Kontan, 20 Desember 2021
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Dengan maraknya Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) asing yang hengkang dari Indonesia, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menilai, sedikit banyak akan memberikan pengaruh bagi target investasi hulu migas.
“Bagaimanapun hal tersebut akan berdampak terhadap persepsi yang terbentuk. Bisa muncul persepsi bahwa iklim investasi di Indonesia tidak cukup kondusif. Saya kira ini hal yg perlu diantisipasi,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (16/12).
Selain perihal target investasi hulu migas, hal ini juga akan turut memberikan tantangan yang besar terhadap target produksi yang dicanangkan sebelumnya yakni produksi minyak sebesar 1 juta barel dan gas 12 BSCFD pada tahun 2030. Komaidi bilang, tantangan untuk mencapai target tersebut secara relatif menjadi lebih berat.
Dengan kondisi ini, beban sebagian besar akan berada di pundak Pertamina. Sementara seperti yang diketahui, peran Pertamina tidak hanya terkait produksi di hulu tetapi juga harus maksimal di hilirnya.
Komaidi menyoroti, pentingnya segera menyelesaikan proses revisi UU No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagai payung hukum tertinggi dalam kegiatan usaha hulu migas yang kerap menjadi kendala masuknya investasi.
“Selain sudah sangat lama prosesnya yakni 13 tahun beberapa ketentuan yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi harus segera ditindaklanjuti.
Salah satunya terkait posisi SKK Migas sebagai pengganti BP Migas yang dibubarkan berdasarkan keputusan MK,” ujarnya. Saat dihubungi, pihak SKK Migas tidak memberikan keterangan lebih lanjut mengenai dampak hengkangnya KKKS asing ke investasi hulu migas.
SKK Migas hanya memastikan bahwa program peningkatan produksi tetap berjalan khususnya di WK Coridor pasca-pengambilalihan Participating Interest Wilayah Kerja koridor dari ConocoPhillips oleh Medco Energi Global Pte. Ltd Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Rinto Pudyo mengatakan terkait pengambilalihan participating interest merupakan suatu hal biasa di dalam dunia bisnis.
“Karena itu yang kami lakukan adalah memastikan agar program-program peningkatan produksi tetap terjaga,†jelasnya saat dihubungi terpisah.
Sebagai informasi, Kontrak Kerja Sama WK Coridor ditandatangani pertama kali pada 20 Desember 1983, dan telah mendapatkan perpanjangan kontrak sebanyak dua kali.
Perpanjangan pertama dilakukan pada 7 Oktober 1996 dengan tanggal efektif kontrak pada 20 Desember 2003 hingga 19 Desember 2023, dengan kontrak bagi hasil (PSC). Sedang perpanjangan kedua ditandatangani pada 11 November 2019 dan akan berlaku efektif mulai tanggal efektif 20 Desember 2023 selama 20 tahun, dengan kontrak Gross Split.
Peralihan saham WK Coridor berawal saat Phillips International Investment Inc (Phillips International), yaitu perusahaan yang merupakan pemegang saham tidak langsung dari CPGL, menandatangani Share Purchase and Sale Agreement (SPSA) untuk menjual 100% saham di ConocoPhillips Indonesia Holding Ltd. (CIHL) yang memiliki 100% saham di WK CPGL, kepada PT Medco.
Transaksi ini bergantung pada penyelesaian SPSA yang diperkirakan akan terjadi pada Kuartal I tahun 2022, di mana prosesnya akan mengakibatkan terjadinya perubahan pengendalian secara tidak langsung atas CPGL. Akibat peralihan tersebut, Medco akan berhak menjadi penguasa 54% saham WK Coridor, sekaligus akan bertindak sebagai operator WK tersebut, baik pada saat kontrak PSC maupun ketika memasuki era perpanjangan kontrak berdasarkan GS.
Adapun pemilik PI lain WK tersebut adalah Talisman Coridor dan PHE Coridor. WK Coridor saat ini memproduksi minyak dan gas. Realisasi produksi minyak adalah 6.864 bopd atau lebih besar dari target di WPNB 2021 sebesar 6.691 bopd. Sedang produksi gas sebesar 989,70 mmscfd, digunakan untuk memenuhi kebutuhan gas dalam negeri dan luar negeri.