Kompas.id; 5 Oktober 2024
JAKARTA, KOMPAS – Kenaikan harga minyak dunia akibat konflik Iran-Isreal turut berdampak pada harga minyak mentah Indonesia. Namun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menilai peningkatan harga minyak saat ini masih relatif aman bagi Indonesia karena di bawah asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2024. Namun, pemerintah memastikan terus memantau perkembangan yang ada.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana, Sabtu (5/10/2024) mengatakan, eskalasi konflik Iran-Israel bakal mempengaruhi kenaikan harga minyak dunia. Kenaikan harganya, berdasarkan simulasi, dapat berkisar 3-4 dollar AS per barel.
“Kenaikan harga minyak dunia tersebut juga berdampak terhadap kenaikan harga minyak Indonesia pada bulan ini. Pada periode 1-3 Oktober 2024, harga ICP (Indonesia Crude Price/harga minyak mentah Indonesia) mencapai 74,17 dollar AS per barel atau naik sebesar 1,63 dollar AS per barel dibandingkan ICP pada bulan September 2024,” ujar Dadan.
Namun, hingga saat ini, akumulasi ICP dari 1 Januari hingga 3 Oktober 2024, masih di angka 79,42 dollar AS per barel atau berada di bawah asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, sebesar 82 dollar AS per barel. “Meskipun masih aman, pemerintah terus memantau,” lanjutnya.
Menurut Dadan, ada sejumlah faktor yang dapat menahan lonjakan harga minyak saat eskalasi konflik Timur Tengah terjadi. Di antaranya, masih rendahnya permintaan minyak dunia yang diakibatkan menurunnya pertumbuhan ekonomi global. Selain itu, juga masih tersedianya cadangan pasokan minyak di pasar global.
https://cdn-assetd.kompas.id/CySfRUFb0TjqFsASp663mgT0cy0=/1024×675/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F10%2F02%2F10fcf601-fad6-4945-a3cd-93a8552b9ff1_jpg.jpg
Sebelumnya, pada Selasa (1/10/2024), Iran menembakkan rudal-rudal balistiknya ke Israel. Harga minyak jenis Brent pun naik dari sebelumnya 73 dollar AS per barel menjadi 75 dollar AS per Barel.
Catatan Trading Economics, pada Jumat (4/10), harga naik lagi menjadi 78 dollar AS per barel menyusul ucapan Presiden AS Joe Biden yang menyebut mendiskusikan potensi serangan Israel ke sejumlah fasilitas minyak milik Iran.
Meskipun masih aman, pemerintah terus memantau.
Dikutip dari BBC, Head of Commodities pada Investec, perusahaan penyedia produk dan layanan keuangan, Callum Macpherson, mengatakan, jika sebelumnya Israel langsung memutuskan menyerang sektor perminyakan Iran, kenaikan harga minyak Brent bisa signifikan dan cepat. Skenario itu dapat mengancam inflasi di Inggris.
Namun, itu tak terjadi sehingga kenaikan harga Brent tidak cepat dan signifikan. Bahkan, menurutnya, mungkin tidak akan ada gangguan suplai minyak sama sekali. Itu berbeda dengan perang Rusia dan Ukraina pada 2022 yang membuat harga minyak hingga mencapai 120 dollar AS per barel. Kala itu, dunia juga baru pulih dari pandemi Covid-19.
Konsumen mengisi bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite di SPBU di kawasan Palmerah, Jakarta, Jumat (30/8/2024). Penjualan BBM subsidi Pertalite akan mulai diatur penjualannya per 1 Oktober 2024. Adapun proses sosialisasi tentang pembatasan ini akan dilakukan pada September 2024.
KOMPAS/ PRIYOMBODO
Konsumen mengisi bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite di SPBU di kawasan Palmerah, Jakarta, Jumat (30/8/2024). Penjualan BBM subsidi Pertalite akan mulai diatur penjualannya per 1 Oktober 2024. Adapun proses sosialisasi tentang pembatasan ini akan dilakukan pada September 2024.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, mengatakan, harga minyak mentah bisa meningkat signifikan jika terjadi perang terbuka antara Iran dan Israel. Pasalnya, berkisar 25-30 persen perdagangan minyak dunia melewati sekitar Iran, sehingga ada ancaman gangguan pasokan yang juga bakal mendorong lonjakan harga.
”Dampaknya bagi Indonesia, pertama ialah masalah pasokan karena kita merupakan importir minyak. Kedua, dampak pada fiskal. Sebab, setiap ada kenaikan 1 dollar AS per barel (dengan kurs sama), ada tambahan pengeluaran (APBN) Rp 10 triliun. Artinya, kalau harga minyak naik hingga 10 dollar AS per barel, bisa mencapai Rp 100 triliun,” ujar Komaidi.
Apabila harga minyak terus melonjak, pada titik tertentu, harga bahan bakar minyak (BBM) bukan tak mungkin dinaikkan demi mengurangi beban APBN. Namun, lanjut Komaidi, hal tersebut akan tergantung pada risiko politik, terutama pada pemerintahan baru, presiden terpilih Prabowo Subianto, yang akan dilantik sebagai Presiden RI 2024-2029 pada 20 Oktober 2024.
Dampak kenaikan harga minyak bakal berdampak nyata bagi Indonesia, salah satunya karena produksi siap jual (lifting) minyak bumi yang terus menurun. Saat ini, lifting minyak bumi sekitar 577.000 barel per hari, sedangkan kebutuhan nasional lebih dari dari 1,5 juta barel per hari sehingga harus dipenuhi dengan impor.