Kompas.com; 9 Juli 2025
JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah menargetkan proyek strategis nasional (PSN) di sektor hulu migas dapat menjadi tulang punggung peningkatan produksi energi dan penggerak pertumbuhan ekonomi nasional dalam beberapa tahun ke depan. Hingga akhir 2024, terdapat empat proyek utama yang telah ditetapkan sebagai PSN, yakni Asap Kido Merah (Genting Oil Kasuri), ekspansi Tangguh tahap 2 (British Petroleum), Indonesia Deepwater Development dan Geng North (ENI), serta Abadi Masela (Inpex).
Menurut ReforMiner Institute, kontribusi keempat proyek tersebut terhadap produksi migas nasional tidak bisa disepelekan. Potensi tambahan produksi minyak dari proyek PSN ini mencapai 140.000 barrel per hari. Jumlah itu setara dengan sekitar 18,77 persen dari target produksi dalam skenario mid case (746.000 barrel per hari), dan 13,90 persen dari skenario high case (1.007.000 barrel per hari).
Sementara itu, tambahan produksi gas dari PSN diperkirakan mencapai 4.256 juta kaki kubik per hari (MMSCFD), setara 51,83 persen dari target mid case (8.212 MMSCFD), dan 41,53 persen dari target high case (10.249 MMSCFD). “Peran proyek strategis ini sangat sentral untuk mengejar target produksi migas nasional 2030,” ujar Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (9/7/2025).
Selain target energi, proyek PSN hulu migas juga berpotensi besar memberi dampak makro ekonomi yang signifikan. Data SKK Migas per Oktober 2024 menunjukkan total investasi dari pelaksanaan empat proyek ini mencapai 32,94 miliar dollar AS, atau sekitar Rp 494 triliun (kurs Rp 16.500 per dollar AS).
Simulasi ReforMiner menunjukkan, jika investasi tersebut direalisasikan dalam kurun lima tahun, maka dampaknya antara lain: Produk Domestik Bruto (PDB) naik 0,51 persen, Ekspor meningkat 1,9 persen, Pendapatan pemerintah bertambah 6,29 persen, Penerimaan pajak naik 0,52 persen, Surplus neraca pembayaran menguat 0,70 persen, dan Nilai tukar rupiah menguat 0,69 persen. Jika investasi dijalankan selama delapan tahun, dampaknya sedikit lebih rendah namun tetap positif, dengan potensi kenaikan PDB sekitar 0,32 persen dan surplus neraca pembayaran 0,44 persen.
Regulasi Butuh Penyesuaian Di sisi lain, ReforMiner menilai pelaksanaan proyek strategis ini masih menghadapi sejumlah tantangan yang umum dalam proyek hulu migas. Di antaranya, kompleksitas perizinan, ketidaksinkronan regulasi, dan tantangan keekonomian.
“Perlu penyempurnaan regulasi, salah satunya revisi PP 42/2021 tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional, agar PSN hulu migas berjalan optimal,” kata Komaidi. Beberapa rekomendasi yang diajukan ReforMiner antara lain:
Penetapan sektor prioritas dan sumber pendanaan dengan pendekatan multiyears dalam APBN/APBD, Penetapan indikator kinerja (KPI) lintas kementerian, misalnya batas waktu perizinan di bawah tiga bulan, Penyelarasan regulasi antara kementerian ESDM, Keuangan, KLHK, serta pelibatan pemerintah daerah untuk hindari tumpang tindih kebijakan.
Selain itu, ReforMiner mendorong percepatan revisi PP 27 dan PP 53 tahun 2017, terutama terkait insentif fiskal seperti pembebasan bea masuk, pajak dalam rangka impor, dan pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk mendukung keekonomian proyek.
Kemudian, sejalan dengan arah kebijakan transisi energi, ReforMiner juga mendorong agar teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) serta Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) dimasukkan sebagai bagian dari kegiatan usaha hulu migas.
“Perlu ada penyederhanaan perizinan dan menjadikan CCS/CCUS sebagai bagian dari operasi kegiatan usaha hulu migas berdasarkan kontrak yang ada,” kata Komaidi.
Ia menekankan, agar investasi CCS/CCUS bisa langsung dimasukkan dalam komponen biaya operasi tanpa memerlukan kajian terpisah atau perubahan struktur kontrak dasar.