Bisnis Indonesia, 12 April 2010
JAKARTA: Keterlambatan persetujuan proyek gas Donggi-Senoro diyakini dapat mengakibatkan kehilangan momentum pasar liquefied natural gas (LNG) yang akan kelebihan pasokan pada 2013-2014.
Direktur ReforMiner Institute Pri Agung Rachmanto mengingatkan kelanjutan gas Donggi membutuhkan ketegasan dari pemerintah karena wacana implementasi proyek ini sudah terlalu lama.
Jika proyek ini mengalami keterlambatan akibat lambannya persetujuan pemerintah, ujarnya, peluang untuk menjual dengan harga bagus bisa hilang karena kondisi pasar yang jenuh.
“Perlu dicermati pada 2013-2014, Qatar, Kuwait dan Australia misalnya, sudah on stream. Kalau sampai kehilangan momentum. Bukan saja harga bisa turun tetapi malah bisa-bisa kita nggak dapat pembeli,” ujarnya kepada Bisnis kemarin.
Pri Agung mengingatkan perlunya dukungan pemerintah pusat dan daerah agar percepatan persetujuan bisa diperoleh untuk menghindari batalnya proyek. Di sisi lain, dia meminta pemerintah tidak terjebak dengan dikotomi urgensi alokasi ekspor dan domestik karena sikap ini justru akan menghambat kelanjutan proyek ini.
“Alokasi untuk domestik ok saja. Tapi mana receiving terminal-nya Sepanjang itu belum dibangun, pemerintah harus rasional karena masing-masing kilang punya karakteristik tersendiri.”
Sumber: Sumber, diolah
Seperti diketahui, pemerintah hingga kini belum mengeluarkan persetujuan resmi soal pengembangan proyek gas tersebut, kendati gas sales agreement telah diteken sejak 22 Januari 2009 oleh konsorsium Donggi-Senoro LNG, sebagai calon pemilik kilang LNG, dengan PT Pertamina (Persero) dan PT Medco Energi Internasional Tbk sebagai operator.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral akhirnya menyerahkan nasib pengembangan proyek Donggi-Senoro, tersebut kepada Wakil Presiden Boediono, kendati ikut memberikan beberapa rekomendasi soal kelanjutan proyek tersebut.
Hingga pekan lalu Boediono mengatakan masih mengkaji dan akan segera mengambil keputusan terkait alokasi gas Donggi-Senoro di Banggai, Sulteng. Saat dikonfirmasi hingga kapan kajian berakhir, Staf Khusus Wapres Bidang Media Yopie Hidayat tidak membalas pesan singkat Bisnis.
Ketua Komisi VII DPR Teuku Riefky menegaskan percepatan pengembangan proyek gas dari Lapangan Donggi-Senoro sangat penting bagi negara karena selain menambah pasokan gas dalam negeri yang hingga kini defisit, juga akan memberikan multiplier effect bagi perekonomian nasional.
“Yang menjadi hambatan utama pengembangan proyek gas Donggi-Senoro saat ini adalah karena belum adanya keputusan soal alokasi dan persetujuan harga jual gas dari pemerintah. Kami meminta pemerintah segera memutuskannya sesuai dengan hasil kajian yang ada,” tuturnya.
Menurut dia, pemerintah tinggal memilih beberapa opsi yang tersedia agar proyek dapat berjalan dengan segala konsekuensinya. Artinya, setiap pilihan tersebut bukan hanya berdampak terhadap besaran penerimaan negara, tetapi juga pada aspek pendanaan pengembangan proyek.
Dia mengingatkan investasi proyek Donggi-Senoro, baik di up stream maupun down stream diperkirakan mencapai hampir US$4 miliar.
“Proyek ini [Donggi-Senoro] bisa menciptakan lapangan kerja baru kalau jalan. Selain itu, usaha penunjang lainnya juga bisa berkembang sehingga sumber penerimaan daerah dan nasional juga bertambah,” tutur Riefky.
Dari Bandung, Menko Perekonomian Hatta Rajasa menuturkan pada prinsipnya kepentingan nasional menjadi prioritas dalam menerapkan kebijakan energi apa pun, termasuk dalam hal keputusan mengenai alokasi gas dari Donggi-Senoro.
Untuk itu, pemerintah tengah mempersiapkan infrastruktur penampung gas sebagai sarana distribusi gas cair dari ladang tersebut ke sentra industri di kawasan Jawa dan Sumatra.
“Artinya kepentingan jangka pendek untuk industri tidak mungkin disuplai dari sana,” jelas dia dalam workshop forum wartawan keuangan dan moneter.
Peta produksi
Hatta mengatakan persaingan penjualan gas di tingkat internasional juga perlu menjadi perhatian sambil mulai memetakan kemampuan produksi di Tanah Air. Semua itu akan menjadi bahan pertimbangan pemerintah untuk memilih sejumlah opsi terkait kebijakan eksplorasi dan alokasi gas di Donggi-Senoro.
“Pada 2014 pasar gas dunia akan dibanjiri pasokan dari berbagai negara. Seperti apakah kapasitas dari Qatar, bagaimana kemampuan produksi dari Papua Nugini. Jadi persaingan penjualan gas di 2014 juga harus diperhatikan,” ucapnya.
Lebih jauh Hatta menjelaskan dengan ditemukannya ladang minyak dan gas yang tersebar dan menjauh dari pusat pertumbuhan ekonomi, kebijakan alternatif menjadi suatu hal yang wajar untuk bisa dipertimbangkan.
Akan tetapi, ketersediaan LNG receiving terminal di Jawa dan Sumatra menjadi hal mutlak yang harus dipersiapkan pada 2011 guna menjamin ketahanan energi Tanah Air.
Mantan Dirut PT Perusahaan Gas Negara Tbk Abdul Qoyum Tjandranegara menilai tertundanya proyek Donggi-Senoro ini disebabkan oleh kepentingan pemerintah yang ingin mengalokasikan jatah gas untuk ekspor.
Padahal ujar dia, sudah semestinya gas Donggi itu dialokasikan untuk kebutuhan dalam negeri sekalipun dengan harga yang lebih rendah.
Jika konsumen dalam negeri tidak bisa membeli dengan harga ekspor, sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk memberi subsidi dan bukan malah menjual ke luar.