Thursday, November 21, 2024
HomeReforminer di Media2024Dorong Pemanfaatan Domestik, Infrastruktur Gas Bumi Bakal Dipacu

Dorong Pemanfaatan Domestik, Infrastruktur Gas Bumi Bakal Dipacu

Kompas.id; 11 Agustus 2024

JAKARTA, KOMPAS — Besarnya potensi gas bumi di Indonesia perlu dimanfaatkan untuk berbagai keperluan domestik. Guna mendukung itu, pembangunan infrastruktur berupa pipa transmisi gas bumi perlu terus dipacu. Di sisi lain, iklim investasi hulu migas di Indonesia juga perlu terus dijaga, salah satunya untuk turut berkontribusi dalam pengembangan infrastruktur sehingga negara tidak melulu bergantung pada APBN.

Peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), Akmaluddin Rachim, dihubungi Minggu (11/8/2024), mengatakan, akselerasi pembangunan infrastruktur gas bumi penting serta berkelanjutan. Pemanfaatan gas dari lapangan Jambaran Tiung Biru (JTB) di Bojonegoro, Jawa Timur, misalnya, yang seharusnya dapat dioptimalkan guna semakin banyak gas bumi dimanfaatkan untuk keperluan domestik.

”Pengembangan infrastruktur gas bumi perlu ditingkatkan serta semakin mendapat perhatian. Itu menjadi salah satu kunci pemanfaatan besarnya potensi gas bumi Indonesia, terutama untuk kebutuhan domestik,” kata Akmaluddin.

Akmaluddin menambahkan, pengembangan gas bumi Indonesia juga mesti berkelanjutan. Kepastian hukum menjadi hal krusial agar perusahaan-perusahaan migas, terutama perusahaan global, turut ambil bagian, yang juga dapat mendongkrak peningkatan pemanfaatan gas bumi Indonesia. Jangan sampai, berbagai hal, baik teknis maupun nonteknis, berpengaruh pada hengkangnya perusahaan-perusahaan itu dari Indonesia.

null

Sementara itu, dosen Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Pri Agung Rakhmanto, mencatat, dengan proyeksi kebutuhan gas domestik yang terus meningkat serta tren penurunan produksi gas, Indonesia diperkirakan akan menghadapi defisit neraca gas. Potensi defisit itu terutama di wilayah Sumatera bagian tengah selatan serta Jawa Barat (Sumtangsel-Jabar) dan Jawa Tengah-Jawa Timur.

Berdasarkan data PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) pada 2022, kata Pri Agung, defisit neraca gas berpotensi terjadi mulai 2024, sebesar 50 miliar british thermal unit per hari (BBTUD) dan meningkat menjadi 232 BBTUD pada 2030. Sementara sejak 2030, pasokan gas di Jateng-Jatim diperkirakan tak lagi dapat memenuhi kebutuhan gas di kedua wilayah itu.

Pri Agung menambahkan, kebijakan intervensi harga gas pada pengguna akhir, seperti harga gas bumi tertentu untuk tujuh jenis industri seharga 6 dollar AS per MMBTU, berpotensi membuat permasalahan pada seluruh rantai bisnis gas nasional kian meningkat. Investasi hulu gas bumi menjadi tidak menarik serta pembangunan infrastruktur gas bakal terus bergantung pada APBN. Padahal, infrastruktur gas bumi krusial.

Oleh karena itu, keekonomian proyek pada industri hulu gas bumi perlu diperhatikan karena akan menentukan besaran harga gas yang harus dibayar oleh pengguna akhir. ”Pembangunan dan pengembangan infrastruktur gas nasional ialah kunci agar pemanfaatan gas domestik lebih optimal. Karena itu, perlu ada jaminan investasi yang dilakukan memperoleh margin serta pengembalian investasi yang wajar,” kata Pri Agung.

Lebih masif

Sekretaris Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Maompang Harahap mengatakan, pada periode 2025-2028, Indonesia akan mendapat tambahan pasokan gas bumi. Itu terkait dengan temuan sejumlah sumber gas “jumbo” oleh kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) di sejumlah lokasi di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir.

