(Kontan, 25 Januari 2017)
JAKARTA. Opsi pemerintah untuk melakukan impor gas pada tahun ini perlu dikaji lebih dalam. Jangan sampai, kebijakan itu sia-sia lantaran perhitungan yang tidak matang sehingga harga gas yang diharapkan dapat menciptakan harga yang kompetitif hanya menjadi angan-angan semata.
Pengamat energi Komaidi Notonegoro mengatakan, langkah pemerintah untuk merencanakan impor gas demi mendapatkan harga yang rendah sah-sah saja. Namun, pemerintah perlu menjelaskan lebih detail urgensi dari kebijakan itu.
Komaidi mengatakan, bila impor dilakukan lantaran produksi gas dari dalam negeri kurang, maka pilihan itu tidak dapat ditolak. Namun, apabila alasannya untuk mendapatkan harga yang lebih kompetitif maka perlu perhitungan yang cermat.
Pemerintah harus memperhitungkan biaya-biaya di luar harga pokok. Bila hal tersebut dapat ditekan, maka impor tidak akan menjadi masalah. “Kalau memang dengan impor, harga gas lebih rendah dari pengadaan dalam negeri ini bagus untuk semua,” kata Komaidi, Rabu (25/1).
Sekedar catatan, komponen lain yang menjadi faktor pembentuk harga gas ini antara lain ialah biaya transportasi dan pemprosesan. Oleh karena itu, pemerintah harus punya patokan harga agar realisasi dilapangan tidak meleset.
Sebelumnya, pemerintah akan memberikan ruang kepada Industri untuk melakukan impor gas. Langkah ini sebagai upaya untuk memperoleh gas dengan harga yang lebih terjangkau. Saat ini harga gas utamanya di Timur Tengah sedang turun dengan rata-rata US$ 3 per MMBTU hingga US$ 3,5 per MMBTU.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, bila kebijakan itu dapat diimplementaaikan maka industri bakal dapat harga gas dikisaran US$ 4 per MMBTU. “Diberikan ruang kepada industri untuk bisa impor gas secara langsung dengan harga yang tentunya lebih rendah,” kata Pramono.
Meski diperbolehkan impor, namun dalam proses pembelian gas tidak diperkenankan utuk.menggunakan perantara. Impor gas hanya diberikan untuk industri-industri yang memang memerlukan dan atas izin pemerintah.
Adapun beberapan negara yang telah menawarkan untuk dapat mengekapor gas tersebut antara lain dari Saudi Arabia, Iran dan Qatar. “Negara akan memberikan perintah akan mengawasi proses tersebut tanpa melibatkan pihak ketiga,” kata Pramono.