Bisnis.com; 3 Maret 2019
Bisnis.com, JAKARTA — Praktik distribusi tabung gas elpiji bersubsidi 3 kilogram yang tidak tepat sasaran ternyata masih berlangsung hingga kini. Untuk itu, pemerintah harus segera menata kembali tata niaga produk yang kerap disebut ‘gas melon’ tersebut.
Kebocoran subsidi gas elpiji 3 kilogram menjadi topik headline koran cetak Bisnis Indonesia edisi Selasa (5/3/2019). Berikut laporannya.
Dari hasil penelusuran yang dilakukan Bisnis, di tengah kebutuhan akan gas tabung sangat besar, masyarakat yang berstatus tidak berhak pun menginginkan elpiji 3 kg. Ibarat peribahasa ada gula ada semut, banyak orang yang berebut tabung LPG 3 kg yang dijual murah karena bersubsidi.
Bahkan, praktik membeli ‘gas melon’ secara komersial sangat mudah dilakukan. Siapa pun bisa membelinya. Jumlah pemesanan pun bisa mencapai ratusan tabung sekali order.
“Kalau pesan sekarang hari Senin, besok bisa sampai. Stoknya ada terus kok,†ujar Anto, salah satu penjual LPG bersubsidi 3 kg kepada Bisnis melalui sambungan telepon, Senin (4/3/2019).
Di sejumlah platform online, dia mengklaim tokonya sebagai pusat tabung gas se-Jabodetabek.
Bila pemesanan mencapai 100 unit, harga gas melon dipatok Rp123.000 per tabung. Pemesanan 50 unit dibanderol lebih mahal Rp2.000, yakni Rp125.000 per tabung.
Biaya ongkos kirim per 100 tabung atau sekali jalan dipatok Rp150.000.
Anto mengklaim LPG 3 kg yang ditawarkannya adalah tabung rollingan atau tabung yang keluar masuk pengisian gas di PT Pertamina. Dengan demikian, keaslian produk terjamin.
Anto bisa jadi cuma salah satu contoh. Masih banyak kejadian penjualan salah sasaran lainnya. Sejatinya, elpiji 3 kg dengan harga murah diperuntukkan bagi masyarakat tertentu.
Dalam Peraturan Presiden No. 104/2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian Dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram sebenarnya telah disebutkan bahwa produk itu hanya bagi rumah tangga dan usaha mikro.
Kriteria penerima subsidi segmen rumah tangga ialah yang memiliki pendapatan Rp350.000 per kapita per bulan, tembok rumah tak permanen, dan lantai rumah tidak permanen.
Adapun, kriteria usaha mikro yang dimaksud yakni usaha kecil yang dikelola rumah tangga dengan dengan aset maksimal Rp50 juta, dan omzet maksimal Rp300 juta per tahun.
Namun, keÂnyaÂtaannya praktik di lapangan dan platform online, keÂrap terjadi peÂnyelewengan disÂtriÂbusi, sehingga ‘Si Melon’ tidak haÂnya dinikmati dua keÂlompok tersebut.
Direktur Eksekutif Reforminer InstiÂtute Komaidi NoÂtonegoro meÂngaÂtakan selama ini belum ada batasan yang jelas mengenai pihak yang berhak, dan yang tidak berhak menggunakan LPG 3 kg.
“Ada juga orang yang dinilai kaya, tetapi tetap membeli karena merasa berhak,†ujarnya, Minggu (3/3).
Akibatnya, kuota LPG terus meningkat dan subsidi terus membengkak.
Selain itu, Komaidi mengatakan selama ini distribusi gas melon masih mengÂgunakan skema terbuka.
Hal itu menyebabkan penyalur atau agen cenderung kebingungan dalam mengidentifikasi kriteria pembelinya.
Untuk itu, pemerintah harus memperbarui basis data masyarakat maupun usaha mikro yang berhak menerima bantuan.
Setelah membenahi hal-hal tersebut, Komaidi berharap ada sanksi tegas terhadap pihak yang terbukti melakukan penyalahgunaan. Sayangnya, UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi tidak mengatur sanksi pidana terkait penyalahgunaan LPG 3 kg.
Di sisi lain, dalam upaya menekan subsidi dan impor LPG, pemerintah juga menjalankan program jaringan gas yang akan disambungkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
IDENTITAS SPESIFIK
Secara terpisah, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) III Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana) Juan Tarigan menilai distribusi LPG 3 kg yang belum tepat sasaran akibat tidak adanya peraturan spesifik mengenai identitas penerima. Oleh karena itu, pelaku usaha kesulitan melakukan klarifikasi di lapangan.
“Saat kami akan menjalankan distribusi sesuai aturan, terkadang malah bentrok dengan konsumen yang merasa pantas mendapatkan gas 3 kg,†kata Juan.
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengusulkan distriÂbusi LPG dengan mengÂgunakan skema kartu.
“Itu seharusnya diberikan langsung saja. Bisa juga dibaÂrengi dengan pemberian subsidi listrik. Itu langsung masuk ke kartunya. Tapi skema itu belum final,†kata Jonan.
Jonan menambahkan, menurut rencana harga LPG 3 kg dan LPG 5,5 kg ke atas akan mengikuti harga keekonomian.
Harga subsidi hanya berlaku jika pembeli dapat menunjukkan kartu bantuan sosial yang dimiliki.