Saturday, November 23, 2024
HomeReforminer di MediaArtikel Tahun 2013Harga BBM Bersubsidi dan Kebijakan Kompensasi

Harga BBM Bersubsidi dan Kebijakan Kompensasi

Komaidi Notonegoro
Wakil Direktur ReforMiner Institute

Rencana penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan satu harga menyudahi polemik dua harga yang sebelumnya diyakini pemerintah sebagai opsi yang terbaik. Akan tetapi, publik masih harus menunggu kapan kebijakan tersebut direalisasikan. Meski UU APBN 2013 memberikan ruang untuk dapat menaikkan harga BBM tanpa harus meminta persetujuan DPR, pemerintah tampaknya belum akan menggunakan wewenang tersebut. Paling tidak, hingga semester pertama tahun anggaran 2013 yang hampir berakhir, pemerintah belum menggunakan kewenangan yang telah diberikan oleh regulasi.

Belum adanya rumusan mengenai kebijakan kompensasi akibat kenaikan harga BBM bersubsidi adalah argumentasi mengapa pemerintah belum mengambil wewenang tersebut. Pemerintah menyampaikan masih akan memperjuangkan adanya kebijakan kompensasi bagi rakyat miskin jika harga BBM bersubsidi dinaikkan. Untuk merumuskan hal tersebut pemerintah akan segera berkoordinasi dengan DPR. Dalam konteks itu, pemerintah akan segera menyampaikan rencana anggaran pendapatan dan belanja perubahan (RAPBN-P) 2013.

Anggaran Semakin Tertekan

Dalam konteks anggaran, kenaikan harga BBM bersubsidi merupakan akibat adanya deviasi asumsi makro APBN dengan realisasinya. Sampai dengan April 2013 rata-rata harga minyak mentah indonesia r ICP tercatat US$ 108,39 per barel, lebih tinggi dari asumsi sebesar US$ 100 per barel. Sedangkan rata-rata nilai tukar rupiah sampai dengan April 2013 tercatat Rp 9.702 per dolarAS, terdepresiasi dari asumsi sebesar Rp 9.300 per dolar AS. Selain itu, konsumsi BBM bersubsidi pada 2013 diproyeksikan mencapai 48 – 53 juta kiloliter (KL), lebih besar dari kuota APBN 2013 yang ditetapkan sebesar 46 juta KL.

Simulasi yang dilakukan ReforMiner Institute menemukan, setiap realisasi ICP lebih tinggi $ 1 per barel dari asumsi akan menambah beban subsidi BBM sebesar Rp 3,57 triliun. Setiap nilai tukar rupiah terdepresiasi Rp 100 per US$ dari asumsi, akan menambah subsidi BBM sebesar Rp 3,83 triliun. Sedangkan setiap tambahan kuota BBM sebesar 1 juta KL akan menambah beban subsidi BBM sebesar Rp 4,5 triliun. Selain itu, setiap penurunan target lifting minyak sebesar 10.000 barel per hari akan menurunkan potensi penerimaan negara dari sektor minyak bumi sekitar Rp 2,22 triliun.

Karena itu, jika realisasi ICP dan nilai tukar rupiah sampai dengan April 2013 tersebut bertahan sampai akhir tahun, kebutuhan tambahan anggaran subsidi BBM paling tidak mencapai sekitar Rp 45,27 triliun. Jika kuota BBM subsidi ditambah menjadi 48 juta KL, tambahan anggaran subsidi BBM yang dibutuhkan menjadi Rp 54,27 triliun. Sedangkan jika kuota ditambah menjadi 53 juta KL, tambahan anggaran subsidi BBM yang dibutuhkan adalah sekitar Rp 76,77 triliun. Kondisi anggaran akan semakin tertekan jika target lifting minyak tidak tercapai. Mengingat pengeluaran bertambah signifikan, namun penerimaan negara dari SDA dan PPh Migas justru merosot.

Sumber Dana Kompensasi

Sehari Usai dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono, Selasa (21/5) pekan Lalu,Menteri Keuangan M Chatip Basri langsung tancap gas, mengelar rapat bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dalam rangka pembahasan anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (APBN-P) 2013. Dalam RAPBN-P 2013 tersebut pemerintah menyampaikan beberapa perubahan asumsi makro.

Berdasarkan asumsi makro yang berubah diantaranya ICP diubah menjadi US$ 108 per barel dari US$ 100 USD per barel, nilai tukar diubah menjadi Rp 9.600 per dolar AS dari Rp 9.300 per AS, lifting minyak diturunkan menjadi 840 ribu barel per hari dari 900 ribu barel per hari, dan kuotan BBM ditambah menjadi 48 juta KL dari 46 juta KL. Berdasarkan rencana perubahan asumsi tersebut, APBN-P 2013 akan dihadapkan pada beban subsidi energi- khususnya subsidi BBM yang semakin besar.

Dengan kuota sebesar 46 juta KL, kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 1.500,- per liter akan menghemat anggaran subsidi BBM sebesar Rp 69 triliun dalam satu tahun anggaran. Jika kebijakan diimplementasikan di pertengahan tahun, penghematan anggaran subsidi BBM yang diperoleh adalah sekitar Rp 34,5 triliun. Artinya, jika kenaikan harga BBM dilakukan di tengah tahun penghematan anggaran yang didapat hanya habis untuk menutup defisit APBN. Bahkan terdapat kemungkinan belum cukup untuk menutup defisit APBN yang ada.

Dengan kuota sebesar 48 juta KL, kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 1.500 perliter akan menghemat anggaran subsidi BBM sebesar RP 69 triliun dalam satu tahun anggaran. Jika kebijakan diimplementasikan di pertengahan tahun, penghematan anggaran subsidi BBM yang diperoleh adalah sekitar Rp 34,5 triliun. Itu artinya, jika kenaikan harga BBM dilakukan di tengah tahun, penghematan anggaran yang di dapat hanya habis untuk menutup defisit APBN. Bahkan sangat mungkin Angka Itu pun belum cukup untuk menutup defisit APBN yang ada.

Kenaikan ICP dan terdepresiasinya nilai tukar rupiah pada satu sisi memang akan menambah penerimaan negara dari sektor minyak bumi. Akan tetapi kenaikan pendapatan tersebut hanya setara (sekedar untuk mengompensasi) turunya penerimaan negara akibat penurunan (revisi) target lifting minyak. Dengan demikian, tambahan defisit APBN akibat meningkatnya belanja subsidi BBM memang harus ditutup dari kenaikan harga BBM dan/ sumber penerimaan APBN yang lain.

Dalam hal ini, jika kenaikan harga BBM ditetapkan tidak akan melampaui Rp 1.500 per liter (menjadi Rp 6.000 per liter), pada dasarnya tidak ada realokasi subsidi BBM. Mengingat penaikan harga BBM hanya sekedar untuk menutup defisit APBN. Karena itu, jika pemerintah dan DPR bersepakat untuk memberikan kompensasi kepada rakyat miskin, Apalagi jumplahnya tidak kecil, mencapai sekitar 30 triliun. Bertolak pada postur anggaran yang ada, dana kompensasi paling tidak hanya dapat bersumber dari hutang atau pemotongan pos-pos belanja yang kurang prioritas.

Betapapun urgensinya dan seberapapun besarnya dana kompensasi yang disiapkan, pemerintah perlu menyampaikan secara transparan kepada publik terkait dari mana sumber dana kompensasi tersebut. Hal tersebut penting untuk menghindari polemik dan penting pula untuk mengedukasi publik mengenai kondisi serta kemampuan anggaran negara yang ada saat ini.

Dalam konteks ketahanan energi dan anggaran, kenaikan harga BBM bersubsidi adalah suatu yang harus dilakukan. Ini sesungguhnya hanya soal waktu. Dalam hal ini, pengambil kebijakan juga perlu memahami bahwa tidak ada kebijakan BBM yang populis, kecuali menurunkan harga BBM. Jadi, apapun resikonya, kebijakan terkait BBM ini memang harus diambil.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments