Sunday, November 24, 2024
HomeReforminer di Media2015Langkah Berat Jadi Mandiri; Pangan dan Energi Masih Menjadi Masalah

Langkah Berat Jadi Mandiri; Pangan dan Energi Masih Menjadi Masalah

(KOMPAS; Rabu, 21 Oktober 2015)

JAKARTA, Banyak program yang digulirkan Presiden Joko Widodo-Wapres Jusuf Kalla untuk memandirikan bangsa ini di bidang pangan, energi, maritim, hingga Perdagangan domestik. Sejumlah upaya mulai terlihat, letapi langkah untuk menjadi bangsa mandiri sangat berat. Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Hasil Sembiring di Jakarta, Selasa (20/10), mengatakan, dalam rangka membangun kemandirian pangan, pemerintah berupaya meningkatkan produksi pangan. Program yang dilakukan untuk tanaman pangan adalah upaya khusus peningkatan produksi padi, jagung, dan kedelai.

Dalam upaya tersebut, prioritas peningkatan produksi pangan dilakukan dengan perbaikan jaringan irigasi tersier 1,1 juta hektar, perluasan areal tanam melalui peningkatan indeks pertanaman (IP), serta peningkatan produktivitas tanaman pangan.

Akan tetapi, rencana impor beras dikritik sejumlah kalangan. Indonesia akan mengimpor hingga 1 juta ton beras dari Vietnam.

Di bidang energi, pengamat energi dari Universitas Trisakti, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, pemerintah masih lebih banyak berfokus di sektor hilir untuk bidang energi. Ia berpendapat, pemerintah sebaiknya harus serius dalam hal pembangunan infraslruktur di sektor hulu.

“Selama ini, pemerintah masih fokus pada infrastruktur hilir, seperti jaringan gas rumah tangga, stasiun pengisian bahan bakar gas, ataupun kilang LNG mini dengan skala terbatas. Sementara itu, infrastruktur dalam skala besar, seperti kilang minyak dan pembangkit listrik, belum tuntas masalah skema pembiayaannya,” kata Pri Agung.

Pri Agung menambahkan, memang butuh payung hukum untuk percepatan pembangunan infrastruktur di sektor hulu.

Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto mengatakan, Pertamina masih dalam penuntasan program rencana induk pengembangan kilang. Program ini untuk meningkatkan kemampuan dan kompleksitas kilang milik Pertamina Investor yang digandeng dalam program ini adalah Saudi Aramco (Arab Saudi) dan JX Nippon (Jepang).

“Di samping itu, kami juga ada rencana membangun kilang baru di Bontang, Kalimantan Timur, dan di Jawa Apabila seluruh prosesnya berjalan lancar, kilang tersebut akan selesai dalam waktu 3-5 tahun mendatang,” ucap Dwi.

Pasar tradisional

Perkuatan pasar tradisional sebagai penggerak roda perekonomian rakyat merupakan salah satu program pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Selama lima tahun ke depan, pemerintah menargetkan merevitalisasi dan membangun 5.000 pasar tradisional, mulai dari wilayah perkotaan, pedesaan, hingga wilayah perbatasan.

Pada tahun ini, pemerintah menganggarkan Rp 2,3 triliun. Arahnya tidak hanya sekadar pembangunan fisik, tetapi juga manajemen, ekonomi, dan sosial budaya Pemerintah juga memperkuat pasar sebagai barometer dan pengendali harga bahan pokok. Caranya adalah memberikan kios bagi Perum Bulog untuk menyalurkan bahan pokok, terutama beras dan daging, kepada pedagang kecil ketika harga bergejolak.

Di sejumlah kota kota besar, pasar tradisional akan dikonsep sebagai tempat wisata belanja Menteri Perdagangan Thomas Lembong menyatakan, pasar rakyat diharapkan bisa menjadi tempat belanja sekaligus berwisata.

“Ada tempatnongkrongdan restoran-restoran masakankhas daerah. Kami juga inginpasar menjadi tempat pemasaranproduk-produk khas daerahseperti kerajinan tangan,” ujarnya.

Namun, pembangunan tersebut bukan tanpa masalah. Serapan dana revitalisasi pasar tradisional pada tahun ini cukup minim. Dari total dana revitalisasi pasar di pos Kementerian Perdagangan tahun 2015, yaitu Rp 1,45 triliun, baru terserap sekitar 30 persen pada Oktober ini.

Di sisi lain, perizinan ritel Terbuka begitu Iebar sampai ke wilayah-wilayah pedesaan danberdekatan dengan pasar-pasar tradisional. Hal itu menyebabkan pedagang-pedagang kecil, terutama pedagang kelontong, di pasar kalah bersaing.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia Ngadiran mengemukakan, pengelolaan menjadi kunci revitalisasi dan pembangunan pasar tradisional. Selama ini, sebagian besar pasar tradisional di Indonesia lemah dalam hal manajemen. “Padahal tren pembeli saat ini adalah menginginkan pasar yang nyaman dan aman serta ramah bagi anak anak dan ibu hamil,” katanya.

Perikanan ilegal

Pemberantasan perikanan ilegal tidak dilaporkan dan tidak diatur menjadi fokus perhatian pemerintah di sektor Kelautan dan Perikanan dalam masa setahun pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Gebrakan itu menyusul kebijakan mendongkrak alokasi APBN untuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2015 menjadi Rp 10,5 triliun atau tertinggi dalam sejarah KKP.

Anggaran KKP sebesar Rp 10,51 triliun itu meningkat 59 persen jika dibandingkan alokasi APBN-KKP tahun 2014, yakni Rp 6,61 triliun. Gagasan pemerintah untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia menjadi tumpuan.

Di awal pemerintahan, terobosan dilakukan dengan menerapkan moratorium (penghentian sementara) semua izin kapal ikan buatan luar negeri, disertai analisis dan evaluasi terhadap 1.132 kapal ikan buatan luar negeri. Dari hasil analisis selama 10 bulan, semua kapal buatan luar negeri dinyatakan melakukan pelanggaran ringan hingga berat.

Sementara itu, penegakan hukum terhadap kejahatan perikanan didorong dengan menenggelamkan kapal-kapal ilegal. Hingga Oktober 2015, tercatat jumlah kapal ikan ilegal yang ditenggelarnkan 91 unit. Akhir tahun 2015, pemerintah menargetkan total 138 kapal ilegal ditenggelamkan.

Sejumlah kebijakan pelarangan juga digulirkan, antara lain larangan penggunaan alat tangkap pukat tarik dan pukat hela, termasuk cantrang. Kebijakan lainnya, larangan alih muatan kapal di tengah !aut serta larangan penangkapan lobster, kepiting, juga rajungan dalam ukuran tertentu dan dalam kondisi bertelur. Namun, akibat protes sejumlah kalangan, larangan penggunaan cantrang diundur penerapannya hingga 2016.

Setelah penertiban kapal ilegal dan pelarangan dimulai, industri perikanan dalam negeri diharapkan bergeliat dan daya saing usaha dalam negeri menguat.

Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik mencatat belum terlihat penambahan fasilitas pelabuhan perikanan di timur Indonesia serta prasarana pelabuhan perikanan di barat. Konektivitas wilayah timur sebagai sentra produksi ikan dengan wilayah barat sebagai sentra pengolahan belum teratasi. Janji pemerintah untuk menerapkan sistem logistik ikan nasional sebagai penghubung sentra produksi dan pengolahan masih perlu dibuktikan.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments