CNBCIndonesia; 16 Oktober 2024
Penulis: Komaidi Notonegoro – Direktur Eksekutif ReforMiner Institute
Industri hulu migas kemungkinan masih akan tetap memiliki peran penting dalam pemerintahan mendatang terutama untuk dapat membantu merealisasikan Asta Cita dan Program Prioritas Pemerintahan Prabowo-Gibran. Industri hulu migas akan memiliki posisi strategis terutama terkait dengan prioritas utama dari 17 program prioritas, yaitu mencapai ketahanan pangan, ketahanan energi, dan ketahanan air.
Peran penting industri hulu migas juga terkait dengan posisi ketahanan energi yang akan menjadi pilar utama dalam mewujudkan Asta Cita dan pelaksanaan Program Prioritas Pemerintahan Prabowo-Gibran. Ketersediaan dan keberlanjutan pasokan energi nasional akan menjadi pondasi utama dalam upaya mencapai sejumlah target-target ekonomi dan kesejahteraan sosial yang telah ditetapkan dalam Visi Bersama Indonesia Menuju Indonesia Emas 2045.
Posisi Penting Industri Migas
Posisi penting industri hulu migas karena terkait dengan kondisi bahwa untuk dapat mewujudkan ketahanan energi, Pemerintahan Prabowo-Gibran tidak dapat mengesampingkan peran industri hulu migas. Data menunjukkan sampai dengan tahun 2023 porsi minyak dan gas bumi dalam bauran energi Indonesia tercatat masih sebesar 47%. Pada periode yang sama porsi migas dalam bauran energi global justru tercatat lebih besar yaitu sekitar 55,10% dari total konsumsi energi global.
Pada sisi yang lain, meskipun pengembangan EBET diberikan ruang yang cukup besar, sampai beberapa tahun ke depan (bahkan sampai 2050), sebagian besar bauran energi global diproyeksikan masih akan dipenuhi dari minyak dan gas bumi. Permasalahan teknis terutama masalah intermiten dan tingkat harga yang belum kompetitif menjadi penyebab utama EBET masih belum akan berkontribusi signifikan dalam bauran energi global.
Dalam konteks makro ekonomi nasional, ketahanan energi memiliki peran penting untuk membantu mewujudkan ketahanan ekonomi nasional, termasuk untuk merealisasikan target Indonesia Emas 2045.
Untuk dapat mewujudkan target Indonesia Emas paling tidak diperlukan pertumbuhan ekonomi antara 6%-8% sejak 2025. Sementara, konsumsi energi yang dibutuhkan dalam kegiatan perekonomian umumnya mencapai 1 sampai dengan 1,5 kali dari target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan.
Dalam hal ini peran penting industri migas dalam mendukung perekonomian Indonesia paling tidak terkait dengan dua aspek. Pertama, aspek teknis yaitu secara teknis industri migas sudah siap dalam kapasitas yang dibutuhkan termasuk ketersediaan infrastruktur penunjangnya.
Kedua, aspek ekonomi yaitu harga migas masih relatif lebih murah dibandingkan harga EBET sehingga lebih relevan untuk dapat membantu merealisasikan target Indonesia Emas yang memerlukan pertumbuhan ekonomi antara 6%-8% per tahun.
Bagi Indonesia, industri hulu migas tidak hanya terkait dengan aspek ketahanan energi, tetapi juga memiliki keterkaitan yang kuat dengan struktur perekonomian Indonesia. Industri hulu migas terkait dengan sekitar 120 sektor ekonomi dari 185 total sektor ekonomi di Indonesia.
Sektor ekonomi yang terkait dengan industri hulu migas tercatat memiliki kontribusi sekitar 85% dalam pembentukan PDB Indonesia. Sektor-sektor ekonomi tersebut juga berkontribusi sekitar 81% dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
Peran penting industri hulu migas Indonesia tercermin dari potensi risiko ekonomi yang akan ditimbulkan jika industri tersebut tidak ada lagi. Jika industri hulu migas berhenti beroperasi, potensi risiko yang akan dihadapi oleh perekonomian Indonesia diantaranya adalah: (1) kehilangan PDB sekitar Rp 420 triliun, (2) kehilangan penerimaan negara sekitar Rp 200 triliun, (3) kehilangan investasi sekitar Rp 210 triliun, dan (4) kebutuhan devisa impor migas pada 2050 berpotensi meningkat antara Rp 2.500 triliun – Rp 3.500 triliun.
Kontribusi industri hulu migas terhadap perekonomian Indonesia sangat signifikan. Dalam kurun sepuluh tahun industri hulu migas rata-rata menyumbang sekitar Rp 2.035 triliun untuk APBN, mendatangkan investasi sekitar Rp 2.086 triliun, dan berkontribusi dalam membentuk PDB Indonesia sekitar Rp 4.132 triliun.
Di tengah peran penting dan posisi strategisnya tersebut, kinerja industri hulu migas dalam beberapa tahun terakhir tercatat cenderung menurun. Dalam kurun sepuluh tahun terakhir (2013-2023) rata-rata produksi minyak bumi dan gas bumi Indonesia masing-masing mengalami penurunan sekitar 3,06% dan 1,87% per tahun. Dalam kurun sepuluh tahun terakhir rata-rata cadangan minyak bumi dan gas bumi Indonesia masing-masing mengalami penurunan sekitar 5,34 % dan 7,49 % per tahun.
Dalam beberapa tahun terakhir, para stakeholder industri hulu migas (KKKS, SKK Migas, Kementerian ESDM) terpantau telah melakukan sejumlah upaya untuk mencegah terjadinya kecenderungan penurunan dan bahkan berupaya untuk kembali meningkatkan kinerja industri hulu migas nasional.
Upaya tersebut di antaranya tercermin dari: (1) penemuan cadangan migas baru di Geng North (Kutai), (2) penemuan cadangan baru di South Andaman; (3) dilakukan kegiatan pengembangan pada proyek Forel dan Bronang (Natuna); dan (4) dijalankannya kegiatan optimalisasi sumur-sumur yang sudah beroperasi melalui infill clastic.
Dari aspek regulasi, sesungguhnya pemerintah terpantau telah berupaya bagaimana agar kinerja industri hulu migas nasional dapat ditingkatkan kembali. Hal itu tercermin dari dimasukkannya sejumlah proyek industri hulu migas masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) yang di antaranya diatur melalui Perpres No.58/2017, Perpres No.56/2018, dan Perpres No.109/2020. Sejumlah perpres tersebut kemudian dilengkapi dengan PP No.42/2021 tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional.
Meskipun telah dimasukkan dalam PSN, kompleksitas perizinan kemungkinan masih akan menjadi kendala utama yang harus diselesaikan oleh pelaku usaha pada industri hulu migas. Penyelesaian masalah perizinan harus dihadapi oleh pelaku usaha baik pada tahap survei dan eksplorasi, pengembangan dan konstruksi, produksi, dan pasca operasi. Perizinan pada kegiatan hulu migas setidaknya melibatkan sekitar 19 Kementerian/Lembaga.
Mencermati peran penting dan posisi strategisnya tersebut, permasalahan kompleksitas dan kerumitan perizinan pada kegiatan usaha industri hulu migas mendesak untuk segera diselesaikan.
Mengacu pada filosofi Production Sharing Contract (PSC) yang digunakan sebagai sistem pengusahaan hulu migas di Indonesia, pengurusan dan penyelesaian perizinan semestinya menjadi domain atau tanggungjawab negara yang diwakili pemerintah sebagai pemilik sumber daya. Sementara tugas KKKS sebagai mitra dari negara selaku pemilik sumber daya semestinya adalah lebih fokus pada upaya mencari dan memproduksikan migas.