Lelang Blok Migas Tahap 1 Kurang Laku, Tahap 2 Bakal Laku?

CNBCIndonesia,30 November 2021

Pemerintah baru saja membuka lelang wilayah kerja (WK) atau blok minyak dan gas bumi (migas) tahap 2 tahun 2021. Kali ini ada delapan blok migas yang ditawarkan, terdiri dari empat blok ditawarkan melalui mekanisme penawaran langsung dan empat blok dengan mekanisme lelang reguler.

Dari lelang tahap 1 2021 pada 17 Juni 2021 lalu, hanya ada dua pemenang yakni untuk dua blok dari empat blok yang ditawarkan melalui penawaran langsung. Lalu, apakah lelang tahap 2 ini akan lebih laku daripada tahap 1?

Pri Agung Rakhmanto, Ahli Ekonomi Energi dan Perminyakan Universitas Trisakti dan juga pendiri ReforMiner Institute, mengatakan terkait dengan ketentuan-ketentuan yang ditawarkan, menurutnya sudah ada tambahan insentif atau pembaruan ketentuan untuk membuat lelang menjadi lebih menarik.

“Seperti misalnya potensi tambahan split (bagi hasil), bonus yang bisa ditawar, DMO 100% harga, tidak harus ada relinquishment (pelepasan) WK dan lain-lain,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (30/11/2021).

Akan tetapi, menurutnya hal yang sama yakni penawaran perbaikan fiskal secara prinsip menjadi hal yang selalu dilakukan di lelang-lelang sebelumnya. Dan kebijakan fiskal, imbuhnya, juga bukan satu-satunya aspek yang menentukan menarik investasi hulu migas.

“Yang penting sebenarnya tetap kualitas (prospektivitas, skala blok/perkiraan potensi cadangan) blok yang ditawarkan dan tingkat kematangan data informasi terkait blok tersebut,” jelasnya.

Faktor penting lainnya dia sebut adalah iklim investasi yang kondusif, meliputi kepastian aturan main, kebijakan fiskal yang ditawarkan, kemudahan proses birokrasi perizinan, dan pengambilan keputusan.

Lebih lanjut dia mengatakan, dengan mengamati berbagai aspek tersebut dan dengan melihat skala estimasi dari cadangan yang dapat dipulihkan dan sumber daya dari blok migas yang ditawarkan dalam lelang saat ini.

“Kemungkinan agak berat untuk bisa menarik investor kelas IOC (International Oil Company) majors,” ucapnya.

Peluang blok migas untuk laku menurutnya tetap ada, khususnya yang melalui skema joint study atau penawaran langsung.

“Bukan sekedar penawaran reguler,” lanjutnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengatakan, lelang blok migas tahap 2 2021 ini dilakukan dengan ketentuan term & conditions lelang sebagai berikut:

– Perbaikan profit split kontraktor dengan mempertimbangkan faktor risiko wilayah kerja,
- Signature bonus terbuka untuk ditawar,
– FTP menjadi 10% shareable,
– Penerapan harga DMO 100% selama Kontrak,
– Memberikan fleksibilitas bentuk kontrak (PSC Cost Recovery atau PSC Gross Split),
– Ketentuan baru relinquishment (tidak ada pengembalian sebagian area di tahun ke-3 kontrak),
– Kemudahan akses data melalui mekanisme membership Migas Data Repository (MDR)
– Pemberian insentif dan fasilitas perpajakan sesuai peraturan yang berlaku.

Transisi EBT, RI Tak Bisa Langsung Selamat Tinggal ke Energi Fosil

Sindonews.com; 27 November 2021

JAKARTA – Indonesia menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, tidak bisa langsung mengucapkan selamat tinggal kepada energi fosil . Diterangkan bahwa impor migas sangat tinggi, sehingga RI diperkirakan masih bergantung pada energi fosil hingga 2050.

“Secara paralel EBT ( Energi Baru Terbarukan ) harus dikembangkan, tetapi tidak bisa kemudian selamat tinggal fosil,” katanya dalam webinar bertajuk “Energi Bangkitkan Ekonomi di Tengah Pandemi”, di Hotel Aston Kartika Grogol, Jakarta.

Ia menyebut, target Energi Baru Terbarukan di 2025 bisa mencapai 23 persen. Tentu sisanya 25 persen dari minyak bumi dan batu bara 30 persen. Indonesia menurut dia, memiliki potensi panas bumi yang luar biasa. Kendati, data pemerintah tingkat konsumsi energi di 2050 tertinggi dari fosil.

“Pengembangan EBT harus terus didorong, tapi jangan kemudian percepatan ini langsung meninggalkan fosil. Karena sampai 2050, data pemerintah konsumsi masih besar dari fosil. Ini untuk apa? Agar tidak membebani neraca ekonomi kita,” paparnya.

Sementara itu pemerintah menegaskan terus berkomitmen memanfaatkan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam memulihkan ekonomi Indonesia melalui sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Energi. Nantinya transisi energi akan mendorong pembangunan ekonomi jangka panjang yang stabil, sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca dan menciptakan lapangan kerja.

Pemerintah juga berupaya menciptakan pasar energi terbarukan melalui program renewable energy-based industry development dan renewable energy-based economic development.

Program tersebut dirancang untuk mempercepat pemanfaatan EBT di kawasan industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) serta mendukung pengembangan ekonomi lokal di daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar).

Pada kesempatan yang sama, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan, Kementerian Energi, Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman P Hutajulu menuturkan, pemerintah terus mendorong terwujudnya ketahanan energi nasional.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014. Ketahanan energi, menurut Jisman, merupakan suatu kondisi ketersediaan energi, akses masyarakat terhadap energi dengan harga terjangkau dalam jangka panjang dengan memperhatikan aspek perlindungan lingkungan hidup.

“Akses kita telah menjangkau masyarakat tidak hanya di kota, tetapi juga mereka yang berada di pinggiran,” ujarnya.

Listrik yang terjangkau oleh masyarakat, akan mendorong pertumbuhan ekonomi hingga pertumbuhan industri. “Kondisi kelistrikan nasional ada tiga siaga di Bangka, Manokwari dan Nusa Tenggara Timur (NTT),” kata Jisman.

Untuk Bangka, lanjutnya, mengalami pengurangan. Kendati pemerintah tengah menyiapkan kabel laut untuk mensuplai listrik ke Bangka. Yang diperkirakan energi akan bertambah dua kali lipat untuk wilayah Bangka.

“Kita tengah kebut untuk kabel bawah laut dan nanti bisa mensuplai 2 kali lipat energi ke Bangka. Demikian pula Manokwari dan NTT,” ungkap Jisman

Ia menyebut energi listrik saat ini ada 73,7 gigawatt dengan kepemilikan oleh PLN 60 atau 43 gigawatt. Untuk jenisnya sendiri ada 50 persen PLTU atau 37 gigawatt, PLTG 28 persen, PLTD 7 persen, EBT 11 persen.

“Untuk rasio elektriikasi 100 persen di 2022, saat ini baru 99,4 persen, kami melaksanakan program bantuan pasang baru listrik (PBL) 450 VA bagi rumah tangga miskin,” ujar Jisman.

Ia menuturkan, pertumbuhan listrik saat ini cukup baik. Namun saat awal pandemi 2019 menurun hingga -0,8 persen. Untuk itu, menurut Jisman, pihaknya tengah mengajukan revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) baru. RUPTL 2019 pertumbuhan demand 6,4 persen.

“Untuk di 2021, berdasarkan pertumbuhan ekonomi kita tetapkan 4,9 persen. Apabila kita gunakan RUPTL lama, maka akan terjadi oversuplai dan menimbulkan cos,” katanya.

Menurut Jisman, Kementerian ESDM terus mendorong pemanfaatan EBT mencapai 23 persen di 2025 nanti. “Di RUPTL baru kami tidak ada perencanaan batubara, tidak menjadi opsi lagi,” ucapnya.

Lebih jauh dia mengungkapkan, pada RUPTL 2021-2031 ada penambahan 40,6 gigawatt. Di antaranya 10,4 gigawatt dari PLTA, PLTB 59 gigawatt, panas bumi 3,3 gigawatt dan tenaga surya 4,7 gigawatt dan sumber lainnya.

Dikatakan dia, pada 2060 nanti Indonesia menuju zero emisi. Untuk menuju kesana, peta jalan trasisi energi menuju karbon netral di antaranya: pembuatan UU EBT di 2022, pada 2025 EBT 23 persen, pada 2027 penurunan impor LPG secara bertahap, 2030 EBT 26,5 persen hingga 2060 EBT 100 persen dengan dominasi PLTS dan angin.

“PLTU/ PLTGU tidak ada tambahan, tambahan pembangkit EBT 2030 didominasi PLTS diikuti PLTB dan PLTAL. PLTP dimaksimalkan hingga 75 persen dan PLTA dimaksimalkan,” terangnya

Insentif Hulu Migas Diperlukan untuk Tingkatkan Produksi

Beritasatu.com; 22 November 2021

Jakarta, Beritasatu.com – Di tengah dorongan global untuk beralih ke energi baru terbarukan (EBT), pemerintah dinilai tetap perlu memberi perhatian lewat insentif kepada sektor hulu migas karena peran strategisnya sebagai sumber energi transisi. Secara ekonomi, sektor ini masih menjadi salah satu sumber penerimaan negara sekaligus komponen utama penggerak perekonomian nasional.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan, peningkatan investasi dibutuhkan untuk mendongkrak produksi migas. Pemerintah kata dia, harus mewaspadai laju penurunan kinerja sumur-sumur migas di Tanah Air. “Kinerja sumur berdampak langsung pada produksi migas nasional. Hal yang paling krusial adalah untuk mengantisipasi produksi migas yang menurun. Padahal konsumsi kita naik terus,” kata Komaidi, dalam keterangan yang diterima Senin (22/11/2021).

Pada tahun 2020, kontribusi hulu migas pada penerimaan negara mencapai Rp 122 triliun atau 144% dari target APBN-P 2020. Hingga kuartal tiga 2021, realisasi penerimaan negara dari sektor hulu migas mencapai US$ 9,53 miliar atau melebih target tahun ini sebesar US$ 7,28 miliar.

Dilihat dari kontribusi hulu migas menurut Komaidi, sektor ini masih realistis untuk terus dijaga dan dikembangkan. Salah satu cara yang harus dikedepankan adalah pemberian insentif. Menurut dia pemerintah sebenarnya sudah mulai terbuka terhadap insentif yang sering diusulkan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). “Inisiatif dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Usaha Hulu Migas (SKK Migas) agar blok Mahakam mendapatkan insentif dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) patut untuk diduplikasi,” kata dia.

Masih ada tiga insentif yang saat ini sedang dalam pembahasan yakni tax holiday untuk pajak penghasilan di semua wilayah kerja migas. Lalu penyesuaian biaya pemanfaatan Kilang LNG Badak sebesar US$ 0,22 per MMBTU. Selain itu, dukungan dari kementerian yang membina industri pendukung hulu migas (industri baja, rig, jasa dan service) terhadap pembahasan pajak bagi usaha penunjang kegiatan hulu migas.

SKK Migas telah mencanangkan target besar untuk tahun 2030, yaitu produksi minyak sebesar 1 juta BOPD dan gas sebesar 12 BSCFD. Tenaga Ahli Kepala SKK Migas, Luky Agung Yusgiantoro, mengatakan SKK Migas berupaya mencapai target dan memonitor pencapaian usaha-usaha yang dilakukannya. Salah satu wadahnya adalah, melalui gelaran The 2nd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2021 yang akan berlangsung dari 29 November hingga 1 Desember 2021. “Melalui konvensi ini, kami berharap kolaborasi antar stakeholder yang sudah terbangun sejak tahun lalu, dapat semakin ditingkatkan, sehingga usaha peningkatan investasi dan produksi, dapat dilakukan semakin massif,” ujarnya.

Sementara Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menyatakan peningkatan produksi migas harus terus diupayakan. Hal itu selain menjawab kebutuhan energi fosil yang tidak bisa dengan singkat menurun begitu saja, tetapi ada pengalihan penggunaan migas untuk sektor industri petrokimia. “Industri petrokimia bisa menjadi peluang, sebagai produk turunan dari migas.Selain itu, demand migas untuk sektor industri manufaktur masih dimungkinkan sampai tahun 2060,” kata Mulyanto.

Atasi Pengeboran Minyak Ilegal Butuh Payung Hukum Tertinggi

Beritasatu.com; 22 November 2021

Jakarta, Beritasatu.com – Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, untuk menekan kegiatan pengeboran minyak ilegal di sumur minyak tua diperlukan payung hukum tertinggi yang bisa mengkoordinasikan antar lembaga dari pusat sampai ke daerah.

“Karena peraturan yang sifatnya teknis selama ini terbukti tidak berhasil. Di lapangan terjadi praktik penambangan yang tidak mengedepankan good minning practice. Makanya sering kita dengar dan lihat ada pipa kebakaran, sumur menyembur, risiko-risiko itu yang perlu diminimalkan,” kata Komaidi di Jakarta, Senin (22/11/2021).

Komaidi menyarankan, dalam hal penyelesaian masalah illegal drilling dan illegal tapping itu juga tidak bisa hanya dituntaskan melalui aspek penegakan hukum saja, melainkan juga harus ada aspek ekonomi dan pendekatan kultur di setiap daerah.

“Jika tidak begitu, ditindak seperti apapun maka mereka akan kembali lagi. Lagi-lagi ini adalah persoalan ekonomi masyarakat,” ungkapnya.

Komaidi mengusulkan revisi Permen ESDM 1/2008 itu individu-individu yang melakukan illegal drilling dan illegal tapping di wadahi dalam satu payung yaitu BUMD dan Koperasi, tujuannya untuk bisa memudahkan koordinasi atau monitoring.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal merevisi Peraturan Menteri nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengelolaan Sumur Tua. Revisi beleid itu diharapkan mampu menyelesaikan kegiatan pengeboran minyak ilegal.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji sebelumnya pernah mengatakan, pihaknya akan merevisi Permen ESDM 1/2008. Hal itu untuk melegalkan BUMD dan Koperasi Unit Desa (KUD) agar bisa mengelola sumur minyak rakyat.

Adapun sumur yang boleh dikelola adalah sumur tua yang berdasarkan Permen tersebut telah dibor sebelum 1970 dan pernah diproduksi.

Insentif untuk Produksi Migas Nasional

Investor.id; 22 November 2021

Data dan informasi menunjukkan dalam beberapa tahun terakhir kinerja sektor minyak dan gas bumi (migas) Indonesia dalam tren menurun. Penurunan tercermin dari perkembangan realisasi lifting minyak bumi, lifting gas bumi, dan realisasi investasi hulu migas.

Publikasi pemerintah menunjukkan bahwa lifting minyak bumi turun dari 829 ribu barel per hari pada 2016 menjadi 707 ribu barel per hari pada 2020. Lifting gas bumi juga dilaporkan turun dari 1.188 ribu barel setara minyak per hari pada 2016 menjadi 975 ribu barel setara minyak per hari pada 2020.

Sementara realisasi investasi hulu migas dilaporkan turun dari US$ 11,60 miliar pada 2016 menjadi US$ 10,50 miliar pada 2020.

Pentingnya Insentif

Jika dibandingkan dengan era kejayaannya, penurunan produksi migas pada saat ini dapat dikatakan relatif dalam. Pada era kejayaannya, produksi minyak Indonesia tercatat mencapai ki saran 1,6 juta barel per hari. Sementara pada tahun 2020 rata-rata produksi minyak Indonesia dilaporkan sebesar 707 ribu barel per hari atau hanya sekitar 44% dari produksi minyak pada era kejayaan tersebut.

Penurunan tersebut karena saat ini Indonesia mengandalkan lapangan-lapangan migas yang sudah tua (mature field). Sementara secara teknis mature field mengalami penurunan tingkat produksi alamiah untuk setiap tahunnya. Umumnya dalam mengelola mature field adalah tidak lagi bicara mengenai meningkat kan produksi tetapi lebih bagaimana mengupayakan agar tingkat produksi tidak turun.

Penurunan produksi pada mature field tidak semata-mata karena jumlah cadangan yang turun sehingga secara volume produksi menurun. Penurunan juga menyang kut masalah keekonomian dalam proses produksinya.

Dalam banyak kasus, penurunan bukan semata volume produksi tidak dapat ditingkatkan, tetapi karena untuk meningkatkan produksi memerlukan tambahan biaya yang lebih besar, yang berdampak terhadap keekonomian proyek yang lebih rendah. Mencermati kondisi tersebut, pemerintah perlu mempertimbangkan untuk dapat memberikan insentif agar produksi migas nasional dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan.

Hal tersebut penting mengingat pem berian insentif diperlukan untuk menjaga agar keekonomian mature field tetap dapat dipertahankan atau minimal tidak mengalami penurunan signifikan.

Meskipun dari perspektif keuangan negara (APBN) pemberian insentif berpotensi mengurangi penerimaan negara dari industri hulu migas, dalam perspektif ekonomi makro kebijakan tersebut tetap penting untuk dilakukan.

Hal tersebut mengingat bahwa produksi migas Indonesia tidak hanya menyangkut masalah penerimaan APBN, tetapi juga memiliki peran penting terhadap kondisi neraca dagang, stabilitas nilai tukar rupiah, penciptaan nilai tambah ekonomi dan pembentukan produk domestik bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, dan iklim investasi di Indonesia.

