Thursday, December 26, 2024
HomeReforminer di Media2024Harga Gas Khusus Industri Belum Diputuskan, Gegara Ini..

Harga Gas Khusus Industri Belum Diputuskan, Gegara Ini..

Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah Menteri pada hari ini dijadwalkan melakukan rapat koordinasi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk membahas kelanjutan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) selepas 2024.

Namun demikian, belum ada keputusan lebih lanjut mengenai kelanjutan program harga gas murah untuk industri tertentu tersebut setelah 2024. Hal ini terjadi lantaran Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita berhalangan hadir.

Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif selaku tuan rumah. Adapun dari pertemuan yang digelar sekitar pukul 10.00 WIB hingga 11.00 WIB tersebut hanya dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto.

“Belum ada putusan soalnya gak ada Kemenperin,” kata dia di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (22/3/2024).

Dengan absennya Menteri Perindustrian, Arifin berencana menjadwalkan ulang rapat yang membahas mengenai HGBT tersebut di lain kesempatan. Meski begitu, ia tak memerinci secara detail waktu dan tempatnya.

Sementara, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Taufiek Bawazier meminta adanya pertemuan kembali setelah Menteri Perindustrian berhalangan hadir. Pasalnya, ia tak mengetahui absenya Agus dalam rapat tersebut.

Ia pun berharap kebijakan HGBT dapat dilanjutkan kembali selepas 2024. Bahkan ia meminta agar kebijakan ini dapat diperluas kembali tidak hanya ditujukan untuk 7 sektor industri tertentu. “Harus lanjut HGBT. Ya harusnya diperluas tergantung Pak Menteri ESDM nanti,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, Kementerian ESDM telah memberlakukan kebijakan ‘harga gas murah’ melalui HGBT sebesar US$ 6 per MMBTU untuk tujuh sektor industri. Namun demikian, serapan gas bumi dari tujuh sektor industri rupanya belum optimal.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan biaya dan manfaat dari implementasi kebijakan HGBT sejatinya belum sesuai dengan perkiraan awal. Di samping itu, serapan gas bumi dari sektor industri penerima HGBT juga tidak sebesar dari rencana awal.

“Sementara ketika serapannya katakanlah tidak maksimal kan penjualannya tidak serta merta terus balik arah misalkan yang HGBT tadinya 100 yang terserap 80 yang 20 kan tidak kemudian sederhana dijual ke yg non HGBT,” ujar Komaidi kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (4/3/2024).

Berdasarkan kajian Reforminer Institute, secara kumulatif, kehilangan penerimaan negara dari implementasi kebijakan HGBT selama 2020-2022 mencapai sekitar Rp 39,19 triliun. Karena itu, ia pun meminta agar pemerintah dapat mengevaluasi kebijakan ini.

“Yang ingin saya sampaikan kepada pemerintah kalau memang hasilnya gak baik secara keseluruhan dari kacamata makro ekonomi sebaiknya ditinjau ulang kebijakannya kira-kira itu,” tambahnya.

Selain itu, Komaidi menilai, daya saing industri pada dasarnya tidak hanya ditentukan oleh faktor tunggal seperti harga gas. Biaya produksi dan daya saing industri pengguna gas juga ditentukan oleh 14 faktor lainnya. “Jadi artinya harga gas itu komponen penentu daya saing tetapi bukan satu-satunya, ada 14 faktor yang lain,” ungkapnya.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments