PRI AGUNG RAKHMANTO
Pendiri ReforMiner Institute; Dosen Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti
Kompas, 15 September 2011
Paruh akhir tahun 2008 lalu, menjelang pemilu tahun 2009, hiruk pikuk renegosiasi kontrak penjualan gas alam cair dari lapangan Tangguh (Papua) ke Fujian (China) mengemuka. Pemerintah bahkan membentuk tim khusus renegosiasi yang salah satu tugas pokoknya adalah merevisi harga jual gas yang merugikan negara. Sebagaimana diketahui, harga jual gas Tangguh ke Fujian untuk masa kontrak 25 tahun adalah maksimum konstan (flat) sebesar 3,35 dolar AS per juta British Termal Unit (MMBTU). Harga dipatok pada acuan batas atas harga minyak maksimal 38 dolar AS per barel. Hingga tahun 2010 – pada tahun itu di dalam kontraknya opsi revisi harga jual gas setiap empat tahun sekali sebenarnya dimungkinkan tak terdengar kabar berita dan kiprah kerja dari tim tersebut.
Awal Juni 2011 lalu, seiring dengan sentimen nasionalisme (ekonomi) yang menguat di permukaan berkenaan dengan peringatan hari lahirnya Pancasila, seruan renegosiasi kontrak pertambangan dan migas kembali mengemuka. Kali ini, Presiden SBY sendiri yang mengemukakan bahwa pemerintah akan mereview satu per satu kontrak-kontrak pertambangan dan migas yang ada. Kontrak-kontrak yang dinilai mencederai rasa keadilan akan dinegosiasikan kembali, tetapi dengan tetap menghormati kontrak-kontrak tersebut. Menteri-menteri dan jajaran pemerintahan pun kemudian beramai-ramai menyambut seruan itu hingga memunculkan harapan (sebagian) publik, bahwa negosiasi ulang terhadap kontrak-kontrak tambang dan migas tersebut benar-benar akan dilakukan.
Kini, sekian bulan berlalu, seiring dengan silih berganti dan timbul tenggelamnya beragam isu panas seperti kasus Nazaruddin, surat palsu MK, korupsi di Kemenakertrans, dan lain-lainnya, kabar berita mengenai renegosiasi kontrak tambang dan migas seperti ditelan bumi.
Apakah negosiasi ulang itu benar-benar dilakukan, sudah sampai di mana progres dan hasilnya, kontrak mana saja yang akan dinegosiasikan ulang dan apa yang dinegosiasikan ulang – seandainya renegosiasi itu benar-benar dilakukan – tak ada kejelasan sama sekali. Sebagian jajaran pemerintah memang sempat mengklaim bahwa negosiasi ulang sebenarnya sudah berjalan. Akan tetapi, apakah yang dinegosiasikan ulang itu sesuatu yang prinsipil, fundamental, ataukah itu hanya sesuatu yang sifatnya artifisial, itu adalah persoalan lain.
Situasional Mencermati kejadian yang ada, sulit untuk tidak mengatakan bahwa seruan negosiasi ulang kontrak tambang dan migas tersebut sesungguhnya tak lebih dari sekadar seruan dan wacana situasional. Manakala diperlukan untuk kepentingan (politik) tertentu, misalkan untuk kepentingan pencitraan untuk mendapatkan dukungan dan simpati publik, pada situasi dan momentum yang dirasa tepat, maka wacana renegosiasi itu akan kembali diserukan dan digaungkan di publik. Kalau perlu dilakukan secara besar-besaran. Meskipun demikian, kemauan politik untuk melakukan negosiasi ulang itu sendiri secara sungguh-sungguh sebenarnya dapat dikatakan tak ada, apalagi jika renegosiasi itu harus dilakukan terhadap kontrak-kontrak dari korporasi-korporasi tambang dan migas raksasa seperti Freeport, Newmont, BP ataupun Exxon. Dua kejadian yang ada, telah cukup mengajarkan kita untuk tak perlu lagi berharap apalagi terlalu larut terhadap euforia seruan dan wacana renegosiasi kontrak tambang dan migas yang mungkin dimunculkan kembali. Bukannya pesimis dan skeptis, kita realistis dan cukup paham bahwa karakter pemerintahan saat ini yang begitu sering mempertontonkan ketidaktegasan dan tidak satunya kata dan perbuatan sangat tidak memiliki kemampuan untuk menindak lanjuti kebijakan negosiasi ulang kontrak tambang dan migas yang memerlukan tidak saja strategi dan antisipasi, tapi juga keberanian (nyali) yang cukup.
Maka, tulisan ini juga tak hendak menuntut terlalu jauh untuk dilakukannya negosiasi ulang kontrak tambang dan migas oleh pemerintahan saat ini. Tulisan ini hanya sekadar menanyakan bagaimana kabar negosiasi ulang kontrak tambang dan migas yang sebelum ini pernah dijanjikan. Syukur-syukur, karena ditanyakan, jadi ingat kembali akan janjinya dan kemudian memenuhinya.