Studi ReforMiner mengidentifikasi bahwa defisit gas nasional di beberapa wilayah tidak hanya disebabkan oleh keterbatasan infrastruktur, tapi juga oleh menurunnya kemampuan produksi dari lapangan gas yang ada (existing). Di sisi lain, ketersediaan cadangan terbukti (proven reserves) ,dan proven reserves yang ada dan on stream sudah dialokasikan untuk ekspor. Sementara proven reserves yang tidak/belum dialokasikan untuk ekspor belum jelas kepastian rencana pengembangannya.
Selain itu ditemukan masih terdapat beberapa kebijakan mendasar yang kontradiktif dan bersifat parsial, misalnya di satu pihak menghimbau para produsen gas untuk memprioritaskan pemenuhan kebutuhan domestik, tetapi di sisi lain tetap mempertahankan struktur harga gas domestik yang tidak sehat. Adanya semacam pembiarana atas kondisi dimana salah satu pelaku kunci dalam pasar gas domestik mendapatkan manfaat ekonomi terbesar dari spread harga yang terlalu besar dan merugikan kepentingan industri konsumen gas, adalah salah satu bentuk inkonsistensi kebijakan yang ada. Kebijakan yang tidak konsisten ini menyebabkan kredibilitas dan posisi tawarnya pemerintah dalam mengarahkan pengelolaan gas nasional menjadi lemah. Peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama UU 22/2001 tentang Migas memiliki beberapa kelemahan (loophole) mendasar dalam hal pengaturan pengelolaan gas di sisi hilir. Hal ini dapat menjadi salah satu faktor yang menghambat upaya pembenahan struktur pasar gas domestik ke arah yang lebih sehat.
Dari sejumlah identifikasi permasalahan tersebut, Perlu dilakukan revisi dan penyempurnaan terhadap peraturan perundang-undangan bidang gas, khususnya UU No. 22/2001 dan peraturan pelaksana di bawahnya. Pengaturan pengelolaan dan pengembangan gas di sektor hilir perlu dijabarkan secara lebih spesifik.
Selain itu, diperlukan intervensi lebih nyata dari pemerintah, khususnya Kementerian ESDM sebagai kementerian teknis yang terkait langsung dengan pengelolaan sektor migas, dalam penentuan dan pengaturan pengembangan gas domestik. Termasuk di dalamnya adalah intervensi dalam penentuan dan penetapan harga. Harga gas domestik, khususnya harga gas di kepala sumur, hendaknya setara/mengacu pada harga gas di pasar internasional
Sinergi dan koordinasi Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, Kementerian Perindustrian, BP Migas, BPH Migas, BUMN Migas juga diperlukan dalam merombak struktur pasar dan harga gas domestik yang lebih sehat. Peran dan kewenangan Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi yang membawahi sektor ESDM perlu lebih dipertegas dan dituangkan dalam payung hukum yang jelas dan mengikat.
Pemerintah juga harus dapat mengarahkan dan mensinergikan BUMN Migas agar tidak berjalan sendiri-sendiri. BUMN harus rela menjadi bagian dari solusi dan pemerintah harus lebih kreatif untuk merealisaikan itu dengan menjembataninya (tidak kaku dalam hal deviden, memberikan insentif fiskal, profit bukan ukuran utama, dsb).
Sebagai langkah konkrtit, pemerintah perlu harus rencana pengembangan lapangan-lapangan gas (proven reserves) yang ada dan pengembangan infrastrukturnya yang lebih konkrit dalam kaitan dengan pemenuhan kebutuhan gas domestik, tidak hanya sekadar kompilasi dari rencana KKKS dan BUMN yang cenderung masih berjalan sendiri-sendiri. Perencanaan tersebut hendaknya dituangkan ke dalam suatu payung hukum yang bersifat mengikat untuk dilaksanakan, dan sekaligus menjadi ukuran kinerja bagi institusi pemerintah terkait.