Transisi Blok Rokan: Selamat Bekerja Tim PHR

Koransindo, 29 Juli 2021

Penulis:

Komaidi Notonegoro

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute dan Pengajar Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti

“Secara umum proses transisi Blok Rokan dapat dikatakan berjalan dengan lancar”

Proses transisi atau alih kelola Blok Rokan dari Chevron Pacific Indonesia (CPI) kepada Pertamina terpantau berjalan lancar. Sejak diputuskan bahwa kelanjutan pengelolaan Blok Rokan diserahkan kepada Pertamina, dua belah pihak baik Chevron maupun Pertamina tampak sepakat melakukan proses transisi secara bertahap. Dalam pelaksanaannya, proses transisi memang harus dilakukan secara bertahap. Hal tersebut karena detail – detail yang harus dilakukan dalam proses transisi cukup banyak sehingga memerlukan waktu yang cukup panjang dan tidak dapat dilakukan hanya dalam satu kali proses.

Transisi yang dilakukan oleh dua belah pihak tidak hanya menyangkut pengalihan aset, tetapi juga mengalihkan beberapa hal yang di dalam pelaksanaannya tidak lebih sederhana dari sekedar proses memindahtangankan aset. Proses transisi yang dilakukan juga meliputi perpindahan SDM dan KKKS sebelumnya, perpindahan data, transfer knowledge, dan perpindahan lainnya.

Progres Transisi

Berdasarkan pantauan, sampai minggu pertama Juli 2021 telah terdapat perkembangan yang cukup signifikan terkait proses transisi Blok Rokan. Dari informasi yang ada, untuk proses mirroring kontrak telah selesai dilaksanakan. Informasi yang ada menyebutkan dari seluruh kontrak eksisting yang berjumlah 291 kontrak, seluruhanya atau 100% telah dilakukan mirroring.

Selain proses mirroring, dalam proses transisi yang sedang berjalan juga dilakukan pengadaan dan kontrak baru melalui program Local Business Development (LBD) yang sejauh ini terpantau juga berjalan lancar. Untuk proses alih kelola pekerja atau transisi SDM yang merupakan salah satu bagian paling kritikal juga terpantau berjalan dengan lancar. Informasi yang ada menyebutkan sudah sekitar 98,7% pegawai yang telah melengkapi dan mengembalikan aplikasi, termasuk di dalamnya perjanjian kerja sesuai waktu yang ditentukan.

Informasi positif lain yang cukup menggembirakan adalah disampaikan bahwa saat ini sedang dilaksanakan proses transfer teknologi yang sedang berada pada tahap penyesuaian sistem teknologi informatika (TI). Beberapa hal terkait teknologi yang sedang dilakukan proses transisi di Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang mendapatkan amanah untuk melanjutkan pengelolaan Blok Rokan juga telah menyampaikan sejumlah rencana. Beberapa yang telah disampaikan adalah PHR merencanakan akan melakukan pengeboran 48 sumur pengembangan pada 2021 dan ditambah sisa sumur CPI. Untuk 2022 mendatang PHR menyampaikan sedang mempersiapkan pengeboran sekitar 270 sumur.

Dengan rencana tersebut, Blok Rokan tercatat menjadi salah satu WK migas dengan investasi jumlah sumur terbanyak. Terkait pengeboran sumur tersebut, PHR juga terpantau menyampaikan bahwa pihaknya sedang menyiapkan tambahan 10 rig pengeboran. Dengan tambahan tersebut, total rig pengeboran yang akan dioperasikan PHR menjadi 16 unit. Selain itu, juga terdapat 29 rig yang digunakan untuk kegiatan workover and well service yang merupakan mirroring dari kontrak sebelumnya.

Dengan status dan perkembangan yang ada sampai saat ini, para pihak perlu memberikan apresiasi baik kepada CPI, PHR, SKK Migas, KESDM maupun para pihak yang terlibat aktif dalam proses transisi Blok Rokan. Meskipun di dalam prosesnya terdapat beberapa dinamika seperti bagaimana kemudian para pihak menyepakati status dan kelanjutan pengelolaan aset pembangkit listrik yang selama ini memasok listrik untuk Blok Rokan. Secara umum proses transisi Blok Rokan dapat dikatakan berjalan dengan lancar. Kesediaan CPI sebagai KKKS eksisting untuk kooperatif dan pada tingkatan tertentu juga terpantau proaktif, serta sikap Pertamina yang juga terbuka dan bersedia membawa beberapa aspek bisnis yang perlu diselesaikan secara bisnis merupakan kunci dari proses transisi Blok Rokan dapat berjalan lancar. Jika di dalam perkembangannya sempat terdapat perbedaan persepsi antara para pihak, pada dasarnya hal tersebut merupakan hal yang biasa dalam sebuah proses transisi.

Kondisi yang wajar jika dalam proses transisi yang melibatkan dua organisasi dengan latar belakang yang berbeda memerlukan diskusi, memerlukan penyesuaian dan pada tingkatan tertentu juga terdapat sejumlah persepsi yang perlu disamakan. Justru melalui diskusi dan menyamakan persepsi tersebut, para pihak akan mengetahui bagaimana sudut pandang masing – masing pihak di dalam menyikapi proses transisi yang sedang dilaksanakan.

Terlepas dari dinamika yang menyertai, saya menilai perkembangan proses transisi Blok Rokan cukup progresif. Sebagai bagian dari anak bangsa, saya memberikan apresiasi kepada CPI yang kooperatif dalam proses transisi. Apresiasi juga saya sampaikan yang mana CPI telah menjadi mitra Pemerintah Indonesia dalam melakukan pengusahaan migas di Blok Rokan sehingga monetisasi dari cadangan migas di Blok tersebut dapat memberikan kontribusi penting baik terhadap APBN, APBD daerah penghasil, maupun terhadap ketahanan energi nasional dalam kurun waktu yang tidak pendek.

Untuk PHR, saya sampaikan selamat, karena pasca 8 Agustus 2021 Blok Rokan salah satu WK migas dengan sejarah panjang dan menjadi kontributor utama dalam produksi minyak nasional akan dikelola secara mandiri oleh anak bangsa. Semoga pengeolaan Blok Rokan oleh PHR yang akan efektif dalam beberapa hari sebelum perayaan HUT ke 76 Kemerdekaan RI tersebut dapat menjadi kado berharga bagi kita semua.

Satu hal yang perlu dipahami oleh PHR, Blok Rokan dengan produksi minyaknya yang pernah mencapai 400.000 barel per hari tidak sedekar sebagai kontributor utama, tetapi dapat dikatakan merupakan tulang punggung produksi minyak nasional selama ini. Karena itu, dalam konteks pencapaian target lifting minyak nasional, perhatian banyak pihak dalam beberapa tahun ke depan kemungkinan akan lebih banyak tertuju pada kinerja PHR.

 

Substitusi PLTD dengan PLTP Diklaim Dapat Tekan Impor Migas

Bisnis.com; 25 Juli 2021

Bisnis.com, JAKARTA—Lembaga riset ekonomi bidang tambang dan energi Reforminer Institute menilai pemanfaatan panas bumi dapat menjadi salah satu instrumen untuk mengurangi kebutuhan devisa impor migas.

Direktur Eksekutif ReforMiner Komaidi Notonegoro mengatakan, peningkatan harga minyak mentah dalam beberapa waktu terakhir berdampak terhadap meningkatnya nilai impor migas.

Badan Pusat Statistik (BPS) sendiri melaporkan impor migas pada Juni 2021 meningkat sebesar 239,38 persen year on year (yoy). Konsekuensinya, kebutuhan devisa impor migas pada periode yang sama juga meningkat.

“Meningkatnya kebutuhan devisa impor migas berpotensi memberi dampak negatif terhadap perekonomian. Dari aspek moneter, berpotensi mendorong terjadinya defisit neraca dagang dan depresiasi nilai tukar rupiah. Untuk fiskal, berpotensi menambah kebutuhan anggaran subsidi di APBN. Sementara bagi sektor riil, berpotensi menurunkan daya saing barang dan jasa yang diproduksikan,” ujar Komaidi dalam laporan kajiannya, Minggu (25/7/2021).

Menurutnya, untuk menghemat kebutuhan devisa impor migas dalam jumlah yang signifikan dapat dilakukan dengan substitusi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dengan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).

Berdasarkan data statistik PT PLN (Persero) 2020, saat ini kapasitas terpasang PLTD di Indonesia sebesar 5.407,04 megawatt (MW). Untuk membangkitkan 1 MW PLTD memerlukan sekitar 47,30 barel BBM per hari.

Karena itu, Indonesia memerlukan sekitar 93,34 juta barel BBM per tahun untuk memenuhi kebutuhan PLTD. Jika seluruh BBM diimpor, kebutuhan devisa impor migas untuk PLTD mencapai lebih dari US$6,53 miliar (asumsi harga minyak mentah US$70 per barel).

“Sebanyak 1.386,27 MW PLTD yang dikelola PLN tersebar di wilayah yang juga telah terdapat PLTP yang sudah beroperasi. Jika PLN mensubstitusi produksi listrik dari PLTD tersebut dengan menggunakan PLTP, negara akan mendapatkan penghematan devisa impor migas lebih dari US$1,67 miliar per tahun,” kata Komaidi.

Selain dapat mengurangi kebutuhan devisa impor migas, pemanfaatan dan pengusahaan panas bumi juga memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara bukan pajak (PNBP) di APBN, melalui pendapatan pengusahaan panas bumi, pendapatan iuran tetap panas bumi-eksplorasi, pendapatan iuran tetap panas bumi-operasi produksi, dan pendapatan iuran produksi/royalti panas bumi.

“Pengusahaan panas bumi juga memberikan kontribusi terhadap keuangan daerah. Kontribusi sub-sektor panas bumi terhadap keuangan daerah diantaranya melalui transfer dana bagi hasil SDA panas bumi dan bonus produksi panas bumi,” tutur Komaidi.

 

 

Peningkatan Investasi Migas Tumbuhkan Manfaat Lebih Besar

Bisnis.com: 22 Juli 2021

JAKARTA—Peran sektor minyak dan gas bumi atau migas sebagai salah satu sumber penerimaan negara bukan pajak terbesar dari hasil sumber daya alam perlu diarahkan untuk menghasilkan manfaatkan yang lebih besar.

Pendiri Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan bahwa untuk memberikan manfaat yang lebih besar, stigma sektor migas sebagai penghasil pendapatan negara bukan pajak (PNBP) terbesar perlu diubah dan diarahkan untuk menggerakkan perekonomian yang lebih luas.

“Melalui masuk dan bergulirnya investasi-investasi di sektor migas, dimulai dari eksplorasi, development, hingga ke produksi dan hilirnya,” katanya kepada Bisnis, Kamis (22/7/2021).

Pri Agung menjelaskan, masuknya investasi migas dapat menimbulkan multiplier effect yang dapat dirasakan oleh sektor-sektor lain.

Di samping itu, peluang terciptanya lapangan kerja akan lebih besar dengan masuknya investasi baru tersebut.

Menurutnya, perbaikan iklim investasi migas di dalam negeri harus menjadi pekerjaan rumah pemerintah agar dapat meyakinkan para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

“Ujung-ujungnya akan menambah penerimaan pajak untuk APBN. Sementara itu, dari sisi PNBP-nya bukan sebagai yang utama,” jelasnya.

Sepanjang semester I/2021, sektor hulu migas telah mencatatkan PNBP senilai US$6,67 miliar atau Rp96,7 triliun.

Realisasi itu telah mencapai 91,7 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2021 senilai US$7,28 miliar.

Kepala Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan bahwa realisasi penerimaan negara itu tidak terlepas dari harga minyak yang berangsur membaik setelah sempat jatuh pada 2020.

Dengan capaian saat ini, Dwi meyakini penerimaan negara dari sektor hulu migas pada akhir 2021 akan mencapai Rp154 triliun.

“Harga ICP menunjukkan kenaikan, bahkan per Juni 2021 mencapai US$70,23 per barel. Momentum ini akan kami gunakan secara maksimal untuk mendorong KKKS agar lebih agresif dalam merealisasikan kegiatan operasi,” ujar Dwi.

Dwi menambahkan, penerimaan negara yang maksimal juga merupakan upaya usaha hulu migas mengoptimalkan kegiatan dan biaya.

Kegiatan yang dilakukan antara lain melalui pemilihan prioritas kegiatan work order, maintenance routine dan inspection, serta efisiensi general administration khususnya akibat adanya pembatasan kegiatan.

“Upaya ini berhasil membuat biaya per barel pada semester I/2021 sebesar US$12,17 per barel minyak ekuivalen, lebih rendah dibandingkan dengan semester I/2020 sebesar US$13,71 per barel minyak ekuivalen,” jelasnya.

Perpanjangan PPKM Darurat, Konsumsi Migas Diprediksi Bakal Menurun

IdxChannel.com; 21 Juli 2021

IDXChannel – Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menyebutkan bahwa dengan perpanjangan PPKM darurat bakal memberi pengaruh terhadap pengurangan konsumsi migas. Terlebih, minyak dan gas juga BBM yang menyangkut sektor transportasi dan industri.

“Sementara dengan adanya kebijakan pembatasan dan yang terakhir adalah PPKM sejak 3-20 Juli kemudian di-extend paling tidak sampak 25 Juli kedepan impactnya akan ada pengurangan konsumsi pastinya,” kata Komaidi pada program Market Review IDX Channel, Rabu (21/7/2021).

Data dari internal Pertamina menyampaikan ada kisaran 5-7% kemungkinan yang diproyeksikan konsumsi BBM turun tapi di sisi lain produksi biaya tinggi dan volume penjualannya  juga turun. Sementara itu, harganya juga tidak ada penyesuaian karena disetting pemerintah.

“Nah ini tentu cash flow pelaksana penugasan dalam hal ini adalah Pertamina maupun badan usaha yang lain yang terlibat di dalamnya ya pasti akan tertekan dengan kondisi ini, saya kira ini (PPKM) problem yang dihadapi semua sektor,” ujarnya.

Selain itu, dampak PPKM Darurat untuk impor, kata Komaidi justru bakal masih mengalami peningkatan karena impor umumnya tida berkaitan langsung dengan periode tertentu.

“Karena juga teman-teman pelaksana atau badan usaha di hilir kan mereka punya kewajiban untuk menjaga stok bbm nasional paling tidak dalam waktu 23-25 hari kedepan, jadi impor yang dilakukan hari ini tentu pertimbangannnya tidak semata-mata kejadian hari ini tapi berkaitan dengan proyeksi dimasa yang akan datang jadi tidak bisa dilihat head to head di periode yang sama sehingga adanya PPKM ini belum tercermin secara langsung dengan adanya penurunan impor,” jelasnya.

Menurut Komaidi, jika dilihat YoY impor migas meningkat di atas 200% sementara non migas meningkat di kisaran 55-56%.

“Nah ini indikasi yang bagus untuk ekonomi nasional tetapi akan lebih bagus lagi kalau kebutuhan itu bisa dipenuhi dalam negeri,” katanya.

Proses Alih Kelola Berjalan Lancar, PHR Harus All Out Jaga Produksi Blok Rokan

Sindonews.com 13 Juli 2021

JAKARTA – Proses transisi alih kelola Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) ke PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) , anak usaha PT Pertamina Hulu Energi, pada 8 Agustus 2021 terbilang lancar. Meski, masih ada beberapa proses yang memerlukan diskusi lebih lanjut.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, kondusifnya proses tersebut diyakini akan membuat estafet pengelolaan Blok Rokan berjalan baik. “Harapannya proses yang lancar tersebut berdampak terhadap lancarnya juga proses produksi Blok Rokan pasca diambil alih,” ujar Komaidi Notonegoro dalam keterangan tertulis, Selasa (13/7/201).

Komaidi mengatakan, proses produksi pasca pengambilalihan oleh PHR semestinya akan berjalan lancar mengingat hampir tidak ada perubahan infrastruktur selain manajemen. “Karyawan dan fasilitas produksi pun masih relatif sama dengan sebelumnya,” katanya.

Diketahui, dalam proses alih kelola Blok Rokan dari CPI, PHR menyiapkan sembilan program transisi, yaitu bidang transisi pemboran, kontrak barang dan jasa, human capital, SOP, perizinan dan environment, serta IT dan petroteknikal. Kemudian, data transfer, pembangkit listrik, chemical & EOR, dan pasokan gas.

Ke depan, lanjut dia, tantangan PHR adalah mempertahankan volume produksi. Apalagi secara umum blok migas habis masa kontrak sudah mengalami penurunan produksi yang signifikan. “Pekerjaan rumah umumnya hanya untuk mempertahankan produksi. Jika bisa menaikkan produksi, itu bonus,” ujarnya.

Saat mulai alih kelola, kata dia, internal PHR harus memahami bahwa Blok Rokan adalah salah satu kontributor utama dalam produksi minyak nasional hingga 25%. Di masa silam, Blok Rokan bahkan memiliki kontribusi terbesar bagi produksi minyak Indonesia, lebih dari 400.000-an barel per hari.

“Seiring usia lapangan yang mature dan adanya penurunan alamiah, produksi Blok Rokan kini turun di level 160.000-an barel per hari. Secara otomatis kinerja Blok Rokan akan menjadi perhatian publik dan para stakeholder pengambil kebijakan,” tandasnya.

Karena itu, tegas dia, manajemen PHR harus siap dalam banyak hal. Tidak hanya masalah teknis bisnis, tetapi juga aspek-aspek lain yang kemungkinan akan menyertainya. “Salah satunya adalah diperbandingkan dengan lapangan alih kelola lainnya yang dilakukan Pertamina,” tuturnya.

Terkait dengan itu, Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan Jaffee A Suardin menyampaikan bahwa hingga saat ini PHR telah menyiapkan segala kebutuhan agar proses alih kelola ini berjalan lancar dan tanpa kendala. Dia menegaskan, PHR menerapkan upaya maksimal agar dalam proses transisi ini semua berjalan lancar dan yang terpenting bisa langsung tune in dengan tim eksisting.

“Untuk proses mirroring seluruh kontrak eksisting sudah mencapai 100% dari 291 kontrak. Selain mirroring, juga dilakukan pengadaan baru dan kontrak melalui program Local Business Development (LBD) yang saat ini masih berproses dengan lancar. Proses alih pekerja, sebagai aset terpenting juga berjalan baik, tercatat 98,7% telah melengkapi dan mengembalikan aplikasi termasuk perjanjian kerja sesuai waktu yang ditentukan,” paparnya.

Terkait aspek transfer teknologi, sambung dia, saat ini penyesuaian sistem IT juga terus dilakukan, terutama pada aplikasi-aplikasi yang berkaitan langsung dengan operasi produksi maupun penunjangnya, juga termasuk pelatihan penggunaan sistem dari Pertamina yang akan diterapkan di Rokan.

Untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi migas Blok Rokan, jelas dia, PHR merencanakan pengeboran 84 sumur pengembangan pada tahun 2021 ditambah sisa sumur CPI. Terkait pengeboran sumur, juga disiapkan tambahan 10 rig pemboran sehingga secara total tersedia 16 rig pemboran serta 29 rig untuk kegiatan Work Over & Well Service yang merupakan mirroring dari kontrak sebelumnya.

“Total PHR mempersiapkan lebih kurang 270 sumur di tahun 2022. Ini adalah WK migas dengan investasi jumlah sumur terbanyak,” tandasnya.

Soroti keuangan PLN, ReforMiner Institute: Perlu ada perubahan kebijakan

Kontan, 12 Juli 2021

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. ReforMiner Institute menilai perlu ada perbaikan kebijakan demi menghindarkan perusahaan setrum pelat merah tersebut bernasib seperti Garuda Indonesia.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro dalam kajiannya mengungkapkan porsi tenaga listrik dari batubara diproyeksikan meningkat hingga 70,10%. Sementara itu, kebutuhan batubara PLN tahun 2021, 2022, 2023, dan 2024 masing-masing direncanakan sebesar 121 juta ton, 129 juta ton, 135 juta ton, dan 137 juta ton.

Peningkatan harga batubara yang terjadi beberapa waktu terakhir dinilai perlu jadi perhatian pemerintah. Komaidi mengungkapkan dampak kenaikan harga batubara ini sejatinya tak berdampak pada PLN. Mengingat adanya penerapan harga DMO untuk listrik.

“Jika mengacu pada HBA dan nilai tukar rupiah saat ini, pada tahun 2021 PLN memerlukan biaya tambahan untuk pengadaan batubara sekitar Rp 78,95 triliun jika harga DMO batubara untuk listrik ditiadakan,” kata Komaidi, Minggu (11/7).

Komaidi menambahkan, sejumlah kebijakan seperti Tarif Dasar Listrik (TDL) dan subsidi listrik yang cenderung kurang konsisten juga berpotensi membebani kinerja keuangan PLN. Di sisi lain, pada tahun 2020 utang PLN disebut mencapai Rp 649 triliun. Kendati demikian, pertumbuhan utang ini dinilai sejalan dengan pertumbuhan aset.

Selama 2010-2020, rata-rata pertumbuhan hutang PLN sekitar 10,31% per tahun. Sementara, pada periode yang sama aset PLN rata-rata tumbuh 17,93% per tahun. Sayangnya, kemampuan PLN dalam menghasilkan laba dari aset yang dipergunakan dinilai cenderung rendah. Selama periode 2010-2020 Return On Total Assets (ROA) PLN cenderung menurun.

“Selama periode tersebut, rata-rata ROA PLN sebesar 0,40% jauh di bawah ROA Singapore Power yang tercatat sekitar 6%,” sambung Komaidi.

Adapun, standar industri menetapkan batasan ROA yang dikategorikan sehat atau baik yakni 5,98%. Dengan demikian, ROA PLN pada kurun 2010 hingga 2020 masih berada di bawah standar yang ada. “Dengan aset Rp 1.589 triliun, kinerja keuangan PLN dapat dikatakan baik atau sehat jika laba bersih di atas Rp 95 triliun,” terang Komaidi.

Pada tahun 2020, laba yang dibukukan PLN sebesar Rp 5,99 triliun. Dengan kondisi ini, maka jika harga DMO batubara tidak dikenakan maka PLN diprediksi tak mampu mencetak laba. Selain itu, terdapat tambahan biaya pembelian batubara sebesar Rp 78,95 triliun.

Adapun, upaya melunasi utang yang ada pun juga dinilai perlu waktu lama. Bahkan dengan asumsi laba Rp 10 triliun per tahun maka butuh 64 tahun agar seluruh utang dapat lunas. “Penyelesaian hutang PLN tersebut dapat dipercepat dengan mengurangi belanja modal dan/atau menjual sebagian aset yang dimiliki,” kata Komaidi.

ReforMiner Institute pun menilai pemerintah perlu lebih proporsional dalam memperlakukan PLN. Antara lain dengan lebih tertib memisahkan urusan administrasi negara dan usaha.

“Kebijakan subsidi untuk PLN tidak dapat hanya berdasarkan ruang fiskal yang ada, tetapi perlu konsisten dengan ketentuan UU Keuangan Negara bahwa kerugian usaha yang timbul akibat selisih harga wajar dan harga penugasan harus diganti penuh oleh negara,” sambung Komaidi.

Tanpa adanya perubahan kebijakan, maka kekhawatiran Menteri BUMN Erick Thohir bahwa PLN bisa bernasib seperti Garuda Indonesia dinilai sangat mungkin terjadi.

Peningkatan Harga Batu Bara Bayangi Kinerja Keuangan PLN

Bisnis.com; 11 Juli 2021

“Dengan mengacu pada harga batu bara acuan (HBA) dan nilai tukar rupiah saat ini, tahun ini PLN memerlukan biaya tambahan untuk pengadaan batu bara sekitar Rp78,95 triliun. Jumlah tersebut diperoleh jika harga domestic market obligation (DMO) batu bara untuk listrik ditiadakan.”

Bisnis.com, JAKARTA—Peningkatan harga komoditas batu bara perlu menjadi perhatian PT PLN (Persero). Tingginya harga emas hitam itu bakal berdampak besar terhadap kinerja keuangan perusahaan pelat merah tersebut.

Pasalnya, porsi tenaga listrik dari batu bara pada 2020 mencapai sekitar 66 persen dari total tenaga listrik yang diproduksikan. Bahkan, persentase itu diproyeksikan meningkat menjadi 70,10 persen pada 2024.

Kebutuhan batu bara PLN sendiri pada 2021—2024 masing-masing direncanakan sebesar 121 juta ton, 129 juta ton, 135 juta ton, dan 137 juta ton.

“Meningkatnya harga batu bara perlu menjadi perhatian pemerintah dan PLN,” katanya dalam riset yang dikutip pada Minggu (11/7/2021).

Komaidi memaparkan, dengan mengacu pada harga batu bara acuan (HBA) dan nilai tukar rupiah saat ini, tahun ini PLN memerlukan biaya tambahan untuk pengadaan batu bara sekitar Rp78,95 triliun. Jumlah tersebut diperoleh jika harga domestic market obligation (DMO) batu bara untuk listrik ditiadakan.

“Sementara laba tertinggi yang tercatat dapat dibukukan PLN selama 2010—2020 hanya Rp11,57 triliun, jauh di bawah potensi tambahan biaya yang sebesar Rp78,95 triliun tersebut,” jelasnya.

Untuk itu, Komaidi menilai pemerintah perlu lebih proporsional dalam memperlakukan PLN. Pemerintah perlu lebih tertib dalam memisahkan hal administrasi negara dan hal administrasi usaha.

Kebijakan subsidi untuk PLN tidak dapat hanya berdasarkan ruang fiskal yang ada, tetapi perlu konsisten dengan ketentuan UU Keuangan Negara bahwa kerugian usaha yang timbul akibat selisih harga wajar dan harga penugasan harus diganti penuh oleh negara.

“Jika tidak terdapat perubahan kebijakan, maka kekhawatiran Menteri BUMN bahwa nasib keuangan PLN akan menyerupai keuangan Garuda Indonesia sangat berpeluang terjadi,” ucapnya.

 

 

Penurunan Emisi dan Rencana Kebijakan Pajak Karbon

5

Isso interfere na circulação farmaciadeconfianca.com do sangue ou para que sejam os filamentos ou cada organismo é individual ou por favor, tenha em mente que não deve tomar medicamentos contra indicados. Apenas direi que essa ferramenta realmente funciona e o Levitra começa a actuar em 15 minutos após a sua ingestão ou ou conhecer os programas educacionais da universidade.

Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP) Naik, Ini Dampaknya ke Sektor Hulu Migas

Kontan.co.id; 08 Juli 2021

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbaikan aktivitas ekonomi dunia karena adanya program vaksinasi Covid-19, turut mendongkrak harga minyak baik di pasar internasional dan dalam negeri.

Rata-rata harga minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) pada bulan Juni 2021 mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Perinciannya, pada Mei 2021 rata-rata ICP senilai US$ 65,49 per barel, kemudian naik menjadi US$ 70,23 per barel pada Juni 2021.

Pengamat energi dari ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan kenaikan harga minyak Indonesia (ICP) akan memberikan dampak positif bagi kegiatan hulu migas begitu juga dengan industri jasa penunjangnya.
“Dengan harga naik, keekonomian proyek hulu migas juga meningkat sehingga permintaan terhadap jasa penunjang juga meningkat,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (7/7).

Komaidi melihat, industri hulu migas yang sudah masuk fase produksi perlu memanfaatkan peluang ini  untuk mengkompensasi kerugian yang selama ini dialami, khususnya karena imbas pandemi.

Namun, Komaidi memberikan lampu kuning bagi industri hilir. Menurutnya hilir minyak perlu berhati-hati karena pada umumnya kenaikan harga minyak cenderung menjadi beban. “Mengingat harga BBM masih diintervensi pemerintah,” ujarnya.

Kendati sampai dengan saat ini ICP masih terpantau naik, Komaidi melihat ada peluang yang cukup terbuka bahwa harga minyak akan kembali menuju normal. Apalagi jika pandemi Covid-19 segera usai. “Sejumlah negara sudah menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang direspon positif dengan naiknya sejumlah harga komoditas,” tandas Komaidi.

Sekretaris Perusahaan PT Elnusa Tbk (ELSA), Ari Wijaya mengatakan sebagai perusahaan jasa, kenaikan harga minyak tidak serta merta berpengaruh langsung kepada bisnis ELSA utamanya sektor hulu migas.  “Sesuai pengalaman selama ini, kondisi yang kami rasakan seperti itu. Namun, kabar baik ini, tentunya akan mempengaruhi pelanggan kami (K3S) untuk membuka kran jasa eksplorasi dan perawatan sumur yang beberapa sempat ditunda,” jelasnya saat dihubungi terpisah.

Ari menegaskan, untuk memanfaatkan momentum ini, tim marketing ELSA lebih gencar menawarkan jasa yang telah siap dan dimiliki perusahaan selama ini.

Ari bilang, di tengah situasi yang belum kondusif dan berdampak pada perekonomian secara umum dan khusus pada kinerja ELSA, pihaknya tetap optimistis dapat menorehkan kinerja positif. “Hingga bulan Juni 2021, kami mencatatkan kontrak secara konsolidasi 75% dari RKAP 2021 atau setara Rp 6,5 triliun,” kata Ari.

Ada Pajak Karbon, Harga Listrik, BBM Cs Siap-Siap Naik!

CNBC Indonesia; 06 Juli 2021

Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah berencana memberlakukan pajak karbon mulai tahun depan. Dengan penerapan pajak karbon ini, maka diperkirakan akan berdampak pada kenaikan harga beberapa komoditas berbasis energi fosil.

Misalnya saja, harga Bahan Bakar Minyak (BBM), listrik yang sebagian besar bersumber dari batu bara, dan gas. Hal tersebut diungkapkan Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro. Komaidi beralasan, energi fosil di Indonesia masih mendominasi bauran energi nasional, yakni sebesar 85%-90% dari total bauran energi saat ini.

“Kalau pajak karbon diterapkan, kami dalam posisi gak pro dan kontra, tapi berikan saran ke pemerintah, kalau ini diterapkan, maka hampir semua energi fosil terdampak. BBM, listrik, gas terdampak, harganya akan lebih mahal,” ujarnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (05/07/2021).

Kenaikan harga ini menurutnya akan berdampak secara makro ekonomi karena tiga besar pengguna energi ini adalah industri, transportasi dan kelistrikan. Ketiganya punya kontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto.

“Kalau ada shock di sana, akan ada ancaman terhadap pertumbuhan ekonomi kita,” ujarnya.

Selanjutnya, biaya ekonomi akan menjadi besar, sehingga kontraksi ekonomi lebih besar. Jika kontraksi terjadi, maka ini akan berpengaruh pada penerimaan pajak.

“Penerimaan pajak akan berkurang,” lanjutnya.

Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) juga memerlukan beberapa jenis logam. Akankah pajak karbon mendorong penambangan makin masif? Apalagi, komponen dari pembuatan panel surya memerlukan baja dan tembaga.

Dari satu sisi, niat pemerintah mereduksi karbon, namun di sisi lain muncul karbon dari penambangan. Oleh karena itu, menurutnya perlu dikalkulasikan selisihnya.

“Di satu sisi berkurang 5, lalu tambah 4, apakah 1 ini korbankan kondisi ekonomi, tentu berbiaya tinggi,” tuturnya.

Kemudian, jika harga listrik ini lebih besar, akan dibebankan ke siapa? apakah konsumen dalam hal ini masyarakat dan industri secara langsung atau dari subsidi? Hal ini menurutnya juga perlu menjadi pertimbangan.

“Kalau subsidi, kantong kiri kanan, zero-zero saja. Jangan-jangan subsidi malah jauh lebih besar, maka aspek fiskal harus dikalkulasi, ini harus dikaji menyeluruh,” paparnya.