Saturday, November 23, 2024
HomeReforminer di MediaArtikel Tahun 2010Menatap Bisnis Perminyakan Nasional 2010

Menatap Bisnis Perminyakan Nasional 2010

Pri Agung Rakhmanto, PhD.
Direktur Lembaga Kajian Reformasi Pertambangan dan Energi (ReforMiner Institute)

Meskipun secara umum sektor perminyakan (minyak dan gas) masuk dalam domain ekonomi, sektor perminyakan di Tanah Air bukanlah merupakan sektor ekonomi biasa. Di sisi hulu, dengan perannya masih sebagai kontributor terbesar kedua setelah pajak dalam penerimaan Negara (rata-rata persentase penerimaan migas terhadap penerimaan Negara dalam lima tahun terakhir mencapai 25% lebih), sektor perminyakan jelas sangat penting fungsi dan keberadaannya. Di sisi hilir, dengan tingkat ketergantungan konsumsi final energi nasional terhadap migas yang masih mencapai 75% lebih, dengan subsidi BBM plus subsidi elpiji yang masih menyerap anggaran belanja Negara rata-rata hingga Rp. 60 triliun lebih untuk setiap tahunnya, arti penting sektor perminyakan juga tak dapat dipandang sebelah mata.

Dapat dikatakan, sektor perminyakan adalah penentu postur anggaran Negara secara keseluruhan, baik dalam hal penerimaan maupun belanja, dan oleh karenanya juga penentu bagi berfungsi tidaknya anggaran Negara sebagai jangkar pertumbuhan ekonomi nasional, dan sekaligus juga masih berfungsi sebagai penyedia energi utama di Tanah Air hingga saat ini. Dengan posisinya yang masih sangat demikian strategis, baik dan buruknya kinerja sektor perminyakan nasional dengan segala faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi dinamika bisnis didalamnya dengan sendirinya akan sangat berpengaruh terhadap naik turunnya pergerakan roda perekonomian nasional secara keseluruhan.Kilas balik 2009 Mencermati kinerja sektor perminyakan nasional, di sisi hulu khususnya, dan dinamika bisnis didalamnya sepanjang tahun 2009, dari sekian banyak dinamika yang ada, ada beberapa highlights yang patut mendapatkan catatan dan (mungkin) perhatian khusus. Pertama, dalam hal produksi, seperti melanjutkan tren di tahun-tahun sebelumnya selama satu dasawarsa terakhir, produksi minyak nasional hingga kuartal ketiga tahun 2009 tercatat hanya mencapai 955 ribu bph. Meskipun Blok Cepu sudah mulai berproduksi, angka produksi itu lagi-lagi tidak mencapai target yang ditetapkan sebesar 960 ribu bph. Angka 955 ribu bph itupun sejatinya cenderung merupakan produksi semu karena sudah dengan memasukkan 1-3 juta barel (atau sekitar 2-8 ribu bph) stock inventory yang dilepas (dijual). Artinya produksi riilnya sesungguhnya hanya berkisar 947 – 953 ribu bph saja. Produksi gas, dikurun waktu yang sama mencapai 7830 MMSCFD, lebih tinggi daripada yang ditargetkan sebesar 7526 MMSCFD.

Mulai beproduksinya gas dari lapangan Tangguh yang ditujukan untuk ekspor ke China adalah salah satu faktor yang membuat produksi gas melampaui target. Kedua, dalam hal investasi, realisasi investasi hulu migas hingga akhir semester I 2009 mencapai 5,3 miliar dolar AS dan diperkirakan total akan mencapai 11,8 miliar dolar AS hingga akhir 2009, menurun dibandingkan realisasi tahun 2008 yang mencapai 12,1 miliar dolar AS. Dari angka tersebut, sekitar 87 persennya adalah investasi yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasi di wilayah operasi produksi. Target investasi migas tahun 2009 sendiri sebelumnya dipatok di kisaran 13,1 miliar dolar AS. Ketiga, dalam masalah cost recovery, dimana sebagai upaya menjawab tuntutan berbagai kalangan, termasuk legislatif, untuk melakukan efisiensi cost recovery, pemerintah meresponnya dengan rencana mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang cost recovery yang hingga tulisan ini dubuat belum kunjung keluar dan dengan membatasi pembayaran cost recovery pada tahun berjalan yang disesuaikan dengan target penerimaan Negara di APBN pada tahun anggaran yang sama (dalam hal ini sesungguhnya tidak berarti bahwa ada pembatasan cost recovery tetapi hanya menggeser pembayarannya saja ke tahun-tahun selanjutnya). Namun, di akhir tahun 2009, sinyalemen bahwa pembatasan itu akan ditiadakan muncul kembali. Keempat, dalam hal menyelesaikan dispute yang ada misalnya dalam hal keterlambatan produksi Blok Cepu ataupun menyangkut kelanjutan proyek gas Donggi Senoro, langkah penyelesaian yang benar-benar konkrit terhadap masalah tersebut hingga saat ini juga belum ada. Yang muncul di permukaan adalah beberapa hal yang justru kadang memunculkan tanda tanya besar karena semestinya hal semacam itu tak logis untuk dikemukakan.

Misalnya, ketika Blok Cepu terlambat berproduksi dan ada salah satu petinggi dari otoritas migas di tanah air menyatakan bahwa join agreement Blok Cepu adalah sangat buruk bukankah pemerintah sendiri yang sudah menyetujui dan menjalankannya Juga ketika proyek gas Donggi Senoro dipertanyakan banyak kalangan karena berorientasi ekspor dan kemudian pemerintah tak kunjung mengambil keputusan hingga kini, namun pada akhirnya tetap cenderung akan mengeskpornya bukankah sejak awal skenarionya memang akan diekspor dan oleh karenanya sebenarnya tak ada alasan untuk menunda-nunda keputusan itu yang membuat investor menjadi enggan karena penuh ketidakpastian Kelima, fenomena tidak diminatinya (tidak lakunya) blok-blok migas yang ditawarkan. Dari 17 blok yang ditawarkan melalui lelang regular dan 7 melalui mekanisme penawaran langsung pada penawaran putaran pertama, tercatat hanya 1 blok yang laku melalui tender langsung dan 2 blok melalui penawaran langsung. Alih-alih mencari akar penyebab yang lebih rasional seperti karena minimnya data atau karena memang tingkat prospektifitas blok yang ditawarkan memang rendah, pemerintah lebih memilih menyatakan bahwa krisis ekonomi global dan ketakutan investor akan penerapan pembatasan cost recovery dan UU Lingkungan Hidup sebagai penyebab utama tidak lakunya blok-blok yang ditawarkan tersebut. Ada beberapa hal penting yang dapat kita identifikasi dari highlights tersebut. Pertama adalah target dan perencanaan yang cenderung tidak realistis sehingga sulit dijadikan pegangan dan meragukan.

Kedua adalah investasi yang terlalu menitikberatkan pada tahap kegiatan operasi produksi dan bukan kegiatan eksplorasi. Ketiga adalah respon yang tidak tepat terhadap permasalahan yang timbul. Keempat adalah inkonsistensi kebijakan dan ketidakberanian mengambil keputusan secara tepat dan tepat. Kelima adalah keengganan untuk melakukan perbaikan internal dan cenderung menyalahkan faktor eksternal sebagai penyebab masalah. Daftar negatif Dari kacamata kondusivitas iklim bisnis dan investasi, kelima poin tersebut pada dasarnya dapat dikatakan merupakan faktor-faktor yang dapat (dan bahkan mungkin telah) menyebabkan iklim investasi perminyakan di tanah air menjadi tidak kondusif. Jikapun tidak menjadi penentu karena ada faktor-faktor lain yang berpengaruh, kelima poin di atas setidaknya merupakan faktor yang berimplikasi negatif terhadap bisnis dan investasi perminyakan di tanah air. Target produksi yang tidak realistis dan cenderung dipaksakan berpotensi membuat para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) bingung, tertekan, dan mencari jalan pintas untuk memenuhinya dengan segala cara yang tidak memenuhi kaidah-kaidah pengelolaan lapangan migas yang baik dan berkelanjutan. Tak mengherankan oleh karenanya ketika 87 persen lebih dari investasi kemudian dialokasikan untuk kegiatan produksi saja yang padahal dalam hal ini dengan hanya mengandalkan produksi dari lapangan tua (existing) upaya peningkatan produksi sangat tak bisa diharapkan. Sementara investasi untuk kegiatan eksplorasi yang sesungguhnya merupakan kunci bagi kelangsungan produksi itu sendiri menjadi terabaikan sehingga penemuan cadangan baru menjadi sangat minim. Maka tak perlu heran pula manakala produksi juga tak bisa meningkat sementara jumlah cadangan terbukti minyak kita saat ini pun hanya tinggal tersisa sekitar 3,8 miliar barel.

Atau jika tanpa penemuan baru dan dengan tingkat produksi saat ini hanya bisa bertahan kurang dari 11 tahun dari sekarang. Respon yang salah terhadap suatu masalah justru memunculkan masalah baru dan menambah kompliksitas permasalahan. Dalam masalah tuntutan efisiensi cost recovery, rencana penerapan PP cost recovery dan prosedur pembatasan yang kemudian akan dicabut lagi tidak hanya berpotensi membuat pengaturan cost recovery menjadi rancu dan tumpang tindih, tetapi juga mengganggu kegiatan bisnis perminyakan itu sendiri. Padahal yang diperlukan sesungguhnya adalah lebih pada langkah konkrit untuk memperkuat pengawasan cost recovery di tingkat operasional seperti pada proses procurement dan pengadaan barang dan jasa dan pada proses justifikasi disetujui atau tidak disetujuinya penerapan teknologi atau peralatan operasi eksplorasi dan produksi tertentu. Inkonsistensi kebijakan dan ketidakberanian mengambil keputusan secara tepat pada waktu yang diperlukan jelas tak hanya membuat investor ragu dan bingung tetapi juga terombang-ambing sehingga terkuras energi dan resourcesnya. Ditambah dengan keengganan pemerintah untuk melakukan perbaikan internal secara lebih mendasar dan lebih seringnya mengkambinghitamkan faktor lain, maka menjadi lengkap sudah untuk bisa menjelaskan mengapa apa yang ditawarkan (seolah) menjadi tak menarik bagi investor. Peluang dan prospek 2010 Sisi positif dan peluang perbaikan yang memungkinkan terciptanya iklim bisnis dan investasi perminyakan nasional yang lebih baik dan lebih kondusif di tahun 2010 bukannya tak ada. Rencana menghilangkan pseudo pembatasan cost recovery adalah salah satu langkah positif.

Meskipun efektifitasnya tentu juga masih harus dilihat karena sesungguhnya sebelumnya pun cost recovery juga tak dibatasi. Mulai berproduksinya lapangan-lapangan besar seperti Blok Cepu dan Tangguh yang walaupun tidak memberikan tambahan penerimaan negara dan mendorong perekonomian nasional secara maksimal karena masih dibawah kapasitas produksinya untuk Blok Cepu dan karena hanya ditujukan untuk ekspor untuk gas Tangguh tetap harus diakui merupakan faktor yang memberi ruang dan daya dorong positif bagi pemerintah untuk dapat melakukan perbaikan-perbaikan di sektor perminyakan. Tingkat harga minyak dunia, yang meskipun dapat berfluktuasi secara tajam, namun kemungkinan akan cenderung mencapai keseimbangan di kisaran harga 70 – 80 dolar AS per barel atau bahkan lebih tinggi, juga merupakan faktor eksternal yang tak kalah penting bagi iklim investasi perminyakan di tanah air di tahun 2010. Dengan tingkat harga minyak yang relatif akan cenderung lebih tinggi dibandingkan tahun 2009, ekspektasi dari para KKKS untuk mendapatkan tingkat pengembalian investasi yang lebih tinggi jelas merupakan daya dorong internal yang dapat memacu para KKKS untuk lebih meningkatkan investasinya. Pada dasarnya, kondisi pasar secara fundamental di tahun 2010 dalam konteks investasi dapat dikatakan relatif lebih menjanjikan dibandingkan dengan kondisi tahun 2009.

Dengan kata lain, harapan untuk tercapainya perbaikan kinerja atau minimal mencapai kinerja yang sama dengan tahun 2009 di sektor perminyakan nasional sesungguhnya bukanlah sesuatu yang sulit untuk diraih. Hanya saja karena di dalam internal tata kelola perminyakan nasional masih (cukup kuat) bernaung sederet daftar negatif sebagaimana dikemukakan di atas, yang perbaikannya secara mendasar dan signifikan agak sulit bisa diharapkan terjadi seketika di tahun 2010, hanya perbaikan kinerja konservatif sajalah yang agaknya bisa diharapkan. Capaian tingkat produksi dan penerimaan Negara yang akan relatif sama, kenaikan nilai investasi untuk kegiatan produksi dalam kisaran 10-20%, namun masih tetap dengan minimnya penemuan cadangan baru karena relatif terpinggirkannya kegiatan eksplorasi, nampaknya akan menjadi gambaran umum kinerja perminyakan nasional di tahun 2010. Pemerintah semestinya segera berbenah dan bersiap untuk memanfaatkan secara maksimal faktor fundamental positif yang sesungguhnya sangat berpotensi akan disediakan pasar. Sambil tentunya tak boleh lengah karena pasar pun bisa sangat tidak bersahabat . Dalam konteks ini, dibukanya keran investasi perminyakan di Irak secara luas dengan target untuk memproduksikan minyak hingga 12-13 juta barel per hari – bukan tidak mungkin menjadi batu sandungan karena dapat mendorong para KKKS yang beroperasi di tanah air untuk mengalihkan portofolio investasinya disana. Semoga pemerintah kita dapat secara bijak dan tepat menyikapinya.

 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments