Validnews.id; 02 November 2021
Berdasarkan informasi harga dari laman resmi Shell Indonesia, BBM Shell Super di Jakarta kini seharga Rp12.860 per liter dari sebelumnya Rp11.550 per liter
JAKARTA – Pengamat Ekonomi Energi dan pertambangan Komaidi Notonegoro mengatakan, kenaikan harga BBM Shell merupakan hal yang wajar karena harga minyak mentah sedang tinggi.
“Jika mencermati harga minyak mentah sedang naik signifikan. Secara prinsip ekonomi tidak ada yang dilanggar,” ujarnya di Jakarta, Selasa, menanggapi naiknya harga BBM Shell Indonesia sejak 1 November 2021
.
Dilansir melalui Antara, berdasarkan informasi harga dari laman resmi Shell Indonesia, BBM Shell Super di Jakarta kini seharga Rp12.860 per liter dari sebelumnya Rp11.550 per liter.
Sementara untuk jenis BBM lainnya juga mengalami penyesuaian harga, seperti Shell B-Power Rp13.400 per liter, Shell V-Power Diesel Rp13.000 per liter, dan Shell V-power Nitro+ Rp13.700 per liter yang juga berlaku untuk wilayah Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.
Kemudian untuk wilayah Jawa Timur, harga BBM Shell Super sebesar Rp12.150 per liter dan Shell V-Power seharga Rp13.400 per liter. Adapun harga Shell Super dan Shell V-Power di Sumatera Utara masing-masing Rp11.500 dan Rp12.300 per liter.
Komaidi yang merupakan Direktur Eksektif Reforminer Institute menyampaikan kenaikan harga BBM Shell diproyeksikan bisa menambah inflasi karena bahan bakar berperan penting dalam proses produksi hingga distribusi barang dan jasa.
“Kemungkinan akan menambah inflasi mengingat BBM memegang peran penting dalam proses produksi dan distribusi barang dan jasa,” ungkapnya.
Komaidi mengatakan, penyesuaian harga yang dilakukan Shell Indonesia dapat memicu Pertamina untuk menaikkan harga BBM-nya karena nilai keekonomian dan harga jual yang terpaut jauh.
Harga keekonomian Pertalite kini sudah mencapai Rp11.000 per liter, namun Pertamina masih menjual Pertalite dengan harga Rp7.650 per liter. Bahkan harga keekonomian BBM Premium telah mencapai Rp9.000 per liter, tetapi masih dijual Rp6.450 per liter.
“Meskipun regulasi memberikan kewenangan dalam praktiknya Pertamina sebagai BUMN tetap harus memperoleh restu pemerintah sebagai pemegang saham,” ujar Komaidi.