Komaidi Notonegoro
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute
Email: komaidinotonegoro@gmail.com
Invetor Daily; Kamis, 11 Januari 2018 | 9:24
Kewajiban mengenai divestasi saham PT Freeport Indonesia (PT FI) kepada pemerintah Indonesia sesungguhnya telah tercantum dalam kontrak. Akan tetapi, realisasi proses divestasi tersebut tidak sederhana. Divestasi saham PT FI juga tercatat menjadi salah satu prioritas Tim Renegosiasi Kontrak Pertambangan yang pernah dibentuk pemerintah sebelumnya.
Dari perspektif politik-ekonomi, pelaksanaan divestasi saham PT FI merupakan isu besar dan tidak sederhana. Hal tersebut tidak hanya menyangkut kesediaan PT FI, tetapi juga terdapat aspek pembiayaan di dalamnya. Divestasi tidak hanya proses pengalihan saham, tetapi juga menimbulkan konsekuensi pembiayaan bagi penerima, dalam hal ini pemerintah Indonesia.
Permasalahan Divestasi
Ditinjau dari aspek politik, divestasi saham PT FI merupakan sebuah keharusan. Pasal 33 Konstitusi UUD 1945 mengharuskan agar kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi (termasuk tambang) untuk dikuasai negara. Dalam konteks korporasi, penguasaan umumnya direpresentasikan melalui kepemilikan saham mayoritas, minimal 51% dari total saham perusahaan.
Dengan demikian, konstitusi mengharuskan Pemerintah Indonesia minimal memiliki 51% saham PT FI. Sementara itu, saat ini kepemilikan Pemerintah Indonesia atas saham PT FI baru sekitar 9,64%. Sehingga untuk dapat menjalankan amanat Konstitusi UUD 1945 tersebut, pemerintah memerlukan divestasi saham PT FI minimal 41,36% (51% – 9,64%).
Pembiayaan atas 41,36% saham tersebut selama ini menjadi kendala utama yang menyebabkan divestasi saham PT FI belum dapat direalisasikan. Pilihan sumber pembiayaan, apakah harus melalui mekanisme APBN atau keuangan BUMN masih menjadi diskusi yang belum final.
Sebelum masalah pembiayaan, mekanisme perhitungan nilai saham seringkali juga menjadi penyebab proses divestasi tidak dapat dilaksanakan. Perbadaan pendapat antara kedua pihak mengenai mekanisme perhitungan nilai saham dapat menyebabkan proses divestasi mengalami dead lock.
Kondisi tersebut sesungguhnya yang sedang terjadi saat ini. Pemerintah mengusulkan penetapan harga saham PT FI mengacu pada perhitungan aset dan cadangan hingga tahun 2021. Sementara itu, PT FI menghendaki agar penetapan harga saham mengacu pada aset dan cadangan hingga 2041.
Nilai Strategis
Meskipun tidak sederhana dan terancam dead lock, divestasi saham PT FI tetap harus dilaksanakan. Selain merupakan pelaksanaan Pasal 33 Konstitusi UUD 1945, divestasi PT FI memiliki nilai ekonomi yang sangat strategis. Nilai ekonomi dari cadangan mineral di area konsesi PT FI yang tercatat sebagai salah satu yang terbesar di dunia (41,1 miliar pound tembaga dan 37,3 juta ounce emas) tentunya sangat besar.
Jika divestasi dilakukan menggunakan mekanisme BUMN, berpotensi menciptakan BUMN industri pertambangan dengan skala usaha yang besar. Hal itu karena pasca divestasi total aset konsolidasi diproyeksikan akan mencapai US$ 17 miliar atau sekitar Rp 241 triliun. Peningkatan nilai aset tersebut akan membuka banyak peluang, termasuk untuk melakukan akuisisi area tambang yang lain.
Nilai tambah ekonomi yang lain, divestasi akan meningkatkan pendapatan pemerintah dari kegiatan usaha PT FI. Pendapatan pemerintah tidak hanya dari pajak dan royalti yang saat ini diterima tetapi juga berasal dari dividen dengan porsi yang lebih besar. Dengan divestasi, peningkatan pengawasan pengelolaan limbah operasional tambang yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku juga dapat lebih mudah dilakukan.
Divestasi juga akan mendorong terjadinya penguasaan teknologi (alih teknologi) penambangan modern bagi tenaga kerja Indonesia. Kebijakan tersebut juga membuka peluang untuk segera dilakukannya hilirisasi produk tembaga dan emas serta peningkatan penggunaan produk kandungan dalam negeri dalam kegiatan penambangan.
Dengan penguasaan saham mayoritas, pemerintah akan lebih mudah menentukan kebijakan ketenagakerjaan, termasuk pemanfaatan tenaga kerja dari daerah sekitar operasi tambang.
Terobosan Kebijakan
Sebagai upaya untuk mengantisipasi perundingan divestasi saham dengan PT FI yang berpotensi dead lock,pemerintahan Jokowi-JK terpantau melakukan terobosan kebijakan. Dari informasi yang ada, untuk melancarkan proses divestasi 51% saham PT FI, Tim Perunding Pemerintah yang terdiri atas Menteri Keuangan, Menteri BUMN, dan Menteri ESDM memutuskan akan membeli participating interest (PI) Rio Tinto yang ada di PT FI.
Nilai PI Rio Tinto di PT FI sendiri sebesar 40% yang di dalam perjanjian dapat dikonversi menjadi saham pada 2022. Berdasarkan informasi, Rio Tinto sudah menyatakan kesediaannya untuk melepas PI mereka di PT FI kepada Pemerintah Indonesia sebagai bagian dari proses divestasi 51% saham PT FI. Proses dan skema divestasi ini juga diinformasikan telah disepakati dalam perundingan antara PT FI dan Pemerintah Indonesia.
Pembelian PI dari Rio Tinto tersebut merupakan langkah yang sangat strategis. Selain dapat menjadi terobosan di tengah perundingan yang terancam dead lock, pemerintah juga memperoleh manfaat ekonomi dengan membayar harga yang lebih murah dibandingkan harus membeli saham. Apalagi dalam hal ini juga terdapat peluang bahwa konversi PI untuk menjadi saham dapat dipercepat oleh pemerintah, tidak harus menunggu sampai tahun 2022.
Konversi saham atas PI Rio Tinto sebesar 40% tersebut akan menjadi sekitar 36,14% (40% x 90,36% saham PT FI). Dengan demikian, setelah pembelian PI dan konversi dilakukan, kepemilikan Pemerintah Indonesia atas saham PT FI adalah 45,78% (9,64% + 36,14%). Untuk dapat menjadi mayoritas, pemerintah minimal masih memerlukan divestasi saham dari PT FI sebesar 5,21%.
Proses perundingan dan penyelesaian divestasi 5,21% tentunya akan jauh lebih sederhana untuk dapat diselesaikan antara PT FI dan Pemerintah Indonesia, dibandingkan dengan harus melakukan divestasi 41,36% saham PT FI.
Meski kebijakan divestasi tersebut hanya akan mengambil alih saham kepemilikan, tidak mengambil alih pengoperasian PT FI, kebijakan tersebut tetap memiliki nilai strategis bagi Bangsa Indonesia. Proses tersebut merupakan pintu masuk bagi pemerintah untuk dapat menata manajemen dan menentukan arah kebijakan PT FI yang sejalan dengan amanat Konstitusi UUD 1945, yaitu untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.
Semoga seluruh pemangku kepentingan memiliki tujuan yang sama dengan rakyat Indonesia, bahwa divestasi saham Freeport bukan untuk kepentingan golongan, kelompok, apalagi pribadi, melainkan sematamata untuk mewujudkan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.