Pri Agung Rakhmanto;
Dosen FTKE Universitas Trisakti, Pendiri ReforMiner Institute
KONTAN; Senin 13 Januari 2014
Akuisisi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) oleh PT Pertamina tidak secara langsung memberikan manfaat dan solusi untuk menyelesaikan persoalan energi saat ini. Bahkan, saya menilai rencana akuisisi PGN ini hanya akan membuat Pertamina kian gemuk, tidak efisien, dan korup jika pengawasanya kendor.
Pertanyaanya, apakah dengan akuisisi PGN oleh Pertamina ini akan membuat makin banyak infrastruktur gas dibangun saya kira belum tentu. Jika Pertamina sebagai korporasi masih beroreientasi mencari untung, tak ada jaminan Pertamina membangun infrastruktur tambahan seperti yang dilakukan PGN selama ini.
Jika alasannya dengan akuisisi PGN oleh Pertamina akan mudahkan Pertamina menerapkan kebijakan open access pada semua jaringan pipa distribusi dan transmisi milik PGN, saya kira kurang tepat. Sebab ,kewenagan memutuskan kebijakan open access itu ada pada pemerintah. Jadi, kuncinya di pemerintah.
Penetapan kebijakan open access, tanpa akuisisi pun sebenarnya bisa terjadi meskipun ada resistensi dari PGN. Sebab, bagaimanapun juga PGN harus tunduk pada peraturan yang sudah ditetapkan pemerintah.
Demikian pula dengan argument bahwa akuisisi PGN oleh Pertamina ini akan menjamin pasokan gas dari hulu kepada PGN, saya kira kurang mendasar. Sebab, jaminan pasokan gas dari hulu hanya berasal dari lapangan-lapangan gas milik Pertamina. Padahal, sebagian besar gas yang diproduksi di Indonesia di produksi KKKS lain.
Kalaupun alasannya 43% Saham PGN dimiliki publik dan asing sehingga menyulitkan PGN menjalakan public service obligationyang menjadi penugasan negara, pemerintah tinggal buy back saham publik yang ada di PGN. Setelah itu, pemerintah melalui kementerian BUMN bisa mengarahkan PGN sepenuhnya, seperti membangun infrastruktur gas kota, gas untuk rumah tangga yang marginnya tidak besar. Sehingga, dengan cara ini, kebutuhan gas rumah tangga dan usaha kecil menengah bisa terselesaikan.