CNBC, 22 September 2020
Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru saja mengungkapkan perkiraan ekonomi Indonesia di kuartal III 2020 ini berada di kisaran minus 2,9% sampai minus 1,0%. Ini artinya, Indonesia masuk ke resesi ekonomi, karena pada kuartal II 2020 ekonomi juga sudah mengalami minus 5,32%.
Ketika negara mengalami resesi ekonomi, apakah harga bahan bakar minyak (BBM) perlu diturunkan, mengingat daya beli masyarakat juga akan menurun selama resesi?
Menurut Pri Agung Rakhmanto, ahli ekonomi energi dan juga pendiri ReforMiner Institute, jika harga BBM diturunkan memang secara relatif akan menjadi lebih rendah atau lebih terjangkau masyarakat, tergantung seberapa besar penurunan harganya. Namun ini tidak menjamin akan mendorong konsumsi masyarakat karena daya beli yang memang turun dan kondisi pandemi Covid-19 ini juga membuat tingkat konsumsi turun.
“Jadi, hal yang mestinya merupakan sisi positif dari diturunkannya harga BBM ini pun menjadi tidak pasti karena kondisi yang ada,” tuturnya kepada CNBC Indonesia melalui pesan singkat pada Senin (22/09/2020).
Lalu, dari sisi faktor yang sangat memengaruhi perhitungan harga BBM seperti harga minyak dan kurs, menurutnya resesi ekonomi Indonesia tidak berkaitan langsung dengan level harga minyak dunia. Nilai tukar rupiah (kurs) juga berpotensi melemah ketika resesi, sehingga justru akan semakin menaikkan biaya dalam pengadaan BBM.
“Jadi dari sudut pandang biaya, sebetulnya relatif tidak ada relevansi untuk menurunkan harga BBM ketika ekonomi nasional resesi, selain untuk mencoba mengangkat daya beli dan konsumsi, yang berdasarkan penjelasan di atas tidak pasti,” jelasnya.
Menurutnya penurunan harga BBM akan berdampak pada keuangan Pertamina dan badan usaha lain penyedia BBM. Dalam hal ini, lanjutnya, harus dihitung secara matang antara potensi manfaat yang diperoleh dengan risiko yang mungkin timbul.
“Jangan sampai penurunan harga BBM membuat kemampuan badan usaha di dalam menyediakan BBM menjadi terganggu,” ujarnya.
Sementara dari sisi risiko terkait pertimbangan politis, menurutnya menurunkan harga BBM relatif lebih mudah diterima secara politis, tetapi akan menimbulkan risiko politis lebih besar ketika pemerintah nantinya mencoba menaikkan atau menyesuaikan lagi.
“Ini juga perlu dipertimbangkan secara matang di dalam memutuskan perlu tidaknya menurunkan harga BBM saat resesi ini,” pungkasnya.
Saat ini harga BBM di luar diesel non-subsidi rata-rata di bawah Rp 10.000 per liter. Untuk harga bensin dengan RON 92 ke atas rata-rata sekitar Rp 9.000- Rp 9.130 per liter. Untuk harga bensin dengan nilai oktan (RON) 90 seperti merek Pertalite yang dimiliki Pertamina sekitar Rp 7.650 per liter, kecuali beberapa wilayah seperti Denpasar dan Tangerang Selatan yang diturunkan setara harga Premium (RON 88) yakni sekitar Rp 6.450 per liter. Sementara solar subsidi masih di harga Rp 5.150 per liter.
Sebelumnya, terkait proyeksi perekonomian RI di kuartal III 2020 ini, Sri Mulyani mengatakan, “Kemenkeu yang tadinya melihat ekonomi kuartal III minus 1,1% hingga positif 0,2%, dan yang terbaru per September 2020 ini minus 2,9% sampai minus 1,0%. Negatif teritori pada kuartal III ini akan berlangsung di kuartal IV. Namun kita usahakan dekati nol.”
Untuk diketahui ekonomi kuartal I-2020 masih positif di 2,97% sementara ekonomi di kuartal II-2020 minus 5,32%. Jika terjadi dua kuartal berturut-turut ekonomi negatif atau kontraksi maka Indonesia masuk resesi.