Bisnis.com; 11 Juni 2020
Harga minyak dunia yang secara rata-rata turun dan bergerak pada rentang US$20—US$40 per barel membuat lapangan-lapangan migas yang ada di Indonesia menjadi hanya bisa berupaya untuk bertahan.
Bisnis.com, JAKARTA – Pemangkasan target lifting minyak dan gas bumi tahun ini yang ditetapkan SKK Migas dianggap realistis jika melihat kondisi industri hulu migas saat ini.
Staf Pengajar Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto mengatakan bahwa revisi target lifting tersebut secara umum merupakan hal yang wajar.
Pasalnya, harga minyak yang secara rata-rata turun dan bergerak pada rentang US$20—US$40 per barel membuat lapangan-lapangan migas yang ada di Indonesia menjadi hanya bisa berupaya untuk bertahan.
Dengan demikian, jika SKK Migas telah melakukan revisi, maka secara teknis memang sudah diperkirakan target yang sebelumnya tidak akan tercapai atau tidak dapat lebih tinggi lagi.
Selain itu, turunnya target investasi tahun ini menggambarkan adanya pemotongan belanja yang dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), dan pemunduran atau bahkan pembatalan proyek tertentu.
“Dalam kondisi saat ini, situasinya dapat dikatakan memang lebih ke arah survival saja, dapat tetap beroperasi dengan baik, tidak ada penutupan sumur atau lapangan, tidak ada pengurangan tenaga kerja, itu sudah cukup,” katanya kepada Bisnis, Kamis (11/6/2020).
Lebih lanjut, dari revisi tersebut akan berdampak terhadap anggaran-anggaran yang dikeluarkan oleh KKKS) yang sifatnya ekspansif.
Biaya-biaya pengembangan lapangan, pengeboran, dan eksplorasi nantinya akan dapat dipotong yang berujung pada pemangkasan target lifting tersebut.
Sementara itu, untuk kegiatan hulu migas, revisi itu berdampak terhadap penerimaan negara yang akan turun dengan asumsi dari kombinasi target lifting dan harga komoditas yang juga turun.
Dari situ, penerimaan dari sektor migas diproyeksikan bisa turun lebih dari 40 persen dari asumsi APBN semula.
“Tren penurunan produksi dan cadangan akan berlanjut dan makin cepat terjadi karena makin berkurangnya alokasi anggaran untuk kegiatan pengembangan lapangan dan eksplorasi. Tahun depan, lifting mungkin sudah mulai di kisaran 600.000-700.000 bpod saja,” jelasnya.
Di lain pihak, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi pemangkasan target lifting dan investasi oleh SKK Migas dianggap realistis.
Menurut dia, keputusan itu dapat berdampak positif terhadap operasional KKKS.
“Di tengah harga minyak dunia turun akibat dampak Covid-19, KKKS akan mengurangi produksi untuk menekan cost,” katanya kepada Bisnis, Kamis (11/6/2020).
Sementara itu, pemangkasan target investasi dinilai tidak akan menyebabkan investor mundur dari proyek hulu yang telah disepakati.
Namun pengurangan target investasi itu sifatnya membatalkan proyek-proyek di hulu yang hingga kini belum ditawarkan.
“Penurunan capaian tahun ini masih bisa ditingkatkan pada tahun-tahun mendatang,” tuturnya.
Di lain pihak, Pengamat hulu migas Tumbur Parlindungan berpendapat, keputusan yang diambil SKK Migas seiring sejalan dengan kondisi yang ada di lapangan.
Menurut dia, turunnya target itu pastinya berasal dari keadaan yang dialami KKKS pada saat ini karena banyak aktivitas yang tertunda dan juga menyebabkan turunnya investasi dari yang ditargetkan.
“Harga minyak masih rendah, dampaknya akan netral untuk KKKS karena berkurangnya aktivitas dan menurunnya produksi,” jelasnya.
Sebelumnya, SKK Migas merevisi turun target lifting minyak dan gas bumi tahun ini dengan mempertimbangkan kondisi di sektor hulu saat ini.
Adapun, target lifting minyak direvisi menjadi 705.000 barel oil per day (bopd) dan target lifting gas direvisi menjadi 5.536 mmscfd.
Selain itu, SKK Migas turut memangkas target investasi di sektor hulu migas menjadi US$11,8 miliar dari target semula untuk tahun ini US$13,8 miliar. Per Mei 2020, investasi hulu migas telah mencapai US$3,93 miliar.