Komaidi Notonegoro
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute
Email: komaidinotonegoro@gmail.com
Invetor Daily; Selasa, 5 Desember 2017 | 13:41
Peran Pertamina dalam industri kilang dalam negeri tidak diragukan lagi, tidak hanya penting tetapi sangat strategis. Data menunjukkan bahwa dari total kapasitas kilang minyak Indonesia yang saat ini sekitar 1,15 juta barel per hari, sekitar 1 juta barel per hari atau sekitar 87% di antaranya merupakan kilang milik Pertamina.
Peran penting Pertamina dalam industri kilang tercatat telah berjalan sejak terbitnya UU Nomor 8/1971, regulasi yang menjadi dasar berdirinya Pertamina. Sejak awal dibentuk, penguasaan Pertamina terhadap kapasitas total kilang di dalam negeri tercatat tidak kurang dari 95%. Porsi penguasaan kilang oleh Pertamina kemudian sedikit mengalami penurunan setelah terbitnya UU Nomor 22/2001.
Industri Strategis
Industri kilang merupakan salah satu industri strategis yang oleh Konstitusi UUD 1945 diamanatkan untuk dikuasai negara. Hal itu karena industri kilang merupakan cabang produksi yang menghasilkan komoditas yang menguasai hajat hidup masyarakat luas. Sehingga menjadi sangat logis Pertamina (BUMN) yang merupakan representasi negara, kemudian melakukan penguasaan terhadap pengelolaan dan pengusahaan kilang di dalam negeri.
Penguasaan terhadap kilang di dalam negeri yang signifikan tersebut juga tidak terlepas dari peran Pertamina sebagai agen pembangunan dan pelaksana public service obligation (PSO) bahan bakar minyak (BBM). Dalam realisasinya, sampai dengan tahun 2005, Pertamina tercatat sebagai satu-satunya pelaksana PSO BBM. Tepatnya, sejak tahun 1971 sampai dengan 2005 Pertamina merupakan satu-satunya pihak yang bertugas menyediakan dan mendistribusikan BBM ke seluruh wilayah Indonesia.
Apa yang dilakukan Pertamina tersebut merupakan pelaksanaan dari UU Nomor 44 Prp 1960. Ketentuan Pasal 3 UU Nomor 44 Prp 1960 menetapkan bahwa usaha pertambangan minyak dan gas bumi dilaksanakan oleh Perusahaan Negara semata-mata. Usaha pertambangan minyak dan gas bumi yang dimaksud regulasi ini meliputi eksplorasi, eksploitasi, pemurnian dan pengolahan, pengangkutan, dan penjualan. Perusahaan Negara yang dimaksud dalam hal ini adalah Pertamina.
UU Nomor 44 Prp 1960 dan UU Nomor 8/1971 mengamanatkan agar Pertamina melakukan kegiatan pengusahaan migas dari hulu sampai dengan hilir. Tugas melakukan pemurnian dan pengolahan, pengangkutan/distribusi, sampai dengan penjualan produk kilang melekat pada Perusahaan Negara yang dalam hal ini adalah Pertamina. Ketentuan inilah yang menjawab mengapa Pertamina kemudian dominan dalam penguasaan kilang di dalam negeri.
Karakteristik Industri Kilang
Dari aspek ekonomi, industri kilang dapat dikatakan tidak cukup menarik dibandingkan dengan usaha hulu migas. Jika berdiri sebagai sebuah industri terpisah, perolehan margin/keuntungan industri kilang secara relatif lebih rendah dibandingkan dengan margin yang dapat diperoleh dari kegiatan usaha hulu migas. Kondisi ini yang kemudian menjawab mengapa tidak semua palaku industry hulu migas masuk pada industry pengolahan (kilang).
Praktik yang terjadi di sejumlah negara, diketahui pemerintahnya memberikan perlakuan khusus agar industri kilang dapat berkembang. Untuk mengompensasi margin yang relatif kecil, pemerintah memberikan insentif investasi dan insentif perpajakan agar keekonomian industri kilang dapat kompetitif dengan industri yang lain.
Dalam sejumlah kasus, terutama untuk kepentingan strategic petroleum reserve, pemerintah dari sejumlah negara seringkali berperan sebagai pelaksana langsung dalam pembangunan kilang. Selanjutnya pengelolaan kilang-kilang yang telah dibangun pemerintah dapat dilakukan langsung pemerintah atau pihak lain (BUMN/Swasta) yang menjadi representasi pemerintah dari negara yang bersangkutan.
Industri kilang juga merupakan industri padat modal dan padat teknologi. Berdasarkan karakteristiknya ini, tidak semua pelaku usaha dapat masuk kedalam industri ini. Kebutuhan modal yang besar dan teknologi yang tinggi seringkali menyebabkan industri kilang masuk dalam model pasar oligopoli atau bahkan monopoli alamiah.
Ketersediaan dan keberlanjutan pasokan minyak mentah sebagai input produksi juga menjadi penentu daya saing dan keekonomian industri kilang. Jika dicermati, industri kilang yang berskala besar umumnya memiliki jaminan pasokan minyak mentah untuk jangka panjang. Bahkan tidak jarang terintegrasi dengan kegiatan usaha di sektor hulu migas. Kilang-kilang Pertamina pada dasarnya merupakan contoh dari industry kilang yang terintegrasi dengan sektor hulu.
Posisi Pertamina
Berdasarkan karakteristiknya tersebut, Pertamina dapat dikatakan memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan pelaku yang lain dalam industri kilang di dalam negeri. Selain memiliki keunggulan karena dapat mengintegrasikan industri kilang dengan usaha hulu migas mereka, Pertamina juga telah memiliki jaringan infrastruktur distribusi dan niaga BBM yang telah tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Dalam hal ini, Pertamina telah berada beberapa langkah di depan pelaku usaha yang lain. Adanya target penambahan kapasitas kilang dari yang saat ini sebesar 1 juta barel per hari menjadi 2 juta barel per hari pada tahun 2025 mendatang, menegaskan Pertamina merupakan leader dalam industri kilang di dalam negeri.
Penambahan kapasitas kilang yang ditargetkan melalui proyek refinery development master plan (RDMP) dan grass root refinery (GRR) yang notabene tidak sederhana, menegaskan kesungguhan Pertamina dalam mengembangkan bisnis kilang mereka.
Proyek RDMP merupakan proyek modifikasi kilang yang telah ada untuk meningkatkan kapasitas dan kinerja kilang. Sedangkan GRR merupakan proyek pembangunan kilang baru untuk menambah kapasitas kilang yang telah ada. Dari sejumlah informasi yang ada, pada 2020 mendatang ditargetkan terdapat tambahan kapasitas kilang sebesar 100 ribu barel per hari dari proyek RDMP Kilang Balikpapan tahap pertama yang dilakukan Pertamina.
Satu tahun kemudian (2022), tambahan kapasitas yang ditargetkan adalah sebesar 200 ribu barel per hari yang akan diperoleh dari DPMP Kilang Balikpapan dan Kilang Balongan. Tambahan kapasitas pada 2024 ditargetkan sebesar 400 ribu barel per hari, berasal dari proyek RDMP Kilang Cilacap dan GRR Kilang Tuban.
Sedangkan tambahan kapasitas pada 2025 ditargetkan sebesar 400 ribu barel per hari, berasal dari RDMP Kilang Dumai dan GRR Kilang Bontang. Berdasarkan sejumlah indikator yang ada tersebut, sudah sangat jelas dan tidak diragukan lagi bahwa Pertamina memiliki peran penting dan komitmen yang kuat dalam mengembangkan industri kilang guna mendorong terwujudnya ketahanan dan kedaulatan energi nasional. Hal ini juga tercermin dari dibentuknya Direktorat Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia dalam struktur organisasi Per tamina, yang di antaranya bertugas merealisasikan target pembangunan kilang yang ditetapkan.
Meskipun memiliki sejumlah keunggulan dan komitmennya dalam
industri kilang tidak diragukan lagi. Pertamina perlu lebih berhati-hat dalam melakukan pengembangan bisnis kilang. Mengingat bisnis ini tidak sederhana, perencanaan teknis dan keuangannya perlu untuk lebih ditingkatkan. Keterlambatan target penyelesaian proyek kilang, baik karena masalah teknis maupun finansial yang pernah dialami, perlu menjadi pelajaran berharga bagi Pertamina untuk melakukan perencanaan yang lebih baik lagi.
Hal lain, karena dari aspek perolehan margin seringkali bisnis kilang kurang kompetitif dibandingkan dengan bisnis hulu migas, Pertamina perlu lebih cermat lagi dalam menetapkan kebijakan alokasi investasinya. Termasuk dalam hal ini juga perlu lebih cermat lagi dalam memilih sumber pembiayaan untuk bisnis kilang bilamana diperlukan.