Peran Penting Migas dalam Bauran Energi dan Transisi Energi

Investor.id, 21 April 2022

Peran Penting Migas

Berdasarkan data, peran migas dalam bauran energi primer global dan Indonesia saat ini dan beberapa tahun ke depan masih penting dan signifikan. Karena itu, saya menilai kesiapan dan akselerasi pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) terutama dalam merealisasikan harga yang lebih kompetitif dengan energi fosil, akan menjadi penentu kesuksesan pelaksanaan transisi energi.

Data menunjukkan porsi migas dalam bauran energi primer global 2020 sekitar 56%. Konsumsi minyak bumi global selama 2011 – 2021 tercatat meningkat sekitar 0,11% per tahun. Sementara konsumsi gas bumi global pada periode yang sama meningkat sekitar 1,78 % per tahun. Selama periode 2011-2021 migas tercatat mendominasi bauran energi primer global dengan rata-rata sekitar 53,2% terhadap total konsumsi energi global. Selama periode tersebut, porsi migas dalam bauran energi primer global rata rata tercatat meningkat sekitar 0,69% per tahun.

Sejumlah studi menyebutkan dalam skenario transisi energi, sampai dengan tahun 2030 rata-rata konsumsi migas global diproyeksikan masih akan meningkat sekitar 1,50% per tahun. Pada tahun 2030 mendatang porsi minyak bumi dalam bauran energi primer global diproyeksikan sekitar 28%. Sementara porsi gas bumi dalam bauran energi primer global pada tahun yang sama diproyeksikan sekitar 23%.

Konsumsi minyak bumi global diproyeksikan akan meningkat sebesar 16 juta barel per hari di tahun 2030. Sekitar 90% porsi peningkatannya diproyeksikan berasal dari negara-negara Non OECD terutama Tiongkok dan India. Sementara, konsumsi gas bumi global diproyeksikan akan meningkat sekitar 74 bcf per hari di tahun 2030. Sekitar 76% porsi peningkatan konsum sinya diproyeksikan berasal dari negara-negara Non-OECD.

Studi yang ada juga menyebut kan bahwa sampai dengan tahun 2030 migas diproyeksikan masih akan memegang peran penting dalambauran energi sejumlah negara maju/besar seperti Amerika Serikat, Jerman, Rusia, Australia, dan Tiongkok. Porsi minyak dan gas dalam bauran energi primer Amerika Serikat pada tahun 2030 misalnya, masing-masing diproyeksikan sekitar 34,70% dan 34%.

Berdasarkan data, selama 2011-2020 rata-rata produksi migas global tercatat meningkat sekitar 1,2% per tahun. Produksi minyak bumi rata-rata meningkat sekitar 0,52% per tahun. Sementara produksi gas bumi rata-rata meningkat sekitar 1,80% per tahun.

Data yang ada juga menunjuk kan bahwa selama sepuluh tahun terakhir produksi migas pada sejumlah wilayah mengalami peningkatan. Sejumlah wilayah yang tercatat meningkatkan produksi minyak bumi mereka di antaranya adalah Amerika Utara sebesar 3,30%, CIS 3,30%, dan Timur Tengah 0,89%. Sementara wilayah yang tercatat meningkatkan produksi gas bumi mereka di antaranya adalah Amerika Latin sebesar 3,35%, Asia Pasifik 2,74%, dan Afrika 1,23%.

Peran gas dalam bauran energi primer pembangkit listrik global juga tercatat cukup signifikan. Porsi gas dalam bauran energi primer pembangkit global tahun 2020 sekitar 22,80%. Selama 2011-2020 pertumbuhan produksi listrik dari gas sekitar 2,50% per tahun dan tercatat sebagai per tumbuhan produksi listrik terbesar dalam kelompok pem bangkit fosil.

Proyeksi IEA menyebutkan bahwa dalam skenario Net Zero Emission, pembangkit akan tumbuh untuk menggantikan fungsi PLTU. IEA mem proyeksikan sampai dengan tahun 2035 gas masih akan digunakan untuk menjembatani transisi energi global khususnya sebagai jembatan dari PLTU ke pembangkit listrik EBT.

Pengembangan pembangkit gas disebut memiliki sejumlah keunggulan yang di antaranya adalah: (1) memiliki capacity factor yang cukup tinggi dan menjadi salah satu pembangkit base load, (2) biaya investasi per MW untuk pembangkit gas lebih murah dibanding PLTU, PLTP, dan PLTN. Dan (3) penggantian PLTU dengan PLTG diproyeksikan akan menurunkan emisi sekitar 1,2 Gigaton CO dan berpotensi lebih besar jika teknologi Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) diterapkan.

Untuk Indonesia, saat ini migas juga tercatat memiliki peran penting dalam bauran energi primer dan diproyeksikan masih akan tetap penting sampai dengan tahun 2050 mendatang. Porsi migas dalam bauran energi primer Indonesia 2021 tercatat sekitar 51% dan pada 2050 porsinya diproyeksikan masih akan sekitar 44% terhadap total konsumsi energi primer Indonesia. Gas bumi tercatat memiliki kontribusi besar dalam bauran energi primer Indonesia. Saat ini porsi gas dalam bauran energi primer Indonesia sebesar 19,30% dan diproyeksikan akan terus meningkat.

Melalui RUEN pemerintah memproyeksikan porsi gas bumi dalam bauran energi primer Indonesia 2050 menjadi sekitar 24%, terbesar kedua setelah EBT. Selama 2012 2021 porsi pemanfaatan gas untuk kepentingan domestik tercatat rata-rata meningkat sekitar 1,50% per tahun. Porsi pemanfaatan gas untuk domestik meningkat dari 52% pada 2012 menjadi 65% pada 2021.

Sektor industri dan pupuk tercatat sebagai kontributor utama dalam peningkatan konsumsi gas bumi domestik. Porsi konsumsi gas bumi sektor industri dan pupuk masing-masing tercatat sekitar 26,68% dan 12,73% dari total produksi gas nasional. Penemuan cadangan migas Indonesia tahun 2020-2021 didominasi oleh gas bumi. Seperti penemuan di Bronang-02, Wes Belut, Parang-02, Rembang-3B, dan Wolai-02. Kandidat proyek strategis nasional sektor energi 2020-2024 juga didominasi dan terkait dengan pemanfatan gas bumi.

Data dan informasi yang ada tersebut menegaskan bahwa migas masih dan akan memiliki peran penting dalam bauran energi dan pelaksanaan transisi energi dunia maupun di Indonesia. Dalam perkembangannya gas kemung kinan akan memiliki peran yang lebih penting sebagai jembatan dalampelaksanaan transisi energi dari fosil menuju ke EBT.

Impor Minyak Makin Naik, Pengamat: Biaya Produksi BBM Otomatis Tinggi

Kontan.co.id, 20 April 2022

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Perhitungan harga keekonomian bahan bakar minyak (BBM) berdasarkan biaya produksi minyak di lapangan migas saja dinilai tidak proporsional. Pasalnya, tidak semua produksi minyak mentah nasional  berasal dari lapangan migas Pertamina.

Faktanya, sebagian minyak mentah yang menjadi salah satu komponen untuk BBM merupakan bagian pemerintah, produksi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) lainnya dan juga yang berasal dari pengadaan impor. Semuanya mesti dibeli Pertamina dengan harga market sehingga biaya produksi BBM akan meningkat seiring kenaikan harga minyak mentah global.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, mengatakan masyarakat harus paham bahwa pada era 80-90-an, Indonesia memang penghasil minyak cukup besar, yaitu mencapai 1,7 juta  barel per hari (bph) dan anggota aktif Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). Sedangkan konsumsi BBM domestik saat itu masih rendah, yaitu  sekitar 300 ribuan bph.

“Namun sejak 2008 kita resmi keluar dari keanggotaan OPEC karena sudah menjadi net importir. Produksi dalam negeri tak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan yang pesat sehingga harus impor.  Harga BBM saat ini mahal karena harga minyak mentahnya sedang tinggi,” kata Komaidi dalam diskusi dengan media secara virtual, Selasa (19/4).

Sebelumnya muncul perbincangan di media sosial terkait tudingan bahwa harga  jual Pertamax terlalu tinggi. BBM dengan kadar oktan (RON) 92 itu tanpa pajak diklaim harga seharusnya Rp3.772 per liter, jauh dibawah harga saat ini Rp12.209 per liter.

Komaidi menilai, tudingan tersebut salah kaprah. Hal ini mengacu pada klaim pihak yang tidak paham  yang menyebutkan bahwa produksi minyak mentah hanya Rp1.772 per liter. Padahal harga internasional per Maret 2022 mencapai Rp10.209 per liter.

“Asumsi harga minyak mentah US$19,5 per barel itu cost production dari salah satu lapangan. Bukan harga jual minyak mentah. Acuannya sudah jelas, domestik itu ICP. Harga ICP Maret US$ 113 per barel, jauh di atas asumsi dalam APBN 2022 yang US$ 63 per barel,” ujarnya.

Menurut Komaidi, konsumsi BBM saat ini 1,6 juta bph, namun produksi minyak mentah yang diolah jadi BBM kurang dari 750 ribuan bph. “Dari total produksi itu, kita hanya dapat sekitar 480 ribuan bph karena sebagian digunakan sebagai cost recovery, dikembalikan ke kontraktor sebagai bagi hasil,” ungkap dia.

Menurut Komaidi, perhitungan menyeluruh harga minyak internasional  dan domestik akan lebih  adil (fair) untuk mengetahui keekonomian harga BBM. Biaya produksi hanya bagian dari harga jual.

Ada komponen biaya lain yang sama seperti negara lain, salah satunya adalah harga minyak global, biaya pengolahan/ pengilangan,  biaya distribusi serta transportasi, termasuk penyimpanan dan lain-lain. “Selain itu, ada pajak dan margin badan usaha,” ujarnya.

Ia menyebutkan komponen harga minyak mentah relatif sama karena harga internasional. Namun komponen lainnya  bisa berbeda  tiap wilayah. Bahkan ada yang di satu negara berbeda-beda.

Komaidi mencontohkan biaya pengilangan di Balongan dan Cilacap kompleksitas beda, konsekuensinya biaya juga beda. Pajak juga beda. Belum ditambah perbedaan pada biaya transportasi distribusi.

“Kalau mau fair kita hitung menyeluruh sekian persen acuan harga internasional dan domestik. Tapi bedanya tidak jauh. Misalnya domestik ICP. Itu kalau dibandingkan WTI, ICP lebih mahal karena kualitasnya di atas Brent,” katanya.

Komaidi mengungkapkan jika harga BBM sebesar Rp14,300 per liter, untuk pengadaan minyak mentahnya saja bisa Rp10.244 per liter. Dalam kalkulasi Komaidi, satu barel minyak terdiri atas 159 liter, namun tak seluruh minyak mentah jadi BBM.

“Artinya, dari satu liter minyak mentah, yang jadi BBM hanya 0,85 liter. Sisanya residu, seperti aspal dan lain-lain. Satu barel minyak mentah  rielnya jadi BBM 135 liter, bukan 159 liter,” katanya

Subsidi BBM dan Elpiji Besar? Ini Penjelasannya

Medcom, 10 April 2022

Jakarta: Pemerintah Indonesia disebut telah memberikan subsidi besar terhadap bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dan pertalite serta elpiji kemasan 3 kilogram. Subsidi ini membuat harga tetap terjangkau untuk konsumen masyarakat bawah.

Pengamat energi Komaidi Notonegoro mengatakan harga jual solar dan pertalite yang menjadi BBM penugasan serta LPG 3 kg merupakan domain pemerintah.

“Untuk Pertalite kemungkinan pertimbangan karena volumenya cukup besar jadi ada kehati-hatian dari pemerintah untuk menaikkan harganya,” katanya di Jakarta, Minggu, 10 April 2022.

Harga BBM Indonesia termurah se-Asia Tenggara

Berdasarkan data, harga BBM di Indonesia termasuk sebagai salah satu yang termurah di regional. Harga BBM Indonesia hanya tercatat lebih tinggi dibandingkan Malaysia karena pemerintah Malaysia memberlakukan kebijakan subsidi untuk BBM yang dijual di dalam negeri mereka.

“Untuk RON 95, Malaysia menetapkan Rp6.965 per liter. Indonesia setara Rp16.500, lebih murah ketimbang Singapura Rp30.208, Thailand Rp19.767 per liter, Filipina Rp20.828 per liter, Vietnam Rp18.647 per liter, dan Kamboja Rp20.521 per liter,” terang dia.

Harga BBM Indonesia menggunakan rujukan Permen ESDM No.20/2021 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Harga BBM RON 92 (jenis BBM umum) dihitung menggunakan formula biaya perolehan (bahan baku & pengolahan) + biaya distribusi + biaya penyimpanan + margin usaha + PPN + PBBKB.

“Berdasarkan formulasi tersebut harga keekonomian BBM RON 92 saat ini berada pada kisaran Rp15.000 – Rp17.000 per liter,” ujarnya.

Harga jual Pertamax cukup murah

Adapun Pertamina menetapkan harga jual BBM RON 92 atau pertamax per 1 April 2022 sebesar Rp12.500 setelah hampir tiga tahun lamanya tidak mengalami penyesuaian. Kenaikan tersebut dipengaruhi sejumlah faktor, terutama harga minyak mentah dunia dan kurs dolar AS terhadap mata uang rupiah serta daya beli masyarakat. Padahal, beberapa pesaing Pertamina berkali-kali menaikkan harga, termasuk terakhir pada pertengahan pekan ini.

Hingga akhir pekan ini, pertamax adalah satu-satunya BBM RON 92 paling murah harganya. Sementara badan usaha lain kembali menaikkan harga BBM RON tersebut. Vivo misalnya, menaikkan Revvo 92 (RON) 92 menjadi Rp12.900 dan BP 92 (RON 92) yang dijual di SPBU BP-AKR Rp12.990. Adapun V-Power (RON 92) Shell dijual Rp16.500 per liter.

Hans Kwee, analis komoditas yang juga Direktur Ekuator Swarna Investama, mengatakan wajar bahwa harga BBM termasuk juga LPG, saat ini dalam tren naik karena kedua komoditas tersebut mengalami gangguan pasokan akibat geopolitik global.

Sebagian besar kenaikan akhir-akhir ini karena perang di Ukraina di mana negara anggota NATO mengurangi pembelian gas dan minyak Rusia dan mencari sumber lain.

Hans mengapresiasi sikap pemerintah dan Pertamina yang tidak menaikkan harga biosolar, pertalite, dan LPG 3 kg. Pasalnya, ketiga komoditas tersebut dikonsumsi masyarakat kelas menengah ke bawah dan dipakai untuk transportasi publik dan barang dan jasa.

“Bila tiga komponen ini naik, inflasi akan naik tinggi dan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah akan sangat terganggu,” ujarnya.

Migas masih mendominasi, target EBT 23% dipastikan tetap tercapai

Alenia.id, 07 April 2022

Pemerintah memiliki target mencapainet zero emission (NZE) pada 2060 mendatang atau lebih cepat. Dalam jangka yang lebih dekat, pemerintah juga memiliki target bauran energi 23% pada 2025.

Sementara itu, laporan Reforminer Institute menyebut, minyak dan gas (Migas) masih memiliki peran penting di dalam bauran energi primer, baik secara global dan Indonesia. Direktur Jenderal (Dirjen) Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menjelaskan, dalam proses transisi memang energi fosil masih tetap diperlukan.”Indonesia telah menetapkan target net zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat. Dalam proses menuju kesana diperlukan transisi energi dari yang sekarang berbasis fosil menuju energi bersih,” ucapnya kepada Alinea.id, Kamis (7/4).

Dadan membenarkan jika di dalam proses transisi ini peran Migas masih tetap dominan. Namun, secara bertahap akan digantikan dengan energi bersih.

“Dalam proses ini, Migas masih tetap dominan dan secara bertahap turun digantikan energi bersih,” ujarnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, target bauran energi 23% pada 2025 akan tetap diusahakan tercapai, khususnya yang berbasis listrik. Menurutnya, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN periode 2021-2030 yang telah disusun, dipersiapkan untuk mencapai bauran EBT 23% pada 2025.

“Target 23% di 2025 tetap diusahakan untuk bisa dicapai khususnya untuk yang berbasis listrik,” tuturnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, dalam laporannya mengatakan, kesiapan dan akselerasi pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) terutama dalam merealisasikan harga yang lebih kompetitif dengan energi fosil, akan menjadi penentu kesuksesan pelaksanaan transisi energi.

Menurutnya, saat ini Migas masih memiliki peran penting dalam bauran energi primer global. Porsi Migas dalam bauran energi primer global 2020 sekitar 56%. Konsumsi minyak bumi global selama 2011-2021 tercatat meningkat sekitar 0,11% per tahun.

“Sementara konsumsi gas bumi global pada periode yang sama meningkat sekitar 1,78% per tahun,” ucapnya dalam laporan Reforminer Institute, Rabu (6/4).

Selama periode 2011-2021, Migas mendominasi bauran energi primer global dengan rata-rata porsi sekitar 53,2% terhadap total konsumsi semua jenis energi global.

“Selama periode tersebut, porsi Migas dalam bauran energi primer global rata-rata meningkat sekitar 0,69% per tahun,” tuturnya.

Migas masih punya peran penting dalam bauran energi global

Alinea.id, 06 April 2022

Minyak dan gas (Migas) masih memiliki peran penting di dalam bauran energi primer, baik secara global dan Indonesia. Saat ini dan beberapa tahun ke depan perannya masih akan signifikan.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, dalam laporannya mengatakan, kesiapan dan akselerasi pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) terutama dalam merealisasikan harga yang lebih kompetitif dengan energi fosil, akan menjadi penentu kesuksesan pelaksanaan transisi energi.

Menurutnya, saat ini Migas masih memiliki peran penting dalam bauran energi primer global. Porsi Migas dalam bauran energi primer global 2020 sekitar 56%. Konsumsi minyak bumi global selama 2011-2021 tercatat meningkat sekitar 0,11% per tahun.

“Sementara konsumsi gas bumi global pada periode yang sama meningkat sekitar 1,78% per tahun,” ucapnya dalam laporan Reforminer Institute, Rabu (6/4).

Selama periode 2011-2021, Migas mendominasi bauran energi primer global dengan rata-rata porsi sekitar 53,2% terhadap total konsumsi semua jenis energi global.

“Selama periode tersebut, porsi Migas dalam bauran energi primer global rata-rata meningkat sekitar 0,69% per tahun,” tuturnya.

Berdasarkan skenario transisi energi, sampai 2030 rata-rata konsumsi migas global diproyeksikan meningkat sekitar 1,50% per tahun. Pada tahun tersebut, porsi minyak bumi dalam bauran energi primer global diproyeksikan sekitar 28%. Sementara, porsi gas bumi dalam bauran energi primer global diproyeksikan sekitar 23%.

Konsumsi minyak bumi global diproyeksikan akan meningkat sekitar 16 juta barel per hari (bph) pada 2030. Sekitar 90% porsi peningkatan konsumsi minyak bumi global diproyeksikan berasal dari negara-negara Non-OECD terutama China dan India.

“Konsumsi gas bumi global diproyeksikan akan meningkat sekitar 74 bcf per hari di tahun 2030. Sekitar 76% porsi peningkatan konsumsi gas bumi global diproyeksikan berasal dari negara-negara Non-OECD,” katanya.

Lebih lanjut disampaikan, sampai dengan 2030, Migas diproyeksikan masih akan memegang peran penting dalam bauran energi sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat, Jerman, Rusia, Australia, dan China.

“Porsi minyak dalam bauran energi primer Amerika Serikat tahun 2030 diproyeksikan sekitar 36% dan porsi gas sekitar 31%,” ujarnya.

Pengguna Pertamax Migrasi ke Pertalite, Seberapa Banyak? Ini Hitung-hitungannya

Investor,id, 02 April 2022

JAKARTA, investor.id – Setelah penyesuaian harga BBM non-subsidi Gasoline RON 92 (Pertamax) dari Rp 9.000 per liter menjadi Rp 12.500 per liter mulai 1 April 2022, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan memproyeksikan akan terjadi migrasi pengguna Pertamax ke Pertalite yang saat ini harganya Rp 7.650 per liter. Namun, Mamit memprediksi kenaikan pengguna Pertalite tidak besar atau hanya sekitar 20% dan itu berlangsung sesaat, terutama pada awal kenaikan harga Pertamax.

“Penyesuaian harga ini bentuk kepedulian Pertamina karena tidak sampai dinaikkan sesuai harga keekonomian yang Rp 16.000 per liter. Dengan kenaikan ini, saya kira tidak akan mendorong migrasi yang terlalu besar. Memang akan ada migrasi di awal, tetapi seiring berjalannya waktu, mereka akan kembali ke Pertamax karena merasakan perbedaan kualitas antara Pertamax dan Pertalite. Apalagi, Pertamax ini mayoritas dikonsumsi oleh kalangan menengah ke atas,” kata Mamit Setiawan.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro juga punya pandangan yang sama. Paska penyesuaian harga ini, potensi migrasi dari Pertamax ke Pertalite akan selalu ada, namun ia meyakini jumlahnya terbatas.

“Kalau yang saya lihat, mungkin yang roda dua ada peluang pindah ke Pertalite. Tetapi kalau roda empat, untuk turun ke Pertalite biasanya agak susah,” kata Komaidi.

Sementara itu, Pjs Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting menyampaikan, dengan harga baru Pertamax, Pertamina berharap masyarakat tetap memilih BBM non-subsidi yang lebih berkualitas karena harga barunya masih terjangkau, khususnya untuk masyarakat mampu yang selama ini menggunakan pertamax.

“Penyesuaian harga Pertamax menjadi Rp 12.500 per liter ini masih lebih rendah Rp 3.500 dari nilai keekonomiannya. Ini kita lakukan agar tidak terlalu memberatkan masyarakat,” ujar Irto.