Rencana pemerintah menerapkan kontrak bagi hasil gross split direalisasikan dengan menerbitkan Permen ESDM No.8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Kontrak bagi hasil gross split merupakan kontrak bagi hasil tanpa pengembalian biaya (cost recovery) kepada Kontraktor. Dalam hal ini seluruh biaya operasi produksi akan dibebankan kepada kontraktor.
Ketiadaan cost recovery dalam kontrak gross split dikompensasi dengan porsi bagi hasil produksi untuk Kontraktor yang lebih besar dibandingkan pada model cost recovery. Model ini dipilih karena dinilai lebih sederhana di dalam implementasinya sehingga rantai birokrasi dalam kegiatan usaha hulu migas yang selama ini cukup panjang, dapat dikurangi.
Berdasarkan perkembangan yang ada, penerapan kontrak bagi hasil gross split ini bukan yang pertama. Sebelumnya model kontrak ini telah diatur dalam Permen ESDM No.38 Tahun 2015 tentang Percepatan Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional, yang memberikan opsi kepada Kontraktor untuk dapat memilih dan menggunakan tiga jenis kontrak kerja sama, termasuk gross split.
Berdasarkan review, ReforMiner menilai secara teknis pelaksanaan kontrak gross split yang diatur dalam Permen ini tidak sederhana. Untuk menetapkan besaran bagi hasil untuk kedua belah pihak dilakukan melalui sejumlah tahapan. Bagi hasil produksi untuk Kontraktor akan menggunakan base split yang akan disesuaikan dengan komponen variabel dan komponen progresif. Perhitungan komponen varibel dan progresif tersebut akan menjadi acuan tambahan split pada pengembangan lapangan tahap selanjutnya.
Kompleksitas penerapan kontrak gross split tercermin dari komponen variabel dan komponen progresif yang ditetapkan dalam Permen ini relatif banyak. Permen ini menetapkan terdapat 10 komponen variabel dan 2 komponen progresif yang menjadi dasar untuk menentukan tambahan split. Dari masing-masing komponen variabel yang ditetapkan tersebut juga masih dibagi dalam sejumlah kriteria. Untuk komponen variabel kandungan CO2 misalnya, terdapat 6 kriteria yang akan digunakan untuk menentukan perhitungan tambahan split.
ReforMiner menemukan beberapa ketentuan yang diatur dalam Permen ESDM No.8/2017 tidak sejalan dengan prinsip kontrak bagi hasil gross split itu sendiri. Salah satunya adalah ketentuan mengenai kepemilikan aset. Permen ini menetapkan aset (barang dan peralatan yang dibeli Kontraktor untuk kegiatan usaha hulu migas) merupakan milik/kekayaan Negara. Sementara dalam filosofi kontrak gross split kepemilikan aset sepenuhnya menjadi hak Kontraktor karena tidak ada mekanisme pengembalian biaya operasi dari Negara kepada Kontraktor.
ReforMiner memproyeksikan implementasi kontrak bagi hasil gross split belum akan berkorelasi dengan tambahan penerimaan negara dari pengusahaan minyak dan gas. Mencermati ketentuan yang ada di dalamnya, tujuan utama penerapan kontrak gross split
menyederhanakan proses- kemungkinan juga tidak akan mudah untuk dapat dicapai.
ReforMiner melihat permasalahan Permen ESDM No.8/2017 ini sesungguhnya tidak hanya pada aspek substansinya, tetapi juga pada kedudukan Permen itu sendiri. Secara hierarki regulasi kedudukan Permen ESDM No.8/2017 ini tidak lebih tinggi dari Peraturan Menteri di sektor lain. Akibatnya ketentuan dalam Permen ini tidak dapat digunakan untuk mengikat atau memaksa sektor yang lain untuk melaksanakan ketentuan yang ada di dalamnya. Sehingga keberadaan Permen ini pada dasarnya belum dapat menjadi solusi permasalahan jika kegiatan hulu migas mengalami permasalahan lintas sektor seperti masalah perpajakan dan lingkungan hidup.