Data menunjukkan bahwa salah satu kontributor utama yang menjadi penyebab defisit neraca dagang Indonesia dalam beberapa tahun terakhir adalah defisit yang terjadi pada neraca dagang migas. Meningkatnya volume impor minyak mentah, produk BBM, dan LPG akibat ber kurangnya kemampuan produksi migas domestik adalah di antara penyebabnya.

Dengan de mikian, kinerja industri hulu migas nasional juga berperan penting dalam membantu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Jika mencermati tabel inputoutput (IO) Indonesia, terlihat bahwa industri hulu migas memiliki peran penting terhadap penciptaan nilai tambah dan PDB Indonesia.

Hal tersebut karena industri hulu migas menjadi jangkar perekonomian Indonesia yang tercermin dari indicator forward linkage dan backward linkage yang cukup kuat.

Industri hulu migas tercatat m emiliki keterkaitan dengan sektor-sektor penggunanya (forward linkage) sebanyak 45 sektor ekonomi dan memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor pendukungnya (backward linkage) sebanyak 75 sektor ekonomi. Data menunjukkan sektor pengguna dan sektor pendukung industri hulu migas berkontribusi dalam pembentukan sekitar 85% PDB Indonesia dan 80% penyerapan tenaga kerja di Indonesia.

Dari aspek investasi, industri hulu migas juga memiliki peran penting terhadap realisasi investasi Indonesia. Selama periode 2015-2020 rata-rata realisasi investasi migas sekitar 26,75% dari total penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) berdasarkan pencatatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Sementara pada periode yang sama, rata-rata realisasi investasi hulu migas sekitar 23,78% dari total PMA dan PMDN berdasarkan pencatatan BKPM.

Data dan informasi yang ada ter sebut menegaskan bahwa menjaga dan meningkatkan produksi migas nasional akan memberikan dampak positif terhadap sejumlah aspek perekonomian Indonesia.

Oleh karenanya, menjadi penting bagi pemerintah untukbagaimana dapat memformulasikan kebijakan insentif yang tepat untuk membantu meningkatkan produksi migas Indonesia.

Untuk kepentingan tersebut, pemerintah dapat memberikan insentif pajak maupun non pajak. Pemerintah dapat memberikan pengurangan dan/atau pembe basan pengenaan jenis pajak tertentu untuk membantu menjaga keekonomian dari kegiatan produksi pada lapangan-lapangan migas yang sudah mature.

Insentif juga dapat diberikan melalui penambahanporsi bagi hasil untuk Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang mengelola mature field. Kemudahan dan penyederhanaan proses perizinan di tingkat pusat dan daerah juga dapat menjadi insentif tersendiri bagi KKKS.

Selain itu, peran aktif dan fungsi fasilitator dari para stakeholder seperti SKK Migas, kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, dan masyarakat di daerah penghasil seringkali juga jauh lebih bernilai dibandingkan dengan insentif pengurangan pajak itu sendiri.

Satu hal yang perlu kita pahami bersama, mengacu pada konsep production sharing contract dalam kegiatan usaha hulu migas, pada da sarnya hampir dapat dikatakan tidak akan terdapat potensi kerugian untuk negara dari kebijakanpem berian insentif.

Jika dilihat le bih lanjut, potensi berkurangnya penerimaan negara dalam jangka pen dek akibat pemberian insentif un tuk industri hulu migas tidak dapat dikategorikan sebagai kerugian.

Dalam implementasinya, Negara sesungguhnya tidak mengeluarkan uang secara riil untuk insentif yang diberikan kepada industri hulu migas. Pemberian insentif memang dapat mengurangi potensi penerimaan Negara dalam jangka pendek. Namun dalam konteks pengelolaan mature field, hampir dapat dikatakan bahwa pilihan yang tersedia adalah memberikan insentif dengan konsekuensi penerimaan Negara berkurang atau tidak ada penerimaan negara sama sekali dari mature field tersebut.

Dengan memberikan insentif, keekonomian dan produksi dari mature field dapat terjaga atau bahkan ditingkatkan. Sehingga terdapat ekspektasi masih akan terdapat penerimaan negara dari kegiatan tersebut.

Sementara itu, jika insentif yang diperlukan tidak diberikan, peluang untuk dapat menjaga dan meningkatkan produksi dari mature filed juga akan tertutup. Akibatnya, ekspektasi untuk mendapatkan penerimaan negara, baik dalam bentuk penerimaan pajak dan PNBP dari pengelolaan mature field, juga akan tertutup.

*) Direktur Eksekutif Refor- Miner Institute dan Pengajar Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti

Kementerian ESDM finalisasi insentif untuk hilirisasi batubara

Kontan.co.id; 18 November 2021

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah memfinalisasi insentif untuk hilirisasi batubara. Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM Sujatmiko mengungkapkan, pemberian insentif sebagai dukungan pemerintah untuk kelayakan ekonomi dan mempercepat hilirisasi batubara.

Sayangnya, rencana pemberian insentif ini bukanlah hal baru. Wacana pemberian insentif telah dikemukakan sejak tahun 2020 lalu. Kendati demikian, hingga saat ini pemberian insentif masih terganjal.

“Terkait insentif, satu yang dari Ditjen minerba itu royalti 0%. Ini sudah tahap finalisasi (dengan) Kementerian Keuangan untuk data-data yang dibutuhkan,” kata Sujatmiko dalam Diskusi Virtual, Kamis (18/11).

Sujatmiko menjelaskan, Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan telah menyepakati pemberian insentif ini. Kendati demikian, memang masih diperlukan tambahan data pendukung. Sayangnya, Sujatmiko tak merinci data-data yang kini masih diperlukan.

Adapun, sejumlah insentif yang masih berproses yakni insentif pemberian royalti hingga 0%  untuk batubara yang diolah dalam skema gasifikasi. Kedua, formula harga khusus batubara untuk gasifikasi. Ketiga, masa berlaku Izin Usaha Pertambangan (IUP) sesuai umur ekonomis proyek gasifikasi.

Sujatmiko menjelaskan, dua insentif lainnya tersebut diharapkan dapat memberikan jaminan pasokan batubara dengan harga sesuai keekonomian proyek dan perpanjangan operasi bagi pelaku usaha.

Merujuk data Kementerian ESDM, ada sejumlah proyek hilirisasi yang kini tengah berlangsung.

Proyek coal gasification terdiri dari tiga proyek yakni coal to methanol project oleh PT Kaltim Prima Coal (PT Bumi Resources-Ithaca Group-Air Product) dengan estimasi rampung pada 2024 mendatang. Proyek yang berlokasi di Kalimantan Timur ini diharapkan akan menghasilkan 1,8 juta ton methanol per tahun. Proyek ini kini dalam tahapan finalisasi Feasibility Study (FS) detail proyek serta pembukaan lahan.

Selanjutnya, proyek coal to DME oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Pertamina dan Air Product yang berlokasi di Tanjung Enim Sumatera Selatan dengan estimasi beroperasi di 2024 mendatang. Proyek yang ditargetkan memproduksi 1,4 juta ton DME per tahun ini kini masih dalam finalisasi kerjasama dan skema bisnis proyek serta perhitungan optimasi biaya DME.

Kedua proyek tersebut pun telah ditetapkan menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN).

Kemudian, proyek coal to methanol oleh PT Arutmin Indonesia dengan estimasi rampung pada 2025 mendatang. Proyek dengan produksi mencapai 2,8 juta ton methanol per tahun ini dalam tahapan pra -FS.

Satu proyek lainnya yakni underground coal gasification yang masih dalam skala pilot project yang dilakukan di Proyek UCG PT Kideco Jaya Agung, Proyek UCG PT Indominco di Kalimantan Timur dan PT Medco Energi Mining International dan Phoenix Energi Ltd di Kalimantan Utara.

Sujatmiko melanjutkan, berdasarkan data tahun 2020 maka sumber daya batubara mencapai 144 juta ton dengan cadangan sebesar 38,8 miliar ton. “Dengan asumsi produksi per tahun sebesar 600 juta ton maka kecukupan cadangan sekitar 65 tahun,” jelas Sujatmiko.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengungkapkan, langkah transisi energi dan mendorong pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) perlu dilakukan secara bijak.

Menurutnya, jika merujuk pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) maka ketergantungan pada energi fosil masih berlangsung hingga 2050 mendatang.

Komaidi melanjutkan, kebutuhan batubara dalam negeri mencapai sekitar 150 juta ton dimana mayoritas menyuplai kebutuhan sektor listrik. Peralihan menuju EBT berpotensi memberi dampak pada aspek fiskal.

“Produksi (batubara) sempat menyentuh kisaran 600 juta ton artinya ada 450 juta yang kita ekspor. Konteks ini yang perlu kita hati-hati karena ada devisa, pajak dan tenaga kerja. Ada beberapa aspek yang mungkin hilang kalau kita move ke EBT,” jelas Komaidi.

Komaidi menilai, kehadiran proyek-proyek hilirisasi batubara pun belum tentu dapat menyerap seluruh produksi batubara dalam negeri.

Komaidi melanjutkan, upaya transisi energi perlu dipikirkan secara bijak. Selain resiko fiskal, pemerintah perlu berkaca pada krisis energi yang terjadi di sejumlah negara Eropa beberapa waktu lalu.

Dari kejadian tersebut, tercermin betapa masih bergantungnya sejumlah negara pada energi fosil yang lebih bisa diandalkan ketimbang EBT.

Selain itu, langkah pemerintah mempercepat rencana pensiun PLTU juga perlu mempertimbangkan banyak hal khususnya pendanaan yang besar. “Untuk satu tahun, kebutuhan untuk bailout 1 GW pembangkit butuh dana sekitar Rp 5 triliun. Dampaknya bukan hanya ke ekonomi, tapi ke fiskal, APBN,” pungkas Komaidi.

Kinerja BUMN energi dan pertambangan moncer di beberapa bulan pertama tahun ini

Kontan, 12 November 2021

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) moncer di beberapa bulan pertama tahun ini. Hal ini tercermin misalnya pada rilis kinerja PT PLN (Persero) yang diumumkan pada Kamis (11/11) ini.

Dalam keterangan tertulisnya, PLN menyampaikan telah membukukan pendapatan sebesar Rp 212,8 triliun (unaudited) atau naik 4% dibandingkan realisasi pendapatan periode sama tahun 2020 yang sebesar Rp 204,7 triliun.

Executive Vice President Komunikasi Korporat dan TJSL PLN Agung Murdifi mengatakan, pencapaian kinerja positif perseroan ditunjang sejumlah langkah inovasi dan efisiensi yang dijalankan perusahaan melalui program transformasi PLN.

Langkah-langkah ini, kata Agung, mendukung PLN meningkatkan penjualan tenaga listrik dan menjaga Beban Pokok Penyediaan (BPP) tetap stabil.

Di samping itu, faktor eksternal berupa apresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing juga dipercaya turut berperan dalam capaian kinerja positif PLN.

“Sejumlah strategi perseroan untuk meningkatkan penjualan tenaga listrik dan efisiensi operasional terbukti mampu mengerek kinerja perseroan pada triwulan III-2021,” ungkap Agung.

Dampak positif program efisiensi yang dilakukan sejak awal 2020 tercermin pada penurunan BPP PLN. Tercatat, realisasi BPP triwulan III-2021 menurun sebesar 1% atau setara dengan Rp10 per kilo Watt hour (kWh)  menjadi Rp 1.345 per kWh. Sebelumnya, BPP PLN mencapai sebesar Rp 1.355 per kWh di triwulan-III 2020.

Di sisi lain, program intensifikasi dan ekstensifikasi penjualan yang dilakukan PLN juga dipercaya berperan dalam meningkatkan penjualan energi sebesar 8 juta kWh.

Tak hanya itu, PLN juga mencatat adanya penambahan jumlah pelanggan sebesar 3,6 juta pelanggan sampai dengan akhir September 2021.

Agung meyakini, dengan strategi yang dijalankan, kinerja perseroan bakal semakin membaik hingga akhir tahun, terutama dengan terus membaiknya perekonomian nasional.

“Bagi kami yang terpenting, hadirnya listrik bisa membantu memudahkan seluruh aktivitas masyarakat, meningkatkan kesejahteraan serta membantu menggerakkan perekonomian nasional,” ungkap Agung.

Kinerja mentereng juga dicatatkan oleh BUMN Holding Industri Pertambangan MIND ID, atau Mining Industry Indonesia. Sepanjang Januari-September 2021 lalu, holding BUMN pertambangan yang beranggotakan PT Aneka Tambang Tbk, PT Bukit Asam Tbk, PT Freeport Indonesia, PT Inalum (Persero) dan PT Timah Tbk itu membukukan total pendapatan sebesar Rp 63,8 triliun, lebih tinggi 35% dibandingkan realisasi periode sama tahun sebelumnya.

“Tiga kontributor terbesar pendapatan berasal dari komoditas batubara, emas dan timah. Perusahaan mencatat Net Profit Margin sebesar 15,4%, meningkat dibandingkan capaian 9M20 sebesar -3,0%,” terang CEO Grup MIND ID, Orias Petrus Moedak  dalam keterangan tertulis (11/11).

Dari pendapatan itu, MIND ID mengantongi laba Bersih Konsolidasian sebesar Rp9,8 triliun. Jika dibandingkan realisasi kinerja periode  sama tahun lalu ketika MIND ID  mencatat Rugi Bersih Rp1,4 triliun, realisasi laba bersih konsolidasian MIND ID pada Januari-September 2021 ini meroket hingga  799%.

Saat dihubungi Kontan.co.id,  Sekretaris Perusahaan MIND ID Ratih Amri mengatakan bahwa  MIND ID akan fokus untuk mendorong tingkat produksi dan penjualan Anggota MIND ID. Selain itu, perusahaan juga akan melakukan optimalisasi sinergi Grup MIND ID, mencapai milestone proyek hilirisasi dan menjaga likuiditas Perusahaan.

“MIND ID terus menempatkan perhatian pada harga komoditas global yang menurut para analis tetap memiliki peluang untuk tumbuh. Namun demikian Perusahaan tetap berupaya menjaga kinerja efisiensi sebagai upaya mitigasi volatilitas harga komoditas agar tetap memiliki daya saing usaha khususnya menutup tahun 2021,” ujar Ratih kepada Kontan.co.id.

Sementara itu, saat tulisan ini dibuat,  PT Pertamina (Persero) belum merilis laporan kinerja perusahaan di sembilan bulan pertama tahun ini.

Namun mengintip laporan keuangan interim Pertamina di semester I 2021, perusahaan pelat merah tersebut berhasil membukukan laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk alias laba bersih sebesar US$ 182,81 juta di semester I 2021.

Sebagai pembanding, sebelumnya Pertamina membukukan rugi bersih US$ 767,91 juta pada semester I 2020 lalu.

“Kinerja positif pada paruh pertama tahun 2021 ini didorong dari pertumbuhan di sisi penjualan yang  mencapai US$ 25 miliar dan EBITDA US$ 3,3 miliar, dimana keduanya naik lebih dari 22% dibandingkan tahun lalu,” terang manajemen dalam rilis tertulis kinerja semester I 2021.

Kepada Kontan.co.id, Pjs. Senior Vice President Corporate Communications & Investor Relations Pertamina Fajriyah Usman mengatakan bahwa Pertamina  akan mengupayakan optimalisasi seluruh resources, melakukan efisiensi dengan tetap memberikan pelayanan prima kepada seluruh masyarakat.

“Yang pasti adalah bahwa Pertamina selaku BUMN Energi tetap menjalankan komitmen nya untuk menyediakan, mendistribusikan dan memberikan pelayanan BBM kepada seluruh masyarakat,” kata Fajriyah saat dihubungi Kontan.co.id.

Head of Industry and Regional Research Bank Mandiri, Dendi Ramdani menilai, kinerja positif BUMN tambang dan energi didorong oleh faktor harga komoditas.

“Peningkatan kinerja BUMN bidang energi dan pertambangan pada tahun 2021 terutama didorong oleh membaiknya harga-harga komoditas sejak akhir 2020, dan pada tahun 2021 bahkan terus meningkat,” ujar Dendi saat dihubungi Kontan.co.id.

Meski begitu, Dendi mengingatkan bahwa BUMN bidang energi dan pertambangan sebaiknya mewaspadai potensi  koreksi harga ke depan. Selain itu, perusahaan menurutnya juga harus terus melakukan upaya efisiensi dan terus melakukan inovasi untuk mencari  sumber-sumber bisnis baru dan pengembangan usaha ke depan.

“Harga komoditas ke depan kemungkinan besar mengalami koreksi karena harga-harga komoditas tahun 2021 mengalami overshooting dan banyak dipengaruhi motif spekulatif akibat likuiditas yang berlebih akibat program stimulus di banyak negara yang sangat besar untuk mengatasi pandemi Covid-19,” terang Dendi.

Senada, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro juga menilai bahwa faktor peningkatan harga komoditas berperan penting dalam menopang kinerja positif BUMN pertambangan.

Selain itu, terdapat pula faktor pemulihan kondisi ekonomi yang turut menunjang kinerja positif BUMN pertambangan maupun energi.

“Saya melihatnya faktor utama karena mulai pulihnya kondisi ekonomi Mas sejakan mulai terkendalinya pandemi covid-19,” kata Komaidi kepada Kontan.co.id.

Komaidi optimistis, momentum positif ini masih bisa berlanjut sampai tahun depan sejalan dengan aktivitas perekonomian terus kembali ke arah normal.  Dalam kondisi yang demikian, Komaidi menilai bahwa BUMN energi perlu menyiapkan stok energi.

“Pemulihan energi pasti disertai dengan meningkatnya konsumsi, jangan sampai terjadi kelangkaan yang berpotensi negatif bagi perekonomian,” terang Komaidi.