Friday, November 22, 2024
HomeReforminer di MediaArtikel Tahun 2018Alarm untuk Pemerintah Atas Kebijakan Wajib Jual Minyak ke Pertamina

Alarm untuk Pemerintah Atas Kebijakan Wajib Jual Minyak ke Pertamina

Pri Agung Rakhmanto;
Dosen FTKE Universitas Trisakti, Pendiri ReforMiner Institute dan
Ketua Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI)

KATADATA: Minggu, 26 Agustus 2018

Jika pemerintah tidak hati-hati, alih-alih menghemat devisa, kebijakan itu bisa membuat investasi turun.

Berdasarkan informasi yang berkembang, pemerintah berencana menerapkan kebijakan agar seluruh minyak mentah yang selama ini diekspor dan utamanya adalah bagian Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), dapat dibeli Pertamina. Kebijakan ini dapat diinterpretasikan bahwa KKKS wajib menjual minyak mentah bagian mereka kepada Pertamina.

Jika interpretasi itu benar, maka pemerintah perlu mempertimbangkan dan mengkaji kembali kebijakan tersebut. Terutama mengenai rasio manfaat dan biaya dari kebijakan tersebut.

Dengan asumsi pembelian minyak itu menggunakan harga pasar, potensi penghematan devisa yang dapat diperoleh secara konseptual hanyalah dari selisih harga impor minyak mentah dengan harga eskpor minyak mentah dikali dengan volume minyak mentah yang menjadi bagian kontraktor yang selama ini diekspor. Dalam formula bisa digambarkan sebagai berikut ((harga impor – harga ekspor) x volume ekspor).

Artinya, potensi penghematan devisa yang dapat diperoleh secara konseptual hanyalah dari perbedaan biaya pengadaan pembelian minyak mentah. Dalam hal ini sebagian besar kemungkinan adalah biaya Akan tetapi melihat fakta geografis Indonesia dan lokasi sumber-sumber minyak KKKS yang ada, penghematan biaya transportasi yang diharapkan kemungkinan tidak selalu dapat terjadi. Misalnya, biaya transportasi ketika membeli minyak Singapura atau Malaysia belum tentu lebih mahal daripada yang berasal dari Papua.

Jika benar ada selisih biaya transportasi yang diharapkan, dari sisi manfaat, perkiraan potensi penghematan yang dapat diperoleh kurang lebih dapat mencapai rentang US$ 100 – 500 juta per tahun (rata-rata dengan data 2014 – 2017: sekitar US$ 350 juta). Kebijakan itu kurang lebih dapat mengurangi defisit neraca perdagangan migas dalam kisaran 1% – 10% lebih (rata-rata dengan data 2014-2017: sekitar 5,5%). Potensi penghematan tersebut tergantung harga, volume, dan sumber minyak mentah yang diekspor atau impor, dan kondisi pasar minyak saat itu.

2018_08_26-11_39_35_91e865ba0bf124982a6843681dc5c874

Di sisi lain, jika kebijakan kewajiban tersebut diterapkan, terdapat potensi masalah yang perlu menjadi catatan dan perhatian pemerintah.  Kebijakan ini berpotensi melanggar kontrak kerja sama (Production Sharing Contract/PSC) yang selama ini diberlakukan (dishonored of contract sanctity).

Praktik tidak menghormati kontrak bisnis yang telah disepakati para pihak, dikhawatirkan akan makin memberikan sinyal yang tidak kondusif bagi minat dan masuknya investasi (devisa) di sektor hulu migas. Indonesia dapat dipandang sebagai negara yang tidak konsisten di dalam memegang perjanjian usaha dan juga tidak ramah kepada investasi.

Nilai investasi hulu migas sendiri diketahui sudah menunjukkan tren yang menurun selama beberapa tahun terakhir. Adapun hingga semester I tahun 2018, investasi hulu migas mencapai US$ 3,9 miliar.

2018_08_26-13_08_30_9b14032b516abbdc4ed0a5372b3fabd3

Apabila hingga akhir tahun ini diasumsikan ada penurunan investasi sebesar 10% dari tahun 2017, maka pemerintah kehilangan US$ 930 juta. Itu sudah lebih besar dari potensi penghematan devisa sekitar US$ 100 – 500 juta per tahun.

Alhasil, kebijakan yang lebih tepat mungkin adalah dengan mendorong Pertamina agar dapat sebanyak mungkin membeli minyak mentah yang diproduksikan KKKS di tanah air. Namun, itu sebaiknya dilakukan melalui mekanisme bisnis biasa (Business to Business/b to b) dan tidak perlu dengan menerapkan suatu kebijakan yang dapat menimbulkan permasalahan dan ketidakpastian baru di industri hulu migas.

Untuk membantu Pertamina dalam hal penghematan biaya pengadaan minyak mentah, pemerintah dapat memberikan harga khusus yang memang menjadi bagian negara bukan kontraktor. Jadi, tujuan penghematan devisa jangan sampai dilakukan melalui kebijakan atau cara-cara yang justru dapat menghambat masuknya investasi yang akan menghasilkan devisa itu sendiri.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments