Republika, 8 Februari 2010
Peran Exxon Mobil sebagai operator Blok Cepu kembali disorot. Perusahaan multinasional asal Amerika Serikat yang menggarap Blok Cepu dengan menggunakan bendera Mobil Cepu Limited (MCL) dinilai belum memberikan kesejahteraan apa pun bagi warga di sekitar ladang minyak itu.
Bahkan, target produksi minyak yang diberikan kepada MCL juga tidak terpenuhi. ”Belum ada yang yang bisa kami nikmati,” kata Bupati Blora, Yudhi Sancoyo, berkeluh kesah kepada Wakil Presiden Boediono saat Temu Wicara dengan Muspida Jateng di Semarang, akhir pekan lalu.
Yudhi mempertanyakan produksi minyak di Blok Cepu yang tak kunjung mampu memenuhi target. Sesuai dengan joint operation agreement (JOA), MCL mestinya sudah menghasilkan minyak sebanyak 20 ribu barel per hari pada Desember 2009. Tapi, sebutnya, MCL baru sanggup memproduksi minyak sebesar 17 ribu barel per hari. ”Kami belum dapat bagi hasil,” keluhnya lagi.
Karena itu, Yudhi meminta Wapres turun tangan menyelesaikan produksi Blok Cepu yang masih seret. Tanpa campur tangan pemerintah, dia khawatir, produksi minyak yang sangat diharapkan masyarakat dan pemda Blora ini tetap tersendat. ”Produksi sudah telat setahun, tapi tidak ada perhatian serius,” katanya.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto, memahami keluhan yang dilontarkan Bupati Blora. Semakin lambat produksi minyak yang dilakukan di Blok Cepu, sambungnya, maka itu akan memperpanjang penantian rakyat untuk bisa menikmati hasil dari blok tersebut. ”Semakin lama produksi penuh tercapai, ya semakin lama juga daerah itu bisa ikut menikmati hasilnya,” jelasnya.
Pri Agung pesimistis MCL mampu menggenjot produksi minyak dalam tempo singkat. Dia bahkan tak terlalu heran melihat telatnya produksi blok ini. ”Memang sulit berharap karena memang sudah terlambat dari awal,” sesalnya.
Karena masih di masa awal produksi, pengamat migas ini mengatakan, bagi hasil yang diberikan ke pemda setempat memang masih sangat kecil. Dengan begitu, rakyat pun belum bisa menikmati hasilnya secara langsung. Kondisi ini akan terjadi selama tiga sampai empat tahun dari awal produksi. Sebagian besar bagi hasil akan habis digunakan untuk menutup biaya recovery .
Sementara, Kepala BP Migas, R Priyono, menyatakan pihaknya terus berupaya agar pemda segera mendapatkan bagi hasil. ”Kita sedang terus mengurus kenapa bagi hasil migas Blok Cepu kok belum didapat oleh Pemda,” katanya dalam pesan singkatnya kepada Republika .
Namun, Priyono membantah jika MCL tidak mampu memproduksi minyak sesuai target. Menurutnya, MCL sudah mampu memenuhinya. ”MCL sebetulnya mampu memproduksi sesuai target, tapi offtaker -nya (hilir) yang tidak bisa menyerap produksi MCL,” kilahnya.
Karena itu, Priyono kini sedang berkoordinasi dengan Ditjen Migas Kementerian ESDM untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dia tak bisa menuntaskannya seorang diri. ”Karena, Ditjen Migas yang mengurus hulu dan hilir,” jelasnya.
Anggota Komisi VII DPR RI, Satya W Yudha, menilai permasalahan di Blok Cepu ini harus dilihat secara komprehensif. ”Mulai dari hulu yaitu bagaimana Exxon menaikkan target produksinya dan hilir yaitu bagaimana kesiapan kilang sesuai kapasitas yang dijanjikan,” ujarnya.
Pada rapat dengar rendapat beberapa hari lalu, Satya mengatakan, BP Migas melaporkan permasalahannya terjadi karena PT TWU belum mampu menyerap minyak produksi MCL sesuai kapasitas yang dijanjikan. Sehingga, MCL tidak bisa menaikkan produksinya.
Adapun bagi hasil yang belum dirasakan oleh daerah ini bisa diusulkan agar diberikan pola pinjam hasil yaitu kontraktor(Pertamina, Exxon) memberikan hasil keuntungan profit split setelah dikurangi utang-utang, pajak, capital cost yang biasanya baru dinikmati setelah tahun ke tujuh untuk diberikan di depan dengan pola pinjam sehingga pihak daerah bia menikmati di awal-awal produksi.