Friday, November 22, 2024
HomeReforminer di Media2015Harga Minyak Turun Bisa Hambat Produksi

Harga Minyak Turun Bisa Hambat Produksi

(Kompas, 6 Juli 2015)

JAKARTA, Usaha pemerintah untuk menaikkan cadangan dan produksi minyak bumi dikhawatirkan terhambat lantaran harga minyak Indonesia merosot menjadi 59,4 dollar AS per barrel. Merosotnya harga minyak Indonesia tersebut dipengaruhi faktor eksternal seperti produksi minyak anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang meningkat beberapa waktu terakhir. Karena itu, perlu kemudahan berinvestasi di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) yang diikuti berbagai terobosan kebijakan oleh pemerintah.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha mengatakan, harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) yang turun berpotensi menghambat upaya pemerintah menaikkan cadangan dan produksi minyak di dalam negeri. ICP yang rendah akan berpengaruh langsung terhadap nilai keekonomian proyek-proyek hulu migas yang dikembangkan, baik oleh perusahaan migas nasional maupun asing di Indonesia.

“Sebab, nilai keekonomian bisnis migas didasarkan pada bagi hasil yang telah dipatok pada harga minyak tertentu. Maka, pemerintah perlu memberi insentif berupa peringanan pajak dan persentase bagi hasil yang sesuai saat harga minyak rendah,” kata Satya, Minggu (5/7), di Jakarta.

Dalam asumsi makro APBN-P 2015, harga minyak mentah Indonesia ditetapkan 60 dollar AS per barrel. Adapun produksi minyak siap jual (lifting) Indonesia 825.000 barrel per hari.

Satya menambahkan, jika harga minyak terus turun, kekhawatiran dalam jangka panjang adalah banyak proyek eksplorasi yang tertunda. Eksplorasi yang tertunda akan berpengaruh terhadap upaya pemerintah menambah cadangan minyak dan menaikkan produksi minyak di dalam negeri.

Akhir pekan lalu, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan ICP periode Juni 2015 sebesar 59,4 dollar AS per barrel atau lebih rendah daripada periode Mei 2015 yang ditetapkan 61,8 dollar AS per barrel. Penyebabnya, produksi minyak anggota OPEC melonjak 0,023 juta barrel per hari menjadi 30,9 juta barrel per hari pada Mei 2015.

Faktor penyebab lainnya adalah peningkatan ekspor minyak mentah Iran selama Juni 2015 menjadi 3,2 juta barrel per hari. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang melambat dan kondisi perekonomian Eropa yang belum pulih menyebabkan permintaan minyak merosot, padahal produksinya terus melimpah.

Tata kelola

Secara terpisah, pengamat energi dari Universitas Trisakti Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, di tengah harga minyak Indonesia yang merosot, pemerintah sebaiknya memperbaiki tata kelola. Langkah itu untuk menggairahkan iklim investasi di sektor migas dalam negeri.

Menurut dia, pemerintah sebaiknya turun tangan langsung mengawal usaha-usaha perbaikan tata kelola tersebut. Perbaikan itu mencakup perizinan yang dipersingkat dan diperjelas, pembebasan lahan yang lebih pasti, dan peraturan yang tidak saling tumpang tindih.

Namun, Pri Agung berpendapat, ICP yang turun tidak berdampak signifikan terhadap industri migas di dalam negeri.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments