Kontan, 27 Oktober 2019
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pembukaan akses data minyak dan gas bumi (migas) melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pengelolaan dan pemanfaatan Data Migas diklaim mulai memperlihatkan hasil untuk menarik minat calon investor.
Deputi Perencanaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Jaffee Arizon Suardin mengungkapkan, setidaknya ada 25 calon investor asing yang tertarik untuk melihat data migas sejak pemerintah menerbitkan beleid tersebut pada Agustus 2019 lalu.
“Sudah banyak investor yang datang ke Indonesia. Kira-kira sekitar 25 investor yang tertarik datang ke SKK untuk melihat data,” kata Jaffe dalam paparan kinerja hulu migas di Kantor SKK Migas, Kamis (24/10) lalu.
Direktur Indonesian Petroleum Association (IPA) Nanang Abdul Manaf mengungkapkan, pelaku industri migas memang menyambut positif terbitnya Permen Nomor 7 Tahun 2019. Dengan beleid tersebut, Nanang bilang bahwa peluang untuk menarik minat calon investor dalam melakukan berbagai studi yang terintegrasi menjadi lebih terbuka.
“Sehingga membuka peluang juga untuk dilanjutkan dengan kegiatan eksplorasi yang lebih agresif,” kata Nanang kepada Kontan.co.id, Minggu (27/10).
Namun, Nanang tetap memberikan catatan. Sebab, Nanang berpendapat bahwa pembukaan akses data tersebut tidak cukup untuk mendongkrak secara signifikan minat investor untuk menanamkan investasi dna melakukan eksplorasi migas di tanah air.
Menurutnya, ada sejumlah hal penting lain yang harus diperhatikan pemerintah dalam upaya menggaet investor. Nanang juga menilai, dampak riil dari pembukaan akses data tersebut tidak akan berlangsung instan.
“Jadi isu data ini baru satu hal, yang lainnya terkait isu fiskal term serta regulasi dan penyederhaan perizinan. Impact dari Permen ini mungkin baru terasa setelah beberapa tahun ke depan,” terang Nanang.
Nanang menilai, fiskal term dan juga aspek regulasi-penyederhaan perizinan menjadi hal yang sangat krusial untuk menarik investor, dan karenanya harus lebih atraktif dibandingkan negara-negara lainnya.
“Investor itu membandingkan satu negara dengan negara lainnya. jadi harus lebih atraktif dibanding negara lain seperti Vietnam, Malaysia dan Myanmar,” ungkap Nanang.
Hal senada juga disampaikan oleh Pendiri Reforminer Institute sekaligus Pengamat Migas Universitas Trisakti, Pri Agung Rakhmanto. Menurut Pri, adanya 25 calon investor yang mengakses data migas belum menjadi tolok ukur bahwa iklim investasi migas di Indonesia sudah menarik.
“Masih perlu dilihat lebih jauh lagi dan perlu dibarengi dengan upaya lain dalam kemudahan izin, kepastian fiskal, konsistensi regulasi dan birokrasi, yang menjadi isu utama dalam investasi hulu migas itu lebih menentukan,” katanya saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (27/10).
Pri berpendapat, biaya untuk mendapatkan akses data bukan menjadi penghambat utama dalam menarik investasi di sektor hulu migas. “Jadi saya kira tidak terlalu signifikan secara besaran dalam kerangka investasi hulu migas keseluruhan,” sambungnya.
Lebih lanjut, Pri menyebut bahwa akses gratis atau pun pengurangan biaya untuk mengakses data migas bukan menjadi faktor utama untuk menarik investor. Yang terpenting, sambung Pri, adalah sejauh mana kualitas informasi tersebut secara teknis dan bisnis dapat menunjang program yang akan dirancang perusahaan.
Pri menekankan, prinsip bisnis di hulu migas bertumpu pada risiko dan ganjaran (risk vs reward). Apabila risk tetap dan reward secara relatif aik dan lebih besar dibanding risk, maka investasi akan bertumbuh. Beg
Dalam hal ini, Pri menilai, bahwa pembukaan akses data tersebut tidak berpengaruh signifikan dalam prinsip risk vs reward tersebut. “Sehingga pengaruh langsungnya ke investasi atau ke dalam ease of doing business juga kemungkinan tidak dapat dikatakan cukup signifikan,” ungkap Pri.
Capaian Kuartal III
Terlepas dari beleid tentang akses data yang terbit pada Agustus lalu itu, SKK Migas mencatat bahwa hingga Kuartal III, penerimaan negara di sektor hulu migas baru mencapai US$ 10,99 miliar, atau menurun 6,86% dari periode yang sama pada tahun lalu yang mencapai US$ 11,8 miliar.
Secara target tahunan, angka US$ 10,99 miliar itu setara dengan 62,2% dari target tahun 2019 yang ditetapkan US$ 17,5 miliar. Terkait dengan penerimaan negara ini, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menjelaskan bahwa hal itu juga dipengaruhi oleh Indonasia Crude Oil (ICP) yang hanya berada di angka US$ 60-an per barel, di bawah target asumsi makro APBN US$ 70 per barel.
Kendati begitu, realisasi investasi di sektor migas hingga September 2019 tercatat US$ 8,4 miliar atau meningkat 11% dibandingkan realisasi investasi di periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 7,6 miliar. Namun secara target tahunan, realisasi investasi per kuartal III itu baru mencapai 57,15% dari target investasi hulu migas tahun 2019 di angka US$ 14,7 miliar.
Meski target investasi untuk tahun ini masih sulit tercapai, namun Deputi Perencanaan SKK Migas Jaffee Suardin Arizon memproyeksikan bahwa investasi migas nasional akan terus meningkat. Sebab, hingga tahun 2027 direncanakan akan ada 42 proyek migas yang dapat bergulir dengan total investasi US$ 43,3 miliar, serta total produksi 1,1 juta boepd yang mencakup produksi minyak sebesar 92,1 ribu bopd dan gas sebesar 6,1 miliar kaki kubik per hari.