Pri Agung Rakhmanto;
Dosen FTKE Universitas Trisakti, Pendiri ReforMiner Institute
Bisnis Indonesia, Senin 7 Juli 2014
Isu dan permasalahan energi nasional saat ini begitu banyak dan kompleks. Hampir di tiap subsektor – listrik, minyak dan gas, batu bara, energi baru terbarukan – dari hulu hingga ke hilirnya terdapat sejumlah permasalahan besar yangmemerlukan penanganan segera.
Aspek-aspek fiskal, moneter, teknis dan nonteknis yang terkaitdi dalam seperti subsidi energi, neraca perdagangan dan kursrupiah, penerimaan negara, kapasitas infrastruktur, birokrasi perizinan, kelembagaan dan peraturan perundangan yang terkait di dalamnya menambah kompleksitas permasalahan yang ada dan upaya penyelesaiannya.
Di antara begitu banyak isu dan kompleksitas permasalahan yang adadi sektor energi, saya melihat ada tigahal yang semestinya menjadi fokus dan prioritas untuk ditangani segera. Pertama. adalah masalah ketersediaan energi yang dapat diandalkan, kedua adalah masalah investasi dan pembiayaan, dan ketiga adalah masalah anggaran subsidi energi.
Tampaknya sederhana dan mungkin sebagian orang berpikir tentu saja sudah pasti demikian adanya bahwa energi harus tersedia-tetapi, faktanya sejauh ini kita masih belum mampu menyediakan energi yang benar-benar dapat diandalkanuntuk menopang seluruh kegiatan perekonomian. Listrik masih sangat sering padam bergiliran, gas untuk industri danpembangkit listrik masih terus mengalami defisit yang kronis, BBM dan elpiji pun kadangkala mengalami kelangkaan dipasaran.
Kondisi semacam ini tentu memerlukan penanganan segera jika ekonomi kita hendak tumbuh rata-rata 5-7% pertahunnya, apalagi jika kita hendak mengejar pertumbuhan dua digit.
Investasi dan pembiayaan adalah kunci di dalam penyediaan energi yang handal itu sendiri. Investasi diperlukan untuk kegiatan eksplorasi-eksploitasi untuk mencari dan memproduksikan energi, untuk memproses energy primer menjadi energi final, dan untuk membangun infrastruktur penyediaan, penyimpanan, transmisi, dan distribusi energi sehingga energi sampai pada konsumen akhir.
Kebijakan di dalam aspek investasi dan pembiayaan menjadi isu penting untuk diformulasikan dengan segera karenasejauh ini pemerintah cenderung lebih banyak mengambil posisi untuk tidak membiayai dan melakukan investasi sendiri di sektor energi.
Besarnya anggaran untuk subsidi energi (BBM dan listrik), yang di dalam APBN-P 2014 total sudah mencapai Rp 350,3 triliun adalah persoalan terdekat yang akan dihadapi oleh siapapun pemerintah dan presiden baru terpilih nantinya. Selain membuat anggaran subsidi membengkak yang berimplikasi pada rendahnya produktivitas APBN secara keseluruhan,subsidi terhadap harga energy menjadi faktor penghambat untuk berkembangnya energi baru terbarukan.
Aspek dan elemen dari ketiga halini, ada yang disebut atau tercantum didalam visi misi dan program dari keduapasangan kandidat capres-cawapres yang ada, tetapi dari keduanya tak satupun secara tegas menuliskan, menyebutkandan menjadikannya sebagai prioritas.
VISI MISI CAPRES
Dari dua pasangan kandidat Capres Cawapres yang ada, dapat dikatakan keduanya memiliki visi misi yang samamulianya. Dari apa yang tertulis, secara tersirat keduanya pada intinya sama-sama menjanjikan kemandirian dan kedaulatan dalam pengelolaan energi. Namun, pendekatan dan penekanan keduanya tampaknya berbeda.
Prabowo-Hatta tampaknya memandang dan menempatkan secara lebih jelas bahwa sumber energi adalah modal dasar untuk menyejahterakan dan memakmurkan rakyat. Penekanannya adalah lebih pada bagaimana agar penerimaan negara dari pengelolaandan pengusahaan sumber energi dapa tsemaksimal mungkin. Maka menjadi wajar jika kemudian “kebocoran” yang bersumber dari potential loss pengelolaan dan pengusahaan sumber energi yang tidak optimal menjadiconcern utama bagi pasangan Prabowo-Hatta.
Kebijakan renegosiasi kontrak energy menjadi salah satu prioritas yang akan dilakukan. Dari dokumen tertulis yang ada, rincian beragam program kebijakan energi yang begitu detial dan canggih sepintas mencerminkan bahwa konseptor kebijakan energi di balik pasangan Prabowo-Hatta cukup tajam didalam mengidentifikasi permasalahan yang ada di tiap subsektor energi. Yang belum tampak adalah prioritas kebijakan dan program mana yang akan dijalankan, karena semuanya tampak bagus.
Pasangan Jokowi-JK secara tersirat tampaknya lebih memandang energy sebagai sektor pendukung untuk menopang pembangunan. Penekanan utamanya bukan pada maksimalisasi penerimaan negara dari sektor energy tetapi lebih pada bagaimana mengatasi permasalahan yang ada di tiap subsektor. Namun, berdasarkan apa yang tertulis dalam dokumen visi misi yang ada, identifikasi permasalahan di tiap subsektor dan rencana program yang ada dari pasangan Jokowi-JK tidak cukup tajam, sifatnya lebih merupakan snapshot satu-dua permasalahan menonjol yang ada yang tidak dibangun di atas landasan kerangka konseptual strategis yang jelas.
Dari sudut pandang konseptual, dapat dikatakan visi misi dan program energy dari pasangan Jokowi-JK tidak secanggihdibandingkan dengan yang dimiliki pasangan Prabowo-Hatta. Namun, karena cenderung Jebih “sedethana”, bisa jadi hal ini menjadi Jebih mudah (realistis) untuk dijalankan.
DEBAT CAPRES
Debat dengan tema energi, Sabtu (5/7) malam, meskipun tidak terlalu banyak memberikan perspektif baru tentang visi misi kedua capres di bidang energi, sedikit banyak memberikan gambaran karakteristik dan pandangan kedua capresterhadap suatu isu energi dan tertentu dan respons program kebijakan apa yang dijanjikan akan dilakukan. Perbedaankarakteristik yang menonjol adalah pasangan Prabowo-Hatta menyampaikan hal-hal yang sifatnya lebih merupakan garis besar dan arah kebijakan strategis, sedangkan Jokowi-JK pada hal-hal yang sifatnya lebih operasional.
Inti dari arah arah kebijakan Prabowo Hatta adalah renegosiasi kontrak untuk menjawab tantangan liberalisasi,intensifikasi dan ekstensifikasi eksplorasi produksi untuk peningkatan cadangandan produksi migas, pengurangan imporBBM dengan pengembangan energy baru terbarukan, insentif fiskal, feed-intariff dan perbaikan sistem pengusahaan di dalam energi baru terbarukan, dan konservasi energi di sisi konsumsi.
Inti program yang akan dijalankan Jokowi-JK adalah pengurangan ketergantungan energi nasional terhadap minyak melalui konversi ke gas dan pengembangan energi baru terbarukan khususnya panas bumi, percepatan pembangunan infrastruktur transmisi distribusi gas, dan pengurangan impor minyak dan BBM.
Dalam hal strategi dan cara pengurangan subsidi BBM, keduanya relatif sama di dalam menjanjikan diversifikasi energi minyak dan BBM kesumber energi baru terbarukan dan tidak ada yang secara eksplisit mengatakan, akan menaikkan harga BBM.
Pada akhirnya, terlepas dari perbedaan pandangan dan pendekatan yang digunakan, kita berharap agar visi misi dan program kebijakan yang dijanjikan kedua capres dapat benar-benar direalisasikan, siapa pun presiden yang terpilih nanti. Dalam pandangan saya, hal itu bisa dimulai dengan memberikan prioritas dan penekanan kepada tiga hal di atas. Dari sanalah program kebijakan dan langkah penyelesaian permasalahan permasalahan mikro di tiap subsektor dapat dilakukan.