Sunday, November 24, 2024
HomeReforminer di Media2010Bisnis today: 'Negara harus kuasai migas'

Bisnis today: ‘Negara harus kuasai migas’

Bisnis Indonesia.com, 23 September 2010

Badan pelaksana dan pengatur sumber daya diusulkan dihapus – ‘Negara harus kuasai migas’

JAKARTA: Akses penguasaan sumber daya minyak dan gas bumi sudah seharusnya dikuasai negara sehingga pemerintah memiliki posisi dan fungsi kuat untuk mewujudkan keberpihakan terhadap kepentingan dalam negeri.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mendesak pemerintah dan DPR untuk menata ulang kebijakan migas yang tertuang dalam UU No. 22 /2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Penyusunan desain induk pengelolaan migas nasional mutlak diperlukan mengingat masih lemahnya posisi pemerintah dalam pengelolaan migas.

“Akses penguasaan sumber daya itu harus tetap dipegang oleh negara, dalam hal ini melalui badan usaha milik negara [BUMN]. Untuk itu, UU Migas ini harus dibenahi lebih dulu,” tutur Pri Agung di sela diskusi bertema Peran dan Keberpihakan Negara Dalam Pengelolaan Migas Nasional kemarin.

Langkah konkret yang perlu dilakukan saat ini, lanjut dia, yaitu memberikan kewenangan usaha pertambangan, eksplorasi, dan produksi migas nasional kepada BUMN. Kondisi sebaliknya yang terjadi sekarang justru kewenangan itu ada pada badan atau aparat pemerintah, di bawah pengawasan Kementerian ESDM cq Ditjen Migas.

Direktur Operasi PT Pertamina EP Bagus Sudaryanto mengatakan pemberian prioritas pengelolaan ladang migas kepada perusahaan nasional, baik BUMN maupu swasta, sebelumnya dijanjikan akan diatur pemerintah dalam sebuah Permen ESDM. Namun, hingga kini regulasi tersebut belum terwujud.

Bagus mengatakan prioritas pada tahap awal setidaknya diberikan untuk kontrak-kontrak migas yang segera diterminasi.

Menurut dia, perlu ada ketegasan dari pemerintah bahwa seluruh kontrak migas yang dinyatakan berakhir dikembalikan kepada negara. Selanjutnya, pengelolaannya diprioritaskan kepada perusahaan migas nasional, baik BUMN maupun swasta.

Sudah siap

Terkait dengan kesiapan Pertamina untuk mengelola ladang migas nasional ke depan, Bagus mengatakan perusahaan sudah sangat siap, baik secara teknis maupun finansial. Bahkan, tuturnya, dari beberapa lapangan yang sudah diambil alih, seperti UBEP Sangasangan-Tarakan, UBEP Limau, dan PHE ONWJ, mengalami peningkatan produksi.

Anggota Komisi VII DPR Romahurmuziy mendesak pemerintah untuk meniadakan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) karena keberadaan dua badan itu hanya merugikan negara.

Dia menilai pada dasarnya keberadaan BP Migas di sisi hulu tidak memiliki kewenangan usaha pertambangan, eksplorasi, dan produksi migas nasional. Sementara itu, fungsi serta tugas dalam pengawasan dan pengaturan hilir yang selama ini dijalankan BPH Migas juga seharusnya dikembalikan kepada Kementerian ESDM.

Menurut dia, ada persoalan mendasar dari keberadaan BP Migas yang sampai sekarang masih belum tuntas a.l. dalam hal transparansi keuangan. Padahal, BP Migas mendapatkan bagian penerimaan dari setiap kontrak yang ditandatangani.

Selain itu, tata kelola BP Migas sama seperti perseroan terbatas, bisa saja membahayakan negara. Alasannya, jika BP Migas bangkrut maka konsekuensi itu menjadi tanggung jawab negara.

Yang lebih memprihatinkan, lanjut dia, selama ini BP Migas terus menjadi bottleneck dengan lambannya persetujuan proposal rencana pengembangan dan persetujuan work program and budget pengelolaan lapangan migas.

“Beberapa blok terakhir yang disetujui BP Migas itu melonjak signifikan, seperti Tangguh, Cepu, dan Senoro. Untuk itu, kita harus mengembalikan BP Migas ini pada format sebenarnya.”

Begitu juga dengan keberadaan BPH Migas untuk sektor hilir, seharusnya diambil alih oleh pemerintah dalam hal ini Ditjen Migas.

Mantan Wapres Jusuf Kalla berpendapat revisi UU Migas sebaiknya harus mempunyai substansi iktikad baik. “Kembalilah pada pasal 33 UUD 1945, bahwa sumber daya yang menguasai hajat hidup orang banyak dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan negara.”

Dalam struktur berbangsa, ujar Kalla, seluruh aturan mulai dari Undang-Undang Dasar, UU, peraturan pemerintah, keppres, serta kepmen, pada dasarnya bisa diubah dan diatur untuk kepentingan nasisonal.

“Kalau UU tidak lengkap, ya di revisi atau dilengkapi dengan PP, keppres dan seterusnya. Yang terpenting berpihak sebesar-besarnya kepada bangsa. (Neneng Herbawati/Aprilian Hermawan/er)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments