CNBCIndonesia, 01 Maret 2022
Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia saat ini dibayangi oleh risiko fiskal dan moneter atas tingginya harga minyak mentah dunia. Yang dalam beberapa waktu ini sempat menyentuh level tertinggi atau US$ 100 per barel.
Risiko itu terjadi lantaran Indonesia adalah negara net importir minyak dan gas bumi (migas), yang menurut catatan SKK Migas, Indonesia melakukan impor minyak sebanyak 500.000 barel.
Sebagai pengimpor minyak sekitar 500.000-an barel itu, sudah tentu tingginya harga minyak dunia itu akan mempengaruhi tingginya harga pembelian minyak mentah tersebut, yang berimbas pada harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri yang saat ini penggunaannya banyak memakai dana subsidi.
Pengamat Migas sekaligus Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menyampaikan, tren kenaikan harga minyak mentah dunia tentunya perlu diwaspadai oleh pemerintah.
“Kita sebagai price taker yang relatif tidak banyak opsi kebijakan selain menerima harga internasional,” terang dia kepada CNBC Indonesia, Selasa (1/3/2022).
Yang terang, kata Komaidi, dengan tingginya harga minyak mentah dunia itu, ada risiko fiskal dan moneter yang perlu diantisipasi pemerintah, sehingga pemerintah tidak kaget dalam merespon tren tingginya harga minyak tersebut.
“Yang perlu diantisipasi adalah kebijakan Fiskal: kebutuhan anggaran subsidi berpotensi meningkat mengingat saat ini kebijakan subsidi energi masih dipertahankan. Moneter: kebutuhan devisa impor berpotensi meningkat dan menekan nilai tukar rupiah,” tandas Komaidi.
Pada hari ini, Selasa (1/3/2022), Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) juga menyoroti tren kenaikan harga minyak yang tinggi itu, dampak dari perang Rusia dan Ukraina.
Jokowi menyatakan bahwa sebelum perang antara Rusia dan Ukraina terjadi, harganya minyak dunia sudah mengalami kenaikan karena kelangkaan pasokan.
Nah, ditambah perang harganya naik lagi. “Sekarang harga per barrel sudah di atas US$ 100 per barel yang sebelumnya hanya US$ 50-60 per barel, semua negara yang namanya harga BBM naik semua, LPG naik semuanya, hati-hati dengan ini, hati2 dengan ini, kenaikan kenaikan kenaikan, karena semuanya bisa naik, ini yang terjadi,” terang Jokowi
Pada intinya, Jokowi meminta semua jajarannya berhati-hati dalam menaikan harga BBM maupun LPG, karena bisa berimbas pada kenaikan disektor lainnya. Seperti misalnya, kata Jokowi, kenaikan harga produsen pabrik yang bisa naik karena harga bahan bakunya naik.
“Beli bahan baku harga naik, beli BBM harganya naik, artinya apa? ongkos produksi naik, terus harga di pabriknya menjadi jauh lebih tinggi, terus dikirim ke pasar berarti harga konsumennya juga nanti akan naik, ini efek berantainya seperti ini. Supaya kita ngerti betapa ketidakpastian menimbulkan tantangan-tantangan yang tidak mudah,” tandas Jokowi.
Sebelumnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, akibat tren harga minyak dunia yang masih memanas, tercatat harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) juga ikut mendidih. Perkembangan sementara ICP bulan Februari 2022 per tanggal 24 tercatat sebesar US$ 95,45 per barel.
“Kalau harga minyak Brent, sudah lebih dari US$ 100 per barel. Sejak ICP naik di atas US$ 63 per barel (asumsi APBN 2022), kita terus monitor dan antisipasi dampaknya. Tidak hanya harga minyak, tapi harga LPG seperti CP Aramco,” ungkap Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi.
Kenaikan harga minyak dunia turut mempengaruhi APBN. Yang mana, kata Agung, beban subsidi, khususnya subsidi BBM dan LPG meningkat dan bisa melebihi asumsi APBN 2022.
“Belum lagi biaya kompensasi BBM. Namun yang pasti, Pemerintah terus mengamankan pasokan BBM dan LPG,” ungkap Agung menambahkan