Reaktivasi sumur tua potensial namun biaya perlu jadi pertimbangan

KONTAN.CO.ID, 28 Mei 2020

JAKARTA. Pemerintah melalui Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menjadikan pengembangan atau reaktivasi sumur tua sebagai salah satu upaya menambah cadangan produksi migas nasional.

Hingga saat ini, tercatat hanya PT Pertamina EP yang telah bekerja sama dalam pengusahaan sumur tua dengan KUD maupun BUMD.

Pengamat Energi dari Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengungkapkan secara volume, pengembangan sumur tua masih terbilang potensial.

Kendati demikian, biaya produksi dinilai jadi penghambat dalam upaya pengembangan sumur tua.

“Secara biaya produksi yg perlu dikaji lebih lanjut. Jangan sampai biaya produksi jauh lebih mahal daripada harga impor,” terang Komaidi kepada Kontan co.id, Kamis (28/5).

Ia melanjutkan, alasan ini berpotensi jadi penyebab pengelolaan sumur tua belum dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) lain.

Disisi lain, menurutnya pemberian insentif oleh pemerintah pun juga bakal bergantung pada beberapa hal termasuk mengenai biaya manfaat yang diperoleh.

Poin yang dimungkinkan menjadi pertimbangan sebut Komaidi, seperti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) apakah tergolong menarik atau tidak.

Ia menambahkan, demi menjaga umur pengelolaan sumur tua maka juga diperlukan teknologi yang memadai.

“Makin bagus teknologi umumnya bisa lebih lama kemampuan berproduksinya. Umumnya masih perlu bantuan teknologi dari luar sampai saat ini,” terang Komaidi.

Salah satu teknologi yang mungkin dilakukan yakni metode Enchanced Oil Recovery (EOR). Namun menurut Komaidi, metode ini membutuhkan biaya yang tak sedikit.

Sebelumnya, Direktur Pembinaan Program Migas Kementerian ESDM Soerjaningsih mengatakan, saat ini terdapat 1.440 sumur minyak tua yang dikelola KUD atau BUMD dan produksinya mencapai 905,23 barel per hari. Ia menyebut, meski jumlahnya tidak terlalu besar, pengelolaan sumur tua mampu menambah produksi minyak nasional, disamping juga bermanfaat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

“Pengelolaan sumur tua mengikutsertakan partisipasi masyarakat sekitar dalam wadah KUD atau BUMD untuk mengusahakan sumur tua,” kata Soerjaningsih dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kontan.co.id, Senin (18/5).

ia memaparkan, dalam pengelolaan sumur tua ini, KUD atau BUMD melakukan reaktivasi dan memproduksi sumur tua atas biaya sendiri dengan menggunakan alat bantu mekanik atau teknologi yang disetujui KKKS. Selanjutnya, minyak hasil produksi ini diserahkan kepada KKKS.

“KUD atau BUMD mendapatkan imbalan jasa atas biaya memproduksikan minyak dan transportasi sampai dengan titik penyerahan yang disepakati bersama dalam perjanjian pemroduksian sumur tua yang berupa uang dan tidak dalam inkind atau minyak bumi,” jelas Soerjaningsih.

Pengamat: Pemerintah diminta lebih transparan jelaskan kebijakan harga BBM

KONTAN.CO.ID, 18 Mei 2020

JAKARTA. Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tak kunjung mengalami penurunan kendati harga minyak mentah dunia terus berada di level yang rendah dalam beberapa waktu terakhir.

Pengamat Minyak dan Gas sekaligus Pendiri Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto menyampaikan, penetapan harga BBM sejatinya mengacu pada Mean of Platts Singapore (MOPS) ditambah konstanta dan ditambah marjin.

Hal ini sudah diatur di dalam Keputusan Menteri ESDM No. 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis BBM, Bensin, dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum atau Nelayan. “Kalau masalah penetapan harga BBM yang berlaku memang menjadi kewenangan pemerintah,” kata dia, Senin (18/5).

Ia menambahkan, pada prinsipnya, setiap langkah dan kebijakan pemerintah terkait harga BBM harus dilakukan secara jelas dan terukur. Pemerintah tidak bisa hanya mengutamakan pertimbangan politis dan populis semata.

Kebijakan tersebut perlu dikaji secara cermat dari berbagai aspek. Dalam hal ini, kelak kebijakan harga BBM diharuskan mampu membantu menaikkan daya beli masyarakat dan memberi stimulus ekonomi, namun di sisi lain juga tetap harus memperhatikan keseimbangan indikator makro ekonomi secara keseluruhan, baik fiskal maupun moneter.

Tak ketinggalan, kesehatan keuangan PT Pertamina (Persero) sebagai penyedia dalam pengadaan BBM nasional juga mesti diperhatikan. “Hanya, pemerintah memang sebaiknya bisa mengkomunikasi hal-hal tersebut secara lebih baik dan lebih transparan, sehingga public tidak hanya mendapat kejelasan tapi juga pencerahan,” tandas dia.

Sekadar informasi, Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) virtual dengan DPR RI beberapa waktu lalu menyatakan, pemerintah memutuskan untuk mempertahankan kebijakan harga BBM. Artinya, tidak ada penurunan harga BBM setidaknya di bulan Mei ini. Kementerian ESDM pun masih memantau kondisi harga minyak mentah dunia sekaligus pergerakan kurs rupiah terhadap dollar AS.

 

Penurunan Harga Gas Industri: Arus Kas KKKS Dipertaruhkan

Bisnis.com; 18 Mei 2020

Staf Pengajar Fakultas Ilmu Kebumian dan Tambang Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto mengatakan detil teknis dan mekanisme pembayaran kompensasi harga gas hulu jangan sampai mengubah porsi bagian KKKS.

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah perlu berkoordinasi soal mekanisme teknis penggantian selisih harga Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) terkait penurunan harga gas hulu.

Staf Pengajar Fakultas Ilmu Kebumian dan Tambang Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto mengatakan detil teknis dan mekanisme pembayaran kompensasi harga gas hulu jangan sampai mengubah porsi bagian KKKS.

“Apalagi sampai memengaruhi arus kasnya,” katanya, saat dihubungi Bisnis, Senin (18/5/2020).

Menurutnya, skema yang dipilih SKK Migas menggunakan mekanisme under-over lifting dianggap kurang pas. Pri Agung mengatakan under-over lifting itu tidak diperuntukkan untuk kepentingan perubahan harga seperti penyesuaian harga gas industri tertentu dan kelistrikan.

“Mekanisme Under-over lifting itu lebih hanya untuk mengatasi perbedaan antara aktual (realisasi) dan budgetnya,” tambahnya.

Ke depan, pihaknya berharap pemerintah memperbaiki mekanisme penggantian bagian KKKS dengan skema lainnya. Dia mencontohkan, memberikan KKKS insentif secara langsung seperti yang diberikan kepada pengguna gas.

Pendiri Reforminer Institute ini pun berharap, beleid penyesuaian harga gas industri tertentu dan kelistrik merupakan kebijakan yang terintegrasi di dalam pemerintah. “Jadi tidak hanya dilingkup SKK Migas dan Kementerian ESDM saja, tetapi juga melibatkan Kemenkeu,” katanya.

Terpisah, Direktur Utama PT Pertamina EP Cepu Jamsaton Nababan mengatakan jaminan kebijakan penurunan harga gas tidak akan mengganggu penerimaan kontraktor, membuat pihaknya bernafas lega.

Hanya saja terkait terkait penggantian selisih harga gas tersebut, SKK Migas akan memproses selama tiga bulan. Menurutnya, hal ini akan sulit diterima oleh beberapa kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) atau produsen gas bumi.

“Ini bisa tidak sama untuk setiap KKKS, apakah bisa acceptable atau tidak, karena ini menyangkut cashflow KKKS,” katanya saat mengikuti diskusi virtual Indonesia Gas Society, Sabtu (16/5/2020).

Sementara itu, Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief S Handoko menjelaskan, mekanisme penggantian selisih harga gas ke KKKS dalam tiga bulan diambil karena pihaknya ingin kebijakan harga gas industri tertentu dan kelistrikan.

Mekanisme ini juga yang paling cepat diterima dari sisi ketaatan (compliance) lantaran penggantian harus dilakukan dengan mekanisme kontrak kerja sama (production sharing contract/PSC).

“Jadi memang saya akui ada time value for moner yang ditanggung KKKS karena tertundanya penggantian selisih harga gas tadi selama 3-4 bulan. Ini memang dari awal saya sudah minta pengertian KKKS,” kata Arief.

Saat ini, SKK Migas tengah menyusun surat kepada Menteri ESDM dan Menteri Keuangan terkait mekanisme menjaga bagian kontraktor dengan mekanisme dan tata cara penagihan serta pembayaran selisih harga gas.

“Ini sedang kami konsep, tapi menuju surat ini kami sudah intens meeting dengan ESDM dan Direktorat Jenderal Anggaran, karena untuk mengganti selisih harga ke KKKS, makanya kita juga harus memberitahu [Kemenkeu], untuk pengembalian ke KKKS lewat DJA,” katanya.

Menurutnya, koordinasi setingkat working level antara Kemenkeu dan SKK Migas sudah sepakat dengan mengenai selisih harga ke KKKS. Saat ini, yang sedang diajukan ke DJA dan Kementerian ESDM adalah penyesuaian harga dengan skema underlifting per tiga bulan.

Adapun, terkait implementasi beleid penyesuaian harga gas industri tertentu dan kelistrikan, Arief menyebut sektor hulu migas sudah banyak berkorban.

Pasalnya, pemerintah kehilangan potensi penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp87,4 triliun hingga 2024 diharapkan memberikan manfaat dan dampak positif yang lebih besar.

“Saya ingatkan penurunan harga gas hulu dengan menurunkan penerimaan negara, dari 2020 – 2024 sebesar 87,4 triliun untuk memperingankan APBN dalam bentuk subsidi listrik dan pupuk, dan kita harapkan ada multiplier effect, penerimaan KKKS akan dijaga tidak akan berkurang,” tambahnya.

Penyelamatan Industri Migas Jadi Prioritas
Bisnis.com, 11 Mei 2020
Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan bahwa tahun ini menjadi tahun terberat bagi kinerja sektor hulu migas dalam negeri.

Bisnis.com, JAKARTA – Pada kondisi harga minyak yang tertekan dan penurunan permintaan akibat virus corona, penyelamatan industri hulu minyak dan gas bumi dinilai menjadi prioritas utama disamping kegiatan investasi.

Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan bahwa tahun ini menjadi tahun terberat bagi kinerja sektor hulu migas dalam negeri.
Pasalnya, tekanan yang datang tidak hanya dari rendahnya harga minyak melainkan pandemin Covid-19 yang memengaruhi permintaan minyak.

Dia menilai, fokus pemerintah adalah untuk memberikan solusi agar industri hulu migas dan industri penunjangnya tetap dapat bertahan dengan baik.
Kepastian untuk tidak terjadinya penutupan sumur atau lapangan, dan tidak terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi masalah serius yang perlu dipikirkan jalan keluarnya.

“Bisa mencapai keadaan seperti itu saja sudah bagus. Tidak usah terlalu jauh menjangkau pemikiran 1 juta barel tahun 2030 dulu,” katanya kepada Bisnis, Senin (11/5/2020).

Lebih lanjut, dia berpendapat, untuk mewujudkan target lifting minyak 1 juta barel per hari memerlukan upaya dan usaha keras dari pemerintah.
Menurut dia, salah satu caranya adalah membuat prosi investasi untuk kegiatan eksplorasi dan pengembangan nya menjadi lebih besar dibandingkan dengan yang ada pada saat ini.

“Kalau dengan komposisi investasi yang sekarang, kita tidak akan bisa mencapai target 1 juta barel 2030 karena 70 persen investasi diarahkan untuk pemeliharaan produksi yang sebagian besar hanya mengandalkan produksi dari lapangan eksisting,” jelasnya.

Dia menilai, untuk mendukung target produksi 1 juta barel per hari pada 2030 tersebut perlu eksplorasi dan pengembangan yang lebih massif.

Hal tersebut menandakan sektor migas dalam engeri akan memproduksi dari lapangan-lapangan migas baru yang muncul dari hasil penemuan eksplorasi dan pengembangan lapangan-lapangan baru juga.

“Jadi bukan sekadar dari optimasi atau pemeliharaan produksi dari lapangan eksisting saja,” ungkapnya.

Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) per Maret 2020, realisasi investasi di sektor migas telah mencapai US$2,87 miliar dari total US$13,8 miliar.

Adapun, perinciannya adalah sebesar 73 persen merupakan investasi untuk produksi, 8 persen untuk administrasi, 4 persen untuk eksplorasi dan 15 persen untuk development.

Harga BBM Indonesia Dianggap Masih Kompetitif di ASEAN

Tempo.co, 5 Mei 2020

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menegaskan, harga BBM di tanah air masih sangat bersaing dengan negara-negara di kawasan Asia Tengara sehingga diduga turut menjadi pertimbangan Pemerintah belum menurunkan harga BBM.

“Harga BBM di Indonesia saat ini masih cukup kompetitif dengan harga jual BBM di sejumlah negara tetangga, seperti Filipina, Thailand, Kamboja, Laos, dan Singapura,” katanya di Jakarta, Senin, 5 Mei 2020.

Berdasarkan data globalpetrolprice.com, lanjutnya, untuk bensin gasoline 95 misalnya, Indonesia berada pada level Rp 8.496 per liter lebih murah dibandingkan Thailand, Rp 10.944 per liter, Laos Rp 15.552 per liter, Filipina Rp 11,376 per liter, atau Singapura Rp 20.160 per liter.

Sedangkan jenis solar untuk gasoil, Indonesia berada pada Rp 9.072 per liter, di bawah Laos Rp 12.672 per liter atau Singapura Rp 16.560 per liter.

Selain harga BBM yang masih kompetitif, Komaidi menduga kondisi sosial-ekonomi dunia dan domestik yang “tidak normal” terutama terkait pandemi Covid-19 juga menjadi basis pemerintah untuk belum menurunkan harga BBM.

“Termasuk di antaranya, karena adanya penurunan tingkat konsumsi dan aktivitas masyarakat akibat kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan anjuran di rumah saja,” kata dia.

Sementara VP Corporate Communications Pertamina Fajriyah Usman menegaskan, dalam “kondisi normal,” Pertamina sudah dua kali menurunkan harga BBM pada tahun ini yakni pada awal tahun terhadap BBM JBU, Pertamax series dan Dex series.

Demikian juga tahun lalu, lanjutnya, tidak dilakukan kenaikan harga, namun justru penurunan harga. Sementara BBM jenis Biosolar dan Premium, sejak April 2016 tidak pernah mengalami kenaikan harga.

Sedangkan dalam kondisi ekonomi dunia “tidak normal” karena pandem Covid-19, Pertamina juga tidak diam, tambahnya, namun terus memonitor dinamika harga minyak mentah, sekaligus mempertimbangkan prioritas penyediaan energi dalam negeri.

Termasuk di antaranya, mencermati perundingan negara OPEC dan non OPEC awal April 2020. Dalam perundingan tersebut, OPEC sepakat untuk memotong produksi minyak dunia sebesar 9,7 juta barel per hari, pada Mei dan Juni 2020.

Meski dalam posisi mencermati, Fajriyah menegaskan, saat ini harga BBM di Indonesia masih kompetitif dibandingkan dengan BBM di ASEAN.

“Bahkan untuk di SPBU di Indonesia, BBM Pertamina juga paling murah,” katanya.

Pertimbangan lain yang harus dicermati, lanjutnya, adalah kurs rupiah yang saat ini melemah dan konsumsi BBM yang jauh menurun.

“Di beberapa kota seperti Jakarta, Bandung, Makassar, Surabaya, dan Medan, penurunan (konsumsi bbm) bahkan sangat tajam, lebih dari 50 persen,” katanya.

Selain itu, Pertamina memberikan program cashback 30 persen khusus untuk pelanggan yang membeli BBM non subsidi Pertamax series dan Dex series dengan menggunakan aplikasi MyPertamina dan pembayaran dengan LinkAja.