Bisnis Indonesia,A�10 Agustus 2010
JAKARTA: Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dinilai sebaiknya ditiadakan karena tidak memiliki kewenangan usaha pertambangan, eksplorasi, dan produksi migas nasional.
Direktur EksekutifA�ReforMiner InstituteA�Pri Agung Rakhmanto mengatakan kewenangan usaha migas seharusnya diberikan kepada perusahaan migas negara, untuk selanjutnya dapat bekerja sama dengan perusahaan migas multinasional.
Meniadakan BP Migas sesungguhnya merupakan suatu kebutuhan untuk menempatkan kembali sesuatu agar sesuai dengan kedudukan, tugas, dan fungsi semestinya sebagai ladasan pengelolaan migas yang benar dan konsekuen sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945, A�katanya, hari ini.
Menurut dia, kewenangan usaha pertambangan, eksplorasi, dan produksi migas nasional memang seharusnya diberikan kepada badan usaha milik negara (BUMN), bukan badan atau aparat pemerintah.
Dia menjelaskan perusahaan BUMN juga dapat bekerja sama dengan badan usaha lainnya seperti yang dilakukan di sejumlah negara, seperti Malaysia (Petronas), Filipina (PNOC), Vietnam (Petrovietnam), China (CNPC, Sinopec, CNOOC, Petrochina), Norwegia (StatOilHydro), Qatar (QP), Iran (NIOC), Libya (NOC), dan Korea Selatan (KNOC).Pri Agung menilai tidak tepat apabila BP Migas dianggap sebagai regulator dan sekaligus pengawas karena pada dasarnya lembaga itu melakukan kontrak usaha dengan kontraktor migas yang kemudian juga diawasinya.
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Darwin Zahedy Saleh mengatakan pemerintah berkeinginan lebih mengoptimalkan peran dan tugas BP Migas dan BPH Migas daripada membubarkannya.
Kami memang belum ada di posisi yang mana, tetapi lebih bagus mengoptimalkan yang ada, A�katanya.(jha)