Kompas,A�20 April 2010
JakartaA�-A�Pengambilan keputusan proyek lapangan gas Donggi-Senoro yang berlarut- larut mencerminkan ketidakjelasan perencanaan pengembangan gas nasional. Padahal, percepatan proyek itu perlu untuk meningkatkan penerimaan negara dan mendukung pasokan gas domestik. A�Berlarut-larutnya masalah proyek pengembangan lapangan gas Donggi-Senoro menunjukkan tidak ada perencanaan pengembangan gas nasional yang jelas dan konkret, A�kata Direktur EksekutifA�Lembaga Kajian Reformasi Pertambangan dan EnergiA�Pri Agung Rakhmanto, Senin (19/4) di Jakarta.
Kalau pemerintah memiliki perencanaan jelas dalam pengembangan sumber-sumber gas yang ada, masalah pengembangan lapangan gas Donggi-Senoro ini sudah selesai sejak lama, A�kata dia. Akhirnya, bersamaan terjadinya krisis gas, proyek Donggi-Senoro yang sedianya sudah siap jalan jadi korban, tidak jelas keputusannya hingga kini.A�Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut, tidak hanya proyek ini saja yang terancam gagal, tetapi juga proyek-proyek migas lain. Oleh karena khawatir dengan inkonsistensi dan ketidakberanian pemerintah dalam mengambil keputusan, A�ujarnya.
Dalam memutuskan hasil produksi gas Donggi-Senoro untuk domestik atau ekspor, pemerintah perlu memerhatikan neraca gas nasional secara utuh. Dengan melihat aspek teknis, cadangan kecil dan terisolasi, serta sejarah pengembangan proyek, Donggi-Senoro sebaiknya tidak dipaksakan untuk domestik. Pengamat perminyakan, Kurtubi, menjelaskan, proyek pengembangan lapangan gas Donggi-Senoro harus diarahkan agar memberikan manfaat optimal bagi negara lewat penyelesaian win-win, yaitu ekspor dan domestik.
Dengan ekspor, kita dapat devisa dan menguntungkan daerah penghasil. Apalagi harga jual gasnya bagus, pembeli Jepang sepakat formula harga jual dikaitkan harga minyak mentah yang tidak dibatasi, A�ujarnya. Namun, opsi ekspor baru bermanfaat optimal jika pembangunan pabrik gas alam cair (LNG) dan fasilitas infrastruktur dilakukanA�PT PertaminaA�danA�MedcoA�selaku mitra lokal. A�Persoalannya, Mitsubishi jadi mayoritas sehingga akan menikmati keuntungan terbesar jika diekspor. Jika demikian, lebih baik 100 persen hasil gas Donggi-Senoro untuk domestik, A�kata dia. Saat ini keputusan proyek Donggi-Senoro di tangan Wakil Presiden Boediono.
Opsi yang diajukanA�Kementerian Energi dan Sumber Daya MineralA�adalah kombinasi ekspor dan domestik. A�Dalam memutuskan proyek pengembangan lapangan gas, harus dihitung nilai minimum untuk bisa mengeluarkan gas, A�kata Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Evita H Legowo.A�Target A�lifting A�Sementara itu, Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (BP Migas) R Priyono dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VIIA�DPR, kemarin, menyatakan pesimistis bisa mencapai target lifting atau produksi minyak siap jual APBN 2010 sebesar 965.000 barrel per hari (BPH). Pihaknya baru memastikan produksi yang bisa dicapai 917.000 BPH. Perkiraan produksi 917.000 BPH itu berdasarkan perhitungan teknis mengingat industri migas dipengaruhi faktor alamiah dan teknis yang kadang sulit diprediksi. Karena itu, untuk memberikan kepastian penerimaan negara, pihaknya mengusulkan asumsi lifting minyak 917.000- 965.000 BPH dalam nota APBN Perubahan 2010. A�Kami tetap berupaya mencapai produksi 965.000 BPH, A�ujarnya. (EVY)