Komaidi Notonegoro
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute
Email: komaidinotonegoro@gmail.com
www.sindonews.com; Rabu, 29 Agustus 2018
Seperti yang telah disampaikan kepada publik, pemerin tah me mutuskan menambah subsidi BBM jenis solar sebesar Rp1.500 untuk setiap liternya.
Subsidi solar yang sebelumnya ditetapkan sebesar Rp500 per liter, saat ini disesuaikan menjadi Rp2.000 per liter. Penyesuaian tersebut merupakan respons terhadap harga minyak dunia yang saat ini terpantau sekitar USD24 per barel, lebih tinggi dari asumsi APBN 2018. Subsidi solar tersebut di tetap kan berlaku untuk 2018 dan akan dilanjutkan lagi pada tahun anggaran 2019. Ke men – terian Keuangan me nyam paikan bahwa secara prinsip pi haknya telah menyetujui nominal penambahan subsidi solar tersebut. Alokasi penambahan subsidi disampaikan akan tetap menggunakan pos yang sudah ada.
Jika ditinjau dari aspek ang – garan, penyesuaian alokasi ang – garan subsidi solar tersebut merupakan hal yang lazim. Hal yang sama dilakukan peme rin – tah sebelumnya yang juga ter – catat melakukan penyesuaian subsidi BBM ketika harga minyak meningkat. Bahkan di dalam UU APBN untuk tahun ang – garan tertentu, secara khusus pemerintah diberikan ruang un tuk dapat menyesuaikan ke – bijakan pengelolaan subsidi BBM ketika ICP terdeviasi dalam batasan tertentu dari asum – si yang ditetapkan di APBN.
Perlu Tertib AnggaranÂÂ
Jika dibandingkan pe me rin – tahan sebelumnya, pilihan ke – bijakan penyesuaian subsidi BBM yang diambil pemerintah saat ini relatif berbeda. Sebe – lum nya, penyesuaian kebijakan anggaran termasuk penam bah – an atau pengurangan subsidi BBM tercatat hampir selalu di – lakukan melalui mekanisme APBN Perubahan (APBN-P). Sementara untuk penye – suaian subsidi solar pada tahun ini, pemerintah memutuskan me milih untuk tidak melalui me kanisme APBN-P 2018. Pe – merintah berpendapat bahwa penambahan subsidi solar pada tahun ini dapat dilakukan tanpa harus mengusulkan APBN-P untuk tahun anggaran 2018.
Dilihat dari sudut pandang penyederhanaan proses, pilihan pemerintah tersebut relatif dapat dipahami. Penyusunan dan pembahasan APBN Pe rubahan yang melibatkan DPR memang tidak sederhana. Pem bahasan APBN yang memang merupakan bagian dari ke putusan politik kerap memang sulit terhindar dari politisasi di dalam prosesnya. Akan tetapi, meskipun di dalam prosesnya tidak selalu sederhana, pelaksanaan kebija – kan anggaran harus tetap di la – ku kan sesuai koridor dan keten – tuan regulasi yang ada. Dalam hal ini, UU Keuangan Negara (UU Nomor 17/2003) jelas meng amanatkan bahwa Ke – uangan Negara termasuk di dalamnya pengelolaan subsidi BBM harus dilakukan secara tertib dan taat pada peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pasal 3 ayat (5) UU Keuangan Negara menetap kan bahwa semua penerimaan yang menjadi hak dan penge luaran yang menjadi kewajiban negara dalam tahun anggaran yang ber – sangkutan harus di ma sukkan dalam APBN. Jika mencermati ketentuan ter se but, penam – bahan alokasi ang garan subsidi solar tersebut ten tu harus dimasukkan dalam APBN 2018. Karena di dalam APBN 2018 alokasi anggaran tersebut belum ditetapkan, kemudian diperlukan APBN-P 2018. UU Perbendaharaan Negara (UU Nomor 1/2004) juga melakukan pengaturan yang relatif sama. Pasal 3 ayat (4) UU ini menetapkan bahwa semua pe ngeluaran negara, termasuk sub sidi dan bantuan lainnya yang sesuai dengan program peme rintah pusat, dibiayai dengan APBN.
Dalam ketentuan yang lain, UU Perbendaharaan Ne gara mela – rang setiap pejabat me l akukan tindakan yang ber akibat penge – luaran atas beban APBN jika anggaran untuk mem biayai pe – ngeluaran ter se but tidak ter se – dia atau tidak cu kup tersedia. Jika mencermati ketentuan UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara ter sebut, terdapat benang merah yang sama yaitu bahwa kebi – jakan anggaran harus di la ku – kan secara tertib. Semua bentuk atau jenis pengeluaran negara, termasuk di dalamnya penam – bahan subsidi solar tersebut harus dimasukkan melalui mek anisme APBN. Dalam konteks penganggaran, memang kemudian pemerintah dapat menggeser pos pengeluaran yang satu kepada pos pengeluaran yang lain.
Dalam hal ini pemerintah juga dapat menggunakan tambahan penerimaan yang diperoleh dari kenaikan harga minyak untuk membiayai tambahan pengeluaran subsidi solar tersebut. Kemungkinan yang lain ang – garan subsidi solar yang se – mestinya menjadi pengeluaran negara melalui APBN juga dapat digeser menjadi beban BUMN yang menjadi pelaksana PSO. Mencermati ketentuan re – gu lasi dan perkembangan yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir, terutama dalam kai – tan nya dengan kebijakan penge lolaan subsidi BBM, pemerintah perlu meningkatkan aspek tertib anggaran.
Pen ingkatan tertib anggaran di per lukan untuk meningkatkan trans paransi, termasuk me misahkan secara tegas mana yang seharusnya menjadi domain administrasi pemerintah dan mana yang menjadi domain administrasi usaha (BUMN). Lebih dari itu semua, pe laksanaan tertib anggaran juga memiliki peran strategis untuk menjaga dan melindungi aparatur negara, khususnya untuk pihak-pihak yang menjadi pelaksana anggaran. Jangan sam pai penambahan subsidi solar yang notabene memiliki tujuan yang baik justru menjadi temuan di kemudian hari hanya karena prosesnya dilakukan melalui mekanisme yang tidak tertib anggaran.