Sejumlah temuan baru tersebut di antaranya di wilayah kerja (WK) Geng North, di perairan Kalimantan Timur, dengan potensi sebesar 1.000 juta standar kaki kubik gas per hari (MMSCFD); WK Indonesia Deepwater Development (IDD) Gandang Gendalo sebesar 4.900 MMSCFD; dan WK Andaman sebesar 527 MMSCFD.

Temuan-temuan tersebut perlu didukung infrastruktur gas bumi sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal. Itu termasuk untuk pemanfaatan domestik yang saat ini sudah sekitar 70 persen (30 persen untuk ekspor). “Infrastruktur menjadi kunci penting supaya pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan domestik nanti bisa lebih masif,” kata Maompang, dalam keterangannya, Sabtu (10/8/2024).

Pemerintah, kata Maompang, terus menggenjot pembangunan infrastruktur gas bumi, terutama pada proyek pipa transmisi gas Cirebon-Semarang (Cisem) dan pipa transmisi Dumai-Sei Mangkei (Dusem) di Sumatera. Adapun proyek pembangunan Cisem tahap I, ruas Semarang-Batang, sudah tuntas. Sementara tahap II, ruas Batang-Cirebon-Kandang Haur Timur, sudah memasuki tahap awal pembangunan.

”Untuk Dusem, sekarang dalam proses perencanaan. Basicdesign dan studi kelayakannya sedang disusun. Ditargetkan, akhir 2024 dilelangkan. Panjangnya kurang lebih 550 kilometer dan pelaksanaan fisiknya ditargetkan pada 2025, 2026, dan 2027 (kontrak tahun jamak),” ujarnya. Apabila kedua proyek yang menggunakan APBN itu rampung, Aceh hingga Jawa Timur akan tersambung pipa transmisi gas.

Ia menambahkan, salah satu manfaat pembangunan pipa gas ialah mendukung harga gas terjangkau, dengan tollfee yang lebih rendah, untuk memenuhi kebutuhan gas, baik untuk industri, pembangkit listrik, komersial, maupun rumah tangga. Apabila sudah terbangun, ditargetkan ada tambahan 300.000 sambungan rumah tangga (SR) jaringan gas perkotaan (Jargas) di sekitar Cisem dan 600.000 SR di sekitar Dusem.

Pemanfaatan gas bumi untuk Jargas juga diyakini bakal mengurangi penggunaan elpiji 3 kilogram (kg). Apalagi, sekitar 80 persen kebutuhan elpiji dalam negeri dipenuhi dengan impor. ”Apabila infrastruktur ini terbangun, ada potensi pengurangan subsidi elpiji sebesar Rp 0,63 triliun per tahun dan akan menghemat devisa impor elpiji kurang lebih Rp 1,08 triliun per tahun,” ucap Maompang.

Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif, dalam peresmian minyak perdana Banyu Urip Infill Clastic, di Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, Bojonegoro, Jatim, Jumat (9/8/2024), mengatakan, pembangunan infrastruktur Cisem dan Dusem ialah upaya pemerintah dalam memanfaatkan sumber-sumber gas bumi yang ada di Indonesia. Kemudian, mendekatkannya dengan pusat-pusat permintaan (demand), yakni pada industri.

”Dengan tersambungnya (pipa gas) nanti, kita bisa memanfaatkan gas yang ada di Sumatera. Selain itu, juga bisa menjamin suplai gas dari Jatim ke Jabar untuk menyeimbangkan kemungkinan penurunan produksi di wilayah Sumatera,” kata Arifin.

Arifin juga meminta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Ditjen Migas Kementerian ESDM untuk proaktif mengeksplorasi potensi-potensi migas baru serta mendukung kegiatan KKKS. ”Bagaimana agar kita bisa menarik potensi pemain-pemain (migas) baru untuk membuka blok baru. Kita masih harus berupaya keras untuk mengupayakan sumber-sumber (migas) kita,” ujarnya.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments