Komaidi Notonegoro
Wakil Direktur ReforMiner Institute
MEDIA INDONESIA, Kamis, 01 Desember 2011
Beberapa waktu terakhir ini, isu korupsi di sektor migas terus mengemuka. Kurang bayar pajak penghasilan minyak dan gas bumi, temuan potensi keuangan dan aset negara dari sektor migas yang terancam hilang, dan perbedaan realisasi penerimaan migas di APBN dengan data yang ditemukan dan dirilis oleh penggiat anti korupsi, merupakan beberapa isu korupsi di sektor migas yang belakangan ini mengemuka ke publik.
Berkaitan dengan hal tersebut, sebagai upaya pencegahan dan untuk merespon banyaknya isu korupsi di sektor migas, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menandatangani nota kesepahaman (MoU). Penandatanganan nota kesepahaman tersebut dimaksudkan untuk melakukan pengawasan bersama atas kegiatan pengusahaan minyak dan gas guna meminimalkan potensi terjadinya tindak korupsi.
Tidak ada tindak lanjut
Meski banyak disampaikan adanya temuan tindak korupsi di sektor migas kerap disampaikan, berdasarkan data, tindak lanjut penegakan hukum atas temuan tersebut relatif belum ada. Dalam konteks kurangnya pembayaran pajak penghasilan migas, belum adanya mekanisme penetapan dan penagihan, serta belum adanya kejelasan kewenangan untuk menindaklanjuti persoalan tersebut merupakan argumentasi belum dilakukannya penegakkan hukum atas temuan pelanggaran perpajakan di sektor migas.
Sementara itu, durasi kontrak kerjasama pengusahaan migas yang relatif panjang juga disampaikan sebagai penghambat terhadap tindakan hukum atas tindak korupsi di sektor migas. Disampaikan bahwa dengan durasi kontrak yang panjang, penegak hukum mengalami kesulitan dalam melakukan penindakan dan menentukan konstruksi hukum terhadap tindak korupsi di sektor migas. Berkaitan dengan itu, sejumlah temuan tindak korupsi di sektor migas hingga saat ini belum dan sulit ditindak.
Berkaitan belum adanya tindak lanjut atas temuan korupsi di sektor migas, dimungkinkan oleh beberapa hal. Belum adanya konstruksi hukum, yang dapat digunakan sebagai dasar penindakan atas tindak korupsi di sektor migas sebagaimana disampaikan oleh penegak hukum, dimungkinkan sebagai salah satu penghambat. Akan tetapi, belum memadainya pemahaman penegak hukum terhadap aspek bisnis dan perpajakan dalam pengusahaan migas, juga diduga sebagai penyebab belum/tidak adanya tindakan hukum terhadap temuan tindak korupsi di sektor migas yang belakangan ini relatif sering disampaikan.
Berpotensi Kontraproduktif
Dibandingkan industri pada umumnya, industri hulu migas memiliki kekhususan dalam model pengusahaan dan peraturan perundangan yang menjadi dasar pengusahaannya. Beberapa aspek terkait model bagi hasil dalam pengusahaan migas seperti filosofi cost recovery, pola bagi hasil yang digunakan, dan aspek perpajakan (termasuk di dalamnya kebijakan tax treaty) membutuhkan pemahaman yang mendalam dan menyeluruh. Jika pemahaman terhadap aspek bisnis dan operasional pengusahaan hulu migas tidak cukup memadai, potensi terjadinya kekeliruan interpretasi dan metodologi perhitungan terhadap aspek cost recovery dan penerimaan negara berpeluang terjadi. Akibatnya akan menghasilkan selisih data yang seringkali diinterpretasikan sebagai tindak korupsi.
Berkaitan dengan peran penting sektor migas dalam penerimaan negara (kontribusinya mencapai 25 – 35 % terhadap total penerimaan negara) dan peran strategis sektor migas dalam menunjang aktivitas perekonomian nasional, mewujudkan iklim investasi hulu migas yang kondusif merupakan sebuah keharusan.
Jangan sampai minat investasi migas di Indonesia yang berada pada peringkat 114 dari 135 negara sebagaimana rilis data survei Freser Institute Global Petroleum 2011, posisinya semakin menurun.Berkaitan dengan itu, ketegasan semua pihak untuk mewujudkan pengelolaan sektor migas yang berkeadilan kiranya perlu dikedepankan. Jika ditemukan tindak korupsi di sektor migas, penentuan konstruksi hukum dan penindakan terhadap pelakunya harus segera dilakukan. Akan tetapi jika temuan korupsi tersebut akibat minimnya pemahaman terhadap industri migas dan asepek-aspek bisnis dan operasionalnya, alangkah baiknya temuan tersebut dirilis ke publik.
Seringnya rilis terhadap temuan tindak korupsi di sektor hulu migas yang tidak disertai dengan tindakan hukum yang tegas, berpotensi kontraproduktif. Itu tidak hanya berpotensi kontraproduktif di dalam pengembangan dan pengusahaan sektor hulu migas, tetapi juga terhadap isu pemberantasan korupsi itu sendiri