Pri Agung Rakhmanto
Pendiri dan Direktur Eksekutif ReforMiner Institute
Seputar Indonesia,23 Januari 2011
PERTUMBUHAN ekonomi dunia pada 2011 yang diproyeksikan sebesar 4,28% oleh International Monetary Fund (IMF) akan berdampak terhadap meningkatnya permintaan energi.
Sementara perubahan cuaca ekstrem di beberapa belahan dunia (Eropa, Amerika Utara, Australia, dan Asia Utara) pada akhir 2010 yang diperkirakan berlanjut hingga 2011, juga berpotensi meningkatkan permintaan energi. Kondisi tersebut berpotensi mendorong peningkatan harga minyak dunia, terlebih OPEC dan negara-negara TimurTengah sepakat tidak menambah kuota produksi. Jika tidak diantisipasi dan direncanakan dengan baik, kondisi tersebut berpotensi memberikan tekanan terhadap sustainabilitas fiskal dan perekonomian nasional. Oleh karenanya, untuk mengantisipasi hal tersebut, penentuan besaran asumsi makro APBN 2011 (utamanya terkait energi) membutuhkan perhitungan yang lebih cermat dan hati-hati.
Sementara itu, pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011, asumsi makro-migas yang ditetapkan oleh pemerintah dan DPR (UU No 10/2010) meliputi pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% (Rp7.019,9 triliun), nilai tukar Rp9.250 per dolar AS, harga minyak (ICP) USD80/barel, liftingminyak 970.000 barel/hari, volume BBM subsidi 38,59 juta kiloliter, dan subsidi listrik ditetapkan sebesar Rp40,7 triliun. Dengan berbagai faktor pendukung (internal dan eksternal) yang berkembang hingga sejauh ini, utamanya menyangkut aspek perkembangan harga energi,kemampuan dan ruang gerak asumsi makro-migas yang telah ditetapkan di APBN 2011 tersebut, kiranya perlu ditinjau kembali. Berdasarkan kajian ReforMiner Institute, rata-rata nilai konsumsi energi primer (minyak, gas, batu bara) nasional selama lima tahun terakhir sekitar 10% nilai produk domestik bruto (PDB) harga berlaku.
Artinya, dengan PDB nasional yang pada 2011 diproyeksikan sebesar Rp7.019,9 triliun, nilai konsumsi energi primer nasional setidaknya mencapai Rp701,9 triliun atau setara dengan 82% cadangan devisa Indonesia saat ini. Melihat besarnya nilai konsumsi energi nasional, sementara harga energi (BBM dan listrik) masih disubsidi, perubahan faktor fundamental seperti kenaikan harga minyak, berpotensi mengancam stabilitas fiskal dan perekonomian nasional 2011. Harga minyak dunia yang sempat mencapai USD94/barel di akhir 2010 merupakan sinyal bahwa ruang gerak asumsi makro-migas APBN 2011 dalam kondisi yang cenderung tidak aman. Kajian  ReforMiner menunjukkan, dengan volume BBM subsidi, nilai tukar, dan ICP sebagaimana ditetapkan di APBN 2011, jika harga minyak naik sebesar USD1/barel, tambahan subsidi BBM dapat mencapai Rp2,79 triliun.Sementara jika nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar Rp100 per dolar AS, dengan volume BBM subsidi saat ini, tambahan subsidi BBM yang diperlukan sekitar Rp2,42 triliun. Artinya, jika rata-rata harga minyak pada 2011 mencapai USD100/barel dan nilai tukar rupiah terdepresiasi hingga sebesar Rp10.000 per dolar AS,tambahan subsidi BBM pada 2011 adalah sekitar Rp74 triliun. Dengan kecenderungan harga minyak terus meningkat, akumulasi pembayaran pokok dan bunga utang negara dan swasta pada 2011 mencapai sekitar Rp240 triliun (sebagian besar dalam dolar AS).Hal ini berpotensi mengancam stabilitas nilai tukar rupiah dan pasar automotif yang diproyeksikan terus tumbuh, masalah peningkatan subsidi BBM 2011 hanya menunggu waktu saja.
Kecenderungan kenaikan harga minyak yang diperkirakan berlanjut hingga 2011, juga berpotensi menyebabkan kuota subsidi listrik 2011 yang ditetapkan sebesar Rp40,7 triliun terlampaui. Minimnya infrastruktur transmisi dan distribusi gas yang memaksa PLN menyubstitusi sekitar 350 juta MMBTU gas untuk PLTG dan PLTGU dengan BBM,adalah salah satu penyebabnya. Meski berdasarkan rencana,bauran energi primer PLN 2011 terdistribusi atas: batu bara (54%),gas (25%),BBM (12%),air (6%),panas bumi (2%),dan biofuel (1%), melihat minimnya infrastruktur pendukung, kemungkinan besar rencana tersebut tidak tercapai. Belum tercapainya beberapa pekerjaan rumah pemerintah dalam mengembangkan kelistrikan nasional berdampak terhadap peningkatan porsi BBM dalam bauran energi primer pembangkit PLN.
Akibatnya, biaya produksi dan subsidi listrik akan lebih sensitif terhadap perubahan harga minyak di pasar internasional. Terkait hal itu serta melihat fakta bahwa hingga 2010, rasio elektrifikasi beberapa daerah seperti: Riau, Papua, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat, masih jauh di bawah 40%. Target rasio elektrifikasi nasional yang ditetapkan sebesar 70,6% oleh pemerintah akan sulit tercapai. Perkembangan dan realisasi proyek 10.000 mw yang jauh dari target, bahkan tidak sedikit proyek yang bermasalah dalam pembiayaan dan harus dilakukan tender ulang, semakin memperberat capaian target rasio elektrifikasi nasional tersebut.
Bertolak dari asumsi makro-migas yang telah ditetapkan, di sisi lain kesungguhan pemerintah dalam mengembangkan energi alternatif (terbarukan) masih jauh dari harapan.Sektor energi nasional pada 2011 akan dihadapkan pada masalah klasik seperti tahun-tahun sebelumnya. Meski telah dilakukan pembatasan BBM (jika benar direalisasikan), untuk menyelamatkan tekanan fiskal pada APBN 2011, akibat kecenderungan naiknya harga minyak kemungkinan pemerintah akan menaikkan harga BBM tetap terbuka. Terlebih Pasal 7, ayat (4) UU No 10/2010 tentang APBN 2011, memberikan kewenangan pemerintah menaikkan harga BBM jika asumsi ICP mengalami peningkatan melebihi 10% dari asumsi yang ditetapkan.
Artinya, jika rata-rata ICP 2011 melebihi USD88/barel, pemerintah diizinkan untuk menaikkan harga BBM.Sementara itu, meski telah ditolak dimasukkan dalam ketentuan APBN 2011 terkait kecenderungan kenaikan harga minyak rencana kenaikan TDL 2011 berpotensi diajukan kembali oleh pemerintah. Dari pada berulang kali menegaskan tak akan menaikkan harga (BBM dan TDL) pada 2011, akan lebih rasional dan lebih membawa manfaat jika sedari kini pemerintah menyiapkan skenario-skenario pahit yang mungkin terjadi dengan disertai program kompensasi produktif yang dapat dirasakan langsung masyarakat.