Kontan.co.id; Senin, 15 Januari 2024 / 20:18 WIB
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Indonesia memiliki potensi energi panas bumi atau geothermal yang melimpah sebesar 23 gigawatt (GW) yang tersebar di seluruh daerah.
Reforminer Institute menyatakan bahwa pemanfaatan geothermal atau energi panas bumi Indonesia mampu menekan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 183 juta CO2 ekuivalen apabila difungsikan secara optimal.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro menjelaskan bahwa angka tersebut setara dengan 58% hingga 60% dari target penurunan emisi GRK di 20230 untuk sektor energi yang ditetapkan kisaran 314 juta CO2 ekuivalen.
“Artinya panas bumi ini memiliki potensi yang sangat luar biasa untuk bisa menjadi pendorong atau mewujudkan apa yang telah ditetapkan pemerintah,” kata Komaidi saat webinar Webinar Strategi Penciptaan Nilai Tambah Panas Bumi sebagai langkah mendukung NZE 2060, Senin (15/1).
Komaidi menjelaskan, panas bumi hingga saat ini masih menjadi satu-satunya energi terbarukan yang tidak bergantung cuaca seperti energi surya, angin dan air.
“Jadi artinya jenis energi terbarukan yang potensial bisa menjadi baseload di dalam sistem kelistrikan untuk saat ini adalah panas bumi,” ucapnya.
Kendati demikian, lanjutnya, pengembangan panas bumi di Indonesia masih mengalami sejumlah kendala meskipun pemerintah sudah banyak menerbitkan sejumlah aturan.
“Ada kendala-kendala yang sampai dengan hari ini belum bisa terselesaikan, sehingga menghambat di dalam pengembangan panas bumi,” ujarnya.
Pengembangan Panas Bumi RI Lamban
Merujuk data Kementerian ESDM, Indonesia memiliki potensi panas bumi sebanyak 23,06 GW. Akan tetapi dalam pengembangannya berjalan lambat baru dimanfaatkan sekitar 2,35 GW atau berkisar 10,19% dari total potensi yang ada.
Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Julfi Hadi menyatakan pengembangan panas bumi sebagai salah satu sumber energi terbarukan memang masih berjalan pelan. Untuk itu, ia meminta untuk kolaborasi dari sejumlah pihak.
“Kuncinya nomor satu kolaborasi. Kalau kita mau akselerasi perlu kolaborasi IPP (independen power producers), PLN dan pemerintah. Ini menjadi satu-satunya jalan untuk bisa akselerasi,” terangnya.
Setelah kolaborasi, lanjutnya, pengembangan panas bumi harus mengubah jenis bisnis model sesuai dengan isu saat ini.
“Kedua, kita harus mengubah jenis bisnis model sekarang yang tidak sensitif pada isu affordability. Kurang lebih tadi seperti teknologi, menciptakan value, mempercepat Commercial Operation Date (COD),” paparnya.