Kontan.id; 24 Juli 2020
JAKARTA. Setelah kabar hengkangnya Shell dari proyek gas di Blok Masela, kini keberlanjutan Chevron Pacifik Indonesia di Blok Indonesia Deep Water Development (IDD) menjadi sorotan. Pemerintah pun dinilai perlu mencari cara agar investasi di sektor hulu migas bisa Indonesia bisa tetap menarik.
Pengamat migas dari Universitas Trisaksi Pri Agung Rakhmanto berpandangan, persaingan portofolio investasi hulu migas di tataran regional dan global semakin ketat. Menurutnya, hanya portofolio investasi yang dinilai benar-benar menguntungkan dan menempati skala prioritas, yang akan dikerjakan oleh para investor.
Pri menyebut, hal itu terjadi karena kondisi pasar dan harga minyak termasuk gas dan LNG, sedang rendah. “Maka pendapatan mereka juga terpengaruh, sehingga porsi investasi hanya dialokasikan kepada proyek-proyek atau portofolio yang bagi mereka adalah prioritas,” kata Pri kepada Kontan.co.id, Jum’at (24/7).
Apalagi dengan adanya pandemi Covid-19 dan dampak yang ditimbulkannya, membuat faktor perhitungan keekonomian investasi menjadi berubah. Alhasil, faktor yang harus dikalkulasi dan menjadi pertimbangan semakin bertambah banyak.
Pri bilang, pandemi Covid-19 membuat investasi di hulu migas semakin kompleks. Pemerintah memang tetap perlu memberikan insentif berupa fiskal maupun non-fiskal. Tapi dalam kondisi seperti saat ini, strategi itu pun belum bisa menjamin investor akan bertahan, apalagi menarik datangnya investor besar yang baru.
“Tidak ada yang bisa dilakukan pemerintah selain memberikan insentif-insentif atau kemudahan dalam investasi. Insentif tentu akan membantu (membuat iklim investasi) menarik. Tetapi juga bergantung negara lain seperti apa. Yang akan dipilih dan menjadi prioritas bagi investor tentu yang memberikan return paling besar dan cepat,” jelas Pri yang juga merupakan pendiri dari ReforMiner Institute.
Dia mengingatkan, ketertarikan investor terhadap proyek hulu migas tidak selalu soal insentif. Melainkan juga faktor kualitas dari proyek tersebut, seperti prospek bisnis, besaran cadangan, potensi produksi dan kemudahan akses pasar.
“Dalam hal ini tingkat kompetisinya juga ketat. Misal kita dibandingkan dengan shale oil/gas di AS atau Argentina, kan berat,” ujar Pri.