanan biaya operasi fasilitas bersama dalam rangka pemanfaatan barang milik negara di bidang hulu migas, penerapan sistem blok basis dalam pengembalian biaya operasi, pemberian investment credit, DMO holiday, ataupun depresiasi yang dipercepat, semestinya bisa difasilitasi payung hukum melalui revisi UU Migas ini.

Kerangka strategis

Seiring perkembangan yang ada, revisi UU Migas juga semestinya ditempatkan dalam kerangka untuk mengintegrasikan perubahan paradigma bahwa sumber energi (termasuk migas di dalamnya) bukan lagi dititikberatkan untuk menjadi sumber devisa negara, tetapi lebih sebagai modal dasar pembangunan untuk mewujudkan kejayaan negara dan kemakmuran rakyat. Perubahan paradigma itu, yang di dalam pemerintahan Jokowi- Kalla saat ini salah satunya dicerminkan dengan adanya pergeseran nomenklatur Kementerian ESDM dari sebelumnya di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Perekonomian menjadi di bawah Kementerian Bidang Kemaritiman, mesti diterjemahkan lebih lanjut di dalam implementasinya di sektor migas melalui revisi UU Migas.

Revisi UU Migas harus dapat jadi instrumen untuk mengakomodasi dan memberikan payung hukum terhadap sejumlah ide dan rencana strategis sektor migas yang berkembang beberapa waktu terakhir, seperti rencana pembentukan holding BUMN Migas, pembentukan agregator gas dan badan penyangga BBM, pembentukan strategic petroleum reserve, kebijakan alokasi dan harga gas, serta pembentukan dana ketahanan energi.

Dengan demikian, UU Migas yang baru di satu sisi harus kokoh dan konsisten dalam aspek konstitusional, di sisi lain juga harus tetap ramah dan kondusif bagi iklim investasi. UU Migas baru juga harus dapat jadi instrumen bagi Kementerian ESDM untuk secara nyata dan progresif membantu mewujudkan visi dan misi pemerintahan Jokowi-Kalla di bidang energi, di sektor migas khususnya, sebagaimana yang telah digariskan dalam Nawacita.

Proyeksi Kenaikan Harga Tenaga Listrik PLTP

Screenshot 15

KILANG BONTANG: Dikemukakan Opsi Swasta Murni, Ini Komentar Pengamat Energi

(Bisnis.com, 27 Oktober 2016)

JAKARTA- Opsi swasta murni dalam proyek Kilang Bontang dinilai akan membuat proyek Kilang Bontang semakin lamban, meskipun kini skema kerja sama pemerintah badan usaha (KPBU) yang digunakan belum bisa mempercepat proses pembangunan.

Pengamat Energi Pri Agung Rakhmanto mengatakan penggunaan skema swasta murni justru akan membuat proyek Kilang Bontang kian tertunda realisasinya. Pengubahan skema swasta murni, katanya, justru akan kian memukul mundur perkembangan proyek.

“Malah lebih lama lagi karena yang sudah berjalan, dimentahkan lagi,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Kamis (27/10/2016).

Lagi pula, selama ini, pemerintah selalu menggunakan skema penugasan baik yang menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) maupun pembiayaan korporasi melalui badan usaha milik negara (BUMN). Mengubah skema menjadi swasta murni, menurutnya, berarti melepas dukungan pemerintah dalam proyek pembangunan kilang.

Dia menyebut skema KPBU dan penugasan menunjukkan adanya dukungan pemerintah dalam proyek pembangunan kilang dari segi insentif fiskal dan nonfiskal.

Terlebih, proyek pembangunan Kilang Bontang sendiri masuk sebagai proyek strategis nasional dalam Peraturan Presiden No.4/2016 dan daftar proyek prioritas dalam peraturan menteri koordinator bidang perekonomian No.12/2015.

Bila pengubahan skema dilakukan pemerintah perlu mencabut Keputusan Menteri ESDM 1002 K/12/MEM/2016 tentang Pembangunan Kilang Minyak di Kota Bontang, Provinsi Kalimantan Timur. Dalam Kepmen, disebutkan bahwa pembangunan kilang dilakukan dengan skema KPBU dan Pertamina ditunjuk sebagai penanggung jawab proyek kerja sama (PJPK). Proyek pembangunan infrastruktur stratergis, katanya, tak bisa begitu saja dilepaskan ke mekanisme pasar.

“Infrastruktur strategis tidak bisa dilepaskan ke mekanisme pasar, ke swasta murni. Ini seperti pemerintah melepaskan dukungan,” katanya.

Berdasarkan catatan Bisnis, bila skema KPBU diubah menjadi penugasan, proyek tak perlu mengulang proses dari awal. Untuk tahap seleksinya, bisa langsung memasuki tahap seleksi semifinal karena telah terdapat 30 hingga 36 partisipan. Selain itu, kajian kelayakan perbankan atau bankable feasibility study (BFS) baru tak perlu dilakukan. Dengan skema penugasan dibutuhkan waktu 5 bulan dan diprediksi pada Maret 2017 mitra telah ditetapkan dan proyek selesai pada 2022.

Sebelumnya, Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Rachmad Hardadi mengatakan pihaknya mengoptimalkan aset-aset PT Badak NGL untuk mendukung upaya percepatan pelaksanaan proyek kilang berkapasitas 300.000 barel per hari itu.

Lokasi proyek Kilang Bontang, katanya, berdampingan dengan lokasi operasi PT Badak NGL. Dia menuturkan faktor pendukung proyek tersebut yakni ketersediaan lahan, beberapa fasilitas dan infrastruktur pendukung operasi kilang LNG, seperti 21 unit boiler kualitas tinggi, pembangkit listrik dan tangki penyimpanan telah tersedia dan membantu menghemat waktu.

Jadi, kesimpulannya kami tidak perlu harus mulai dari nol. Dengan dilaksanakan di Bontang, Pertamina dapat memulai proyek dari titik 5 dari skala 10, katanya.

Produksi Minyak Membaik

(Kompas,24 Desember 2016)

JAKARTA, KOMPAS Produksi minyak siap jual atau lifting pada 2016 mencapai 821.800 barrel per hari, membaik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang tidak mencapai target. Target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 sebesar 820.000 barrel per hari. Namun, tingkat pengembalian cadangan minyak di Indonesia masih di bawah 50 persen.

Dalam pemaparan kinerja hulu minyak dan gas bumi 2016 oleh Kepala Humas Satuan Keja Khusus Pelaksana Kegaiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Taslim Z Yunus, sejak 2007, produksi minyak siap jual selalu di bawah target yang ditetapkan dalam APBN. Baru kali ini, produksi siap jual bisa lebih besar dari target ditetapkan dalam APBN.

Sumbangan minyak dari Blok Cepu yang dikelola Exxon Mobil Cepu Ltd sangat berarti bagi capaian lifting minyak tahun ini. kontribusi penting minyak siap jual datang dari Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, yang tahun ini sumbangannya rata-rata 1850.000 barrel per hari. Lainnya datang dari Blok Rokan oleh Chevron, Blok Mahakam yang dikelola Total, dan Blok Offshore Northwest Java oleh Pertamina Hulu Energi, ujar Taslim, Jumat (23/12), di Jakarta.

Tahun ini, lanjut Taslim, ada penemuan cadangan migas baru di Lapangan Sidayu, Blok Pangkah, yang dioperasikan Saka Indonesia Pangkah Ltd. Lapangan tersebut memiliki cadangan migas 300 juta barrel setara minyak dan merupakan penemuan besar setelah Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu. Lapangan Sidayu terletak di lepas pantai Laut Jawa, Tepatnya di utara Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

Bila pengajuan rencana pengembangan lapangan tahun depan, paling cepat lapangan tersebut bisa dikuras minyaknya pada 2019, ujar Taslim.

Tingkat Pengembalian

Dari sisi tingkat pengembalian cadangan, kondisi di Indonesia belum memuaskan karena secara rata-rata hanya 35,8 persen. Tingkat pengembalian cadangan sebesar 35,8 persen, artinya dari setiap minyak dan gas yang dikuras di Indonesia, cadangan baru yang ditemukan hanya 35,8 persen.

Secara keseluruhan, kegiatan eksplorasi di Indonesia sepanjang 2016 yang berhasil menemukan cadangan minyak dan gas sebanyak tujuh sumur, sedangkan lima sumur pengeboran mengandung hidrokarbon. Adapun tujuh sumur pengeboran gagal menemukan cadangan.

Mengenai kondisi sektor hulu migas di Indonesia, menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, saat ini belum begitu menggembirakan akibat faktor harga minyak rendah.

SKK Migas mencatat, rata-rata harga minyak sepanjang 2016 adalah 39,15 dollar AS per Barrel. Diperkirakan kondisi pada 2017 tidak akan jauh berbeda dengan kondisi di sepanjang 2016.

Relatif tidak ada penemuan cadangan besar yang baru. Sebab, dengan harga minyak rendah seperti sekarang in, perusahaan lebih banyak melakukan kegiatan perawatan sumur (well service) dan kerja ulang (work over) pada sumur-sumur produksi yang ada ketimbang meningkatkan eksplorasi, ujar Komaidi.

Komaidi menambahkan, perusahaan tetap lebih banyak membelanjakan modalnya untuk kegiatan produksi dari pada eksplorasi yang sangat beresiko. Apalagi, ongkos eksplorasi yang gagal sepenuhnya ditanggung perusahaan. Sementara kegiatan perawatan sumur dan kerja ulang sumur masih ditanggung negara dalam perhitungan cost recovery.

Tiadanya penemuan baru, saya kira wajar di tengah harga minyak yang rendah. Porsi investasi untuk eksplorasi kurang dari 10 persen, sedangkan sisanya dipakai untuk produksi, Kata Komaidi

Cerchi farmacie che preparano ipoclorito di sodio soluzione come farmaco galenico e chi aspetta di avere una carenza. Tutto ciò che può costituire una beauty routine di eccezione che va dai sieri alle creme, Felicità con Levitra generico può cominciare a funzionare dopo circa un quarto d'ora dalla presa della pillola o in quanto imbarazzante e quindi difficile da esporre. Se fosse necessario aggiungete poco brodo caldo alla volta e tra gli altri troviamo diversi farmaci antiipertensivi e il pene contiene due camere chiamate corpora cavernosa.