Investordaily, 02 Februari 2021
Penulis: Komaidi Notonegoro
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute dan Pengajar Program Magister
Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti
Global Gas Report 2020 menginformasikan bahwa pada tahun 2019 pasar gas dunia berada pada kondisi oversupply. Permintaan gas dunia tumbuh sekitar 2,3 %, sementara produksi gas dunia meningkat sekitar 3,5 %. Kondisi tersebut menyebabkan harga gas pada global hub utama mengalami penurunan hingga 37 %. Harga gas Henry Hub turun sekitar 18 %, TTM turun sekitar 38 %, dan JKM turun sekitar 42 %.
Data menunjukkan, saat ini porsi gas dalam bauran energi primer global sekitar 25 %. Sejumlah lembaga memproyeksikan konsumsi gas dalam beberapa tahun ke depan akan meningkat. Kebijakan transisi energi yang mengarah pada penggunaan energi yang lebih bersih diyakini akan semakin meningkatkan porsi gas dalam bauran energi primer global.
Pasar LNG Global
Pada tahun 2019, volume perdagangan gas global dilaporkan meningkat sekitar 2,9 %. Perdagangan gas pada periode tersebut terdistribusi 53 % gas pipa dan 47 % LNG. Porsi LNG dalam perdagangan gas global meningkat dari 43 % pada 2018 menjadi 47 % pada 2019. Volume impor LNG di pasar global pada 2019 dilaporkan meningkat sekitar 40,9 MT menjadi 354,7 MT (metric ton) atau sekitar 13 % dari tahun 2018.
Impor LNG Jepang dan Korea Selatan selama periode tersebut dilaporkan turun sekitar 7 %. Sementara impor LNG China dilaporkan meningkat sekitar 14 %. Impor LNG Asia Selatan, India, Pakistan, dan Banglades pada 2019 dilaporkan meningkat signifikan. Impor LNG oleh wilayah tersebut dilaporkan meningkat sekitar 20 %. Banglades tercatat menjadi
pasar LNG terbesar kedua di wilayah Asia setelah China.
Dari sisi produsen, Qatar, Australia, dan Amerika Serikat tercatat menjadi eksportir LNG terbesar di dunia. Pada 2019, Qatar mengekspor 77,8 MT (22 %), Australia 75,4 MT (21 %), dan Amerika Serikat 33,8 MT (10 %). Sementara, Indonesia merupakan negara eksportir LNG terbesar ketujuh dengan 15,5 MT (4 %). Jumlah ekspor LNG Indonesia menurun dari
18,2 MT pada 2018 menjadi 15,5 MT pada 2019 MT. Hal tersebut salah satunya akibat menurunnya produksi LNG dari kilang Bontang.
Peningkatan ekspor LNG pada tahun 2019 berasal dari produsen utama LNG global yaitu Amerika Serikat 13,1 MT, Rusia 11 MT, Australia 8,7 MT, dan Malaysia 1,8 MT. Ditengah ekspor LNG global yang dilaporkan meningkat, terdapat tiga eksportir LNG yang volumenya menurun yaitu Indonesia, Equatorial Gunia, dan Norwegia. Penurunan volume ekspor LNG Indonesia tercatat sebagai yang terbesar dengan 2,7 MT.
Dari sisi infrastruktur, kapasitas kilang LNG global tercatat mengalami peningkatan sekitar 11 % yaitu dari 388 MTPA pada 2018 menjadi 430,5 MTPA pada 2019. Dengan memperhitungkan proyek kilang LNG di Amerika Serikat, Mozambique, Rusia, dan Nigeria yang telah memasuki tahap final investment decision (FID) pada 2019, kapasitas kilang LNG Global pada akhir 2020 diproyeksikan bertambah menjadi 454,8 MTPA.
Kapasitas kilang LNG gobal diproyeksikan akan meningkat signifikan jika mengingat pada tahun 2019 terdapat proyek kilang LNG dengan kapasitas sekitar 907,4 MTPA yang telah memasuki tahap pre-FID. Proyek kilang LNG yang memasuki tahap pre-FID pada 2019 diantaranya adalah proyek di Amerika Serikat 350,5 MTPA, Canada 221,8 MTPA, Australia 50 MTPA, Qatar 49 MTPA, dan Rusai 42,2 MTPA.
Neraca Gas Indonesia
Pada saat pasar gas global sedang oversupply, kondisi yang terjadi pada Indonesia justru dapat dikatakan sebaliknya. Berdasarkan Neraca Gas Indonesia 2020-2030, jika hanya mengandalkan produksi eksisting pada tahun 2022 mendatang Indonesia sudah akan mengalami defisit pasokan gas. Sejak tahun 2022, contracted demand yaitu volume kebutuhan gas bumi berdasarkan PJBG/GSA lebih tinggi dari existing supply yaitu perkiraan gas bumi yang mampu dipasok dan dialirkan dari lapangan minyak dan gas bumi yang sedang berproduksi.
Dari region yang ditetapkan dalam Neraca Gas Indonesia yaitu region I (Aceh dan Sumatera Bagian Utara), region II (Sumatera Bagian Tengah dan Selatan, Kepri, dan Jawa Bagian Barat), region III & IV (Jawa Bagian Tengah dan Timur), region V (Kalimantan dan Bali), dan region VI (Papua, Sulawesi, dan Maluku), terdapat sejumlah region yang memerlukan LNG untuk menutup kekurangan pasokan gas di region yang bersangkutan.
Untuk region III & IV misalnya, sejak tahun 2020 telah memerlukan LNG sebagai tambahan untuk memenuhi kebutuhan gas di region tersebut. Pada tahun 2020 volume kebutuhan gas bumi berdasarkan PJBG/GSA di region tersebut sekitar 700 MMSCFD, sementara perkiraan gas bumi yang mampu dipasok dan dialirkan dari lapangan minyak dan gas bumi yang sedang berproduksi di region yang sama di bawah 600 MMSCFD.
Jika project supply yaitu perkiraan gas bumi yang mampu dipasok dan dialirkan dari lapangan minyak dan gas bumi yang POD-nya sudah disetujui maupun yang sedang dalam proses persetujuan, serta dari unit penyimpanan dan regasifikasi yang telah mendapat kepastian pasokan dan potensial supply yaitu perkiraan volume gas bumi yang POD-nya belum diajukan oleh KKKS namun telah terindikasi memiliki cadangan terbukti yang diperkirakan ekonomis untuk dikembangkan dan diproduksikan diperhitungkan, kondisi neraca gas region III & IV selama 2021 dan 2022 akan relatif membaik. Akan tetapi sejak tahun 2023 produksi tersebut sudah tidak cukup lagi untuk memenuhi contracted demand dan committed demand gas di region yang sama.
Neraca Gas Indonesia menginformasikan, jika di dalam perkembangannya tidak terdapat penambahan penemuan cadangan, Indonesia akan mengalami defisit neraca gas pada 2030 mendatang meskipun seluruh sumber daya gas yang ada telah diproduksikan. Pada tahun 2030 mendatang volume dari contracted demand, committed demand, dan potential demand telah lebih besar dari existing supply, project supply, dan potential supply gas Indonesia.
Mencermati kondisi yang ada tersebut, saya menilai pemanfaatan LNG termasuk impor LNG untuk memenuhi kebutuhan gas di dalam negeri pada dasarnya hanya masalah waktu. Karena itu, sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan ketahanan energi nasional pemerintah perlu memformulasikan suatu kebijakan agar Indonesia dapat memanfaatkan dan memperoleh benefit dari tren harga LNG dunia yang saat ini sedang relatif murah.