Berdasarkan data, defisit neraca minyak nasional lebih banyak disebabkan oleh kebutuhan impor minyak mentah dan produk kilang yang terus meningkat. Kebutuhan minyak domestik terus meningkat, sementara kemampuan produksi minyak dalam negeri terus menurun. Dari sisi ekspor, kondisi neraca perdagangan minyak nasional sebenarnya masih relatif stabil. Data menunjukkan nilai ekspor (minyak mentah dan produk kilang) pada kurun 2005-2012 masih tercatat mengalami peningkatan rata-rata sebesar 12,69 % setiap tahunnya. Meski dari sisi volume ekspor menurun, peningkatan harga minyak di pasar internasional menyebabkan nilai ekspor minyak nasional masih tercatat mengalami peningkatan.
Dari informasi yang dihimpun, pada periode 2005-2008 porsi kebutuhan devisa impor minyak dan gas rata-rata mencapai lebih dari 21 % dari total kebutuhan devisa untuk impor barang. Pada tahun 2009 dan 2010 porsi kebutuhan impor minyak dan gas mengalami penurunan menjadi di bawah 19 % terhadap total kebutuhan devisa impor barang. Tetapi, pada 2011, 2012, dan 2013 porsi kebutuhan devisa impor minyak dan gas kembali meningkat menjadi lebih dari 22 % terhadap total kebutuhan devisa impor barang.Kebutuhan devisa impor minyak dan gas pada periode 2005-2012 rata-rata mengalami peningkatan sebesar 16,79 % setiap tahunnya. Pada periode tersebut total kebutuhan devisa impor barang total kebutuhan devisa impor barang tercatat mengalami peningkatan rata-rata sebesar 16,70 % setiap tahunnya. Kebutuhan devisa impor minyak dan gas sampai saat ini masih didominasi oleh kebutuhan devisa impor minyak. Pada 2005-2013 kebutuhan devisa impor minyak rata-rata mencapai 97,35 % terhadap total kebutuhan devisa impor minyak dan gas.
Simulasi ReforMiner menemukan pengembangan kapasitas kilang domestik berpotensi menurunkan kebutuhan devisa impor minyak dalam jumlah signifikan. Jika seluruh produk BBM yang diimpor diganti dengan minyak mentah, potensi penghematan devisa impor minyak dapat mencapai 4,85 milyar USD setiap tahunnya.Jika dapat dilakukan, nilai penghematan yang diperoleh dapat mengurangi defisit neraca perdagangan minyak dalam jumlah signifikan. Penambahan kapasitas kilang domestik tidak hanya penting bagi keberlanjutan ketahanan pasokan energi nasional. Tetapi juga memiliki arti penting bagi kinerja beberapa indikatormakro moneter, terutama neraca perdagangan (transaksi berjalan) dan stabilitas nilai tukar rupiah.
Berdasarkan pencermatan, pada triwulan keempat merupakan periode dimana nilai impor minyak berada pada level yang tertinggi untuk setiap tahunnya.Karena itu, rata-rata nilai tukar rupiah pada triwulan keempat pada umumnya cenderung lebih melemah. Sejak tahun 2011 rata-rata nilai tukar rupiah pada triwulan keempat tercatat lebih terdepresiasi dibandingkan dengan rata-rata nilai tukar rupiah pada triwulan pertama untuk tahun yang sama. Sepanjang neraca perdagangan minyak dan gas masih berada pada kondisi defisit, peningkatan nilai impor minyak akan berkorelasi dengan kecenderungan terdepresiasinya nilai tukar rupiah.
Dampak dari kecenderungan peningkatan defisit neraca perdagangan migas tidak hanya terlokalisir pada sektor energi saja, tetapi juga meluas pada sektor-sektor yang lain. Pelemahan nilai tukar rupiah selama tahun 2013 sesungguhnya hanya merupakan salah satu konsekuensi dari melemahnya kinerja neraca perdagangan migas. Apabila tidak terdapat pengelolaan yang lebih baik, meningkatnya defisit neraca perdagangan migas pada tahun-tahun yang akan datang berpotensi memberikan dampak yang lebih luas lagi.