Sunday, November 24, 2024
HomeReforminer di MediaArtikel Tahun 2019Penanaman Modal: Mencermati Perkembangan Investasi Hulu Migas

Penanaman Modal: Mencermati Perkembangan Investasi Hulu Migas

Bisnis Indonesia; 01 April 2019

Penulis:

PRI AGUNG RAKHMANTO

Pengajar di FTKE Universitas Trisakti

Pendiri ReforMiner Institute

Mencermati perkembangan angka-angka investasi hulu migas nasional selama beberapa tahun terakhir, ada beberapa hal yang dapat menjadi catatan kita bersama. Pertama, setelah terus menurun selama periode 2015 – 2017, investasi hulu migas di tahun 2018 tercatat mulai ada peningkatan. Berdasarkan data SKK Migas yang penulis himpun, investasi hulu migas tahun 2018 tercatat mencapai US$ 11,9 miliar. Ada peningkatan sekitar 16,7 % dibandingkan investasi hulu migas tahun 2017 yang tercatat sekitar US$ 10,2 miliar. Investasi hulu migas di tahun 2015 dan 2016 sendiri masing-masing tercatat sebesar 15,3 US$ miliar dan US$ 11,6 miliar. Berdasarkan angka-angka tersebut, maka penurunan investasi hulu migas dari tahun 2015 ke 2016 tercatat sebesar 24,2% dan penurunan dari tahun 2016 ke 2017 tercatat sebesar 12,1%. Maka, ketika berdasarkan angka tahun 2018 tercatat ada peningkatan investasi hulu migas sebesar 16,7% dibandingkan tahun sebelumnya, hal itu sekilas dapat merupakan sinyal yang positif.

Namun, jika dicermati lebih jauh, peningkatan ini kemungkinan berkaitan dengan naiknya biaya operasi karena adanya peningkatan harga minyak, yaitu dari rata-rata sekitar 52,2 US$/barel menjadi sekitar 67,5 US$/barel. Dapat dilihat disini bahwa secara prosentase rata-rata kenaikan harga minyak, yaitu 29,3 %, lebih tinggi daripada peningkatan nilai investasi sebesar 16,7 % yang terjadi. Jika dibandingkan dengan target berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan, yaitu sekitar US$ 13,2 milar, atau jika dibandingkan dengan rencana kerja awal sebelum revisi sebesar US$ 14,2 miliar, maka capaian nilai investasi tahun 2018 sebesar US$ 11,9 miliar tersebut adalah sekitar 90 % dan 84 % dari target atau rencana awal. Dalam hal ini, yang dapat kita baca adalah mungkin targetnya yang sejak awal kurang realistis, atau ada masalah perencanannya yang kurang terukur, atau ada kendala lain di dalam tahapan implementasinya. Terlepas dari faktor yang menjadi penyebab utamanya kemungkinan adalah karena kenaikan harga minyak dan terlepas bahwa angka investasi hulu migas tahun 2018 itu juga masih dibawah target semula, dengan asumsi bahwa angka-angka tersebut kredibel, maka satu hal yang tidak dapat dibantah berdasarkan angka-angka tersebut adalah bahwa sudah ada peningkatan nilai investasi hulu migas dibandingkan tahun sebelumnya. Apakah kenaikan tersebut benar-benar mencerminkan naiknya investasi karena peningkatan aktivitas di hulu migas secara riil dan oleh karenanya telah mencerminkan adanya kegairahan baru di dalam iklim investasi hulu migas di tanah air, hal tersebut masih perlu dilihat lebih jauh lagi.

Kedua, berkenaan dengan hal tersebut, maka menjadi relevan dan perlu untuk melihat lebih jauh lagi tentang porsi dan distribusi alokasi hulu migas yang selama ini dilakukan. Berdasarkan data yang dihimpun dari SKK Migas, selama periode 2015 – 2018 (untuk tahun 2018 berdasarkan realisasi hingga September), rata-rata porsi terbesar investasi yang ada adalah dialokasikan untuk kegiatan produksi. Porsi investasi yang dialokasikan untuk kegiatan produksi mencapai kisaran 60 – 80 % dari total investasi untuk setiap tahunnya. Perinciannya dari tahun 2015 – 2018 masing-masing adalah 66,4%, 69,8%, 78,9%, dan 73,1%. Sementara itu, untuk kegiatan pengembangan pada wilayah kerja eksploitasi, porsinya tidak terlalu besar, yaitu rata-rata berkisar 5 – 20 % untuk setiap tahunnya, dengan perincian setiap tahunnya masing-masing adalah 19,4%, 11,2%, 6,9%, dan 12,1%. Porsi investasi yang paling kecil adalah untuk kegiatan eksplorasi, yaitu rata-rata kurang dari 10% untuk setiap tahunnya, dengan perincian masing-masing tahun adalah sekitar 6,8%, 8,1%, 5,5%, dan 6%. Dari pola distribusi investasi yang ada, dapat dilihat bahwa porsi terbesar (60 – 80%) investasi yang ada adalah investasi untuk membiayai kegiatan operasi yang sudah berlangsung, utamanya adalah untuk kegiatan produksi. Artinya, sebagian besar porsi investasi yang ada adalah investasi yang berupa operating expenditures, atau pengeluaran untuk biaya operasional dari kegiatan-kegiatan (produksi) yang memang sudah berjalan. Investor atau kontraktor tidak terlalu tertarik untuk berinvestasi mengembangkan lapangan-lapangan baru, pun pada lapangan yang sudah masuk tahap eksploitasi (hanya 5 – 20 % dari porsi investasi). Investor atau kontraktor lebih tidak tertarik lagi untuk berinvestasi dalam kegiatan eksplorasi untuk penemuan lapangan migas baru (dibawah 10 %).

Berdasarkan data yang ada, pola ini sudah terjadi bertahun-tahun, lebih dari sepuluh tahun terakhir dan tidak hanya 3-4 tahun terakhir. Hal ini menggambarkan bahwa sesungguhnya iklim investasi hulu migas Indonesia memang sudah lama tidak cukup kondusif untuk mendorong kegiatan eksplorasi untuk menemukan lapangan migas baru maupun untuk memacu kegiatan pengembangan lanjutan pada lapangan yang sudah ditemukan dan masuk tahap eksploitasi. Klaim bahwa telah terjadi peningkatan nilai investasi pada suatu tahun tertentu, tidak serta merta menggambarkan bahwa kondisi iklim investasi hulu migas Indonesia sudah berubah menjadi kondusif dan menarik untuk investasi. Apalagi kalau peningkatan nilai investasi itu lebih hanya karena didorong faktor peningkatan biaya seperti halnya karena terkait kenaikan harga minyak.

Dalam konteks masa depan hulu migas nasional, yang akan menjadi pilar dan secara fundamental diperlukan adalah: (1) adanya penemuan lapangan-lapangan migas baru dengan cadangan besar (giant fields), (2) adanya peningkatan produksi dan cadangan yang dapat diproduksikan (recoverable reserves). Poin pertama sangat bertumpu pada investasi yang masif di kegiatan eksplorasi, sedangkan poin kedua sangat bertumpu pada investasi yang masif di kegiatan pengembangan lapangan tahap lanjut seperti halnya melalui upaya Enhanced/Improved Oil Recovery (EOR/IOR) skala besar. Tanpa iklim investasi yang kondusif, kedua hal tersebut tidak akan berjalan. Pola angka-angka investasi hulu migas yang ada hingga saat ini belum menggambarkan bahwa iklim investasi hulu migas kita sudah benar-benar berpindah kuadran dari tidak kondusif ke kondusif. Kita masih perