Pri Agung Rakhmanto ;
Dosen FTKE Universitas Trisakti, Pendiri ReforMiner Institute
Kontan, Senin 07 April 2014
Saya menilai, idealnya, dalam renegosiasi tersebut, pemerintah tidak perlu menghubungkan perpanjangan kontrak dengan menghubungkan royalti dan kewajiban divestasi saham dari perusahaan-perusahaan pemegang kontrak karya.
Sebab, jika itu dihubungkan, sudah pasti perusahaan pemegang kontrak karya akan menuntut balik untuk bisa mendapatkan perpanjangan kontrak. Pertanyaan yang timbul, apakah hasil renegosiasi ini menunjukkan posisi tawar pemerintah indonesia yang lemah dihadapan modal asing.
Saya kira renegosiasi kontrak karya dalam skala besar seperti Freeport, newmont dan Vale ini sebenarnya bukan murni urusan bisnis semata. Ada aspek diplomatik dan geopolitik internasional.
Kalau kita berbicara soal Freeport dan Newmont, ada Amerika Serikat. Saya yakin isu-isu geopoitik seperti ini ikut mempengaruhi keputusan pemerintah. Karena itu, pemerintah tidak membuka sepenuhnya aspek diplomatik dan geopolitik ini kepada publik, sehingga ada kesan adanya ketidakadilan.
Belum lagi, soal banyak elite di Pemerintah Indonesia yang tidak berani mengambil sikap tegas dan jelas. Para pengambil kebijakan di negeri ini masih banyak yang bermental komprador dan pemburu rente. Mereka mengabil kebijakan yang lebih mengutungkan kepentingan mereka dan juga modal asing. Apalagi dalam situasi menjelang pemilihan umum dan pergantian rezim pemerintahan seperti saat ini.
Karena itu, saya mengusulkan agar pemerintah tidak buru-buru mengambil keputusan dan menuntaskan renegosiasi dengan para pemegang kontrak karya pada masa pemerintahan saat ini. Sebab, dampak dari keputusan yang diambil saat ini akan berlangsung hingga anak cucu kedepan. Apa yang terjadi hari ini, saat penerimaan negara dari kontrak karya ini terbilang kecil, merupakan hasil keputusan pemerintahan di masa lalu.ÂÂ