Detikfinance.com, 26 mei 2010
Jakarta – Pemerintah seharusnya lebih dulu melarang mobil-mobil mewah yang berseliweran mengkonsumsi BBM bersubsidi, bukannya malah melarang motor mengkonsumsi BBM bersubsidi. Demikian disampaikan oleh Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto saat dihubungi detikfinance , Rabu (26/5/2010).
“Mestinya bukan motor dulu yang dilarang, tapi mobil mewah, lalu mobil biasa, baru setelah itu motor. Motor itu sekarang jadi alternatif karena buruknya transportasi publik yang ada,” tegas Pri Agung.
Pri Agung mengatakan, konsumsi premium sepeda motor besarannya sekitar 5,76 juta KL per tahun atau hanya 27% dari kuota premium subsidi yang jumlahnya 21 juta KL per tahun. Sisanya sebanyak 73% dikonsumsi oleh mobil. Sebelumnya, Dirjen Migas Evita Legowo mengatakan, pemerintah berencana melarang penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yaitu premium untuk sepeda motor.
Hal ini merupakan hasil kesepakatan dari pembicaraannya dengan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI). Menurut Evita, saat ini pihaknya masih membicarakan mengenai mekanisme penerapan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi. Namun berdasarkan hasil pembicaraan dengan berbagai pihak sudah disepakati bahwa yang masih menggunakan BBM subsidi adalah kendaraan umum dan kendaraan pribadi jenis tertentu.
“Semuanya sepakat utama untuk angkutan umum dan plus. Nah Plusnya belum sepakat. Apakah berdasarkan tahun pembuatan atau cc,” ungkapnya.
Ia berharap mekanisme penerapan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi tersebut sudah diputuskan pada akhir Juni. Rencananya hal ini akan mulai diterapkan pada bulan Agustus 2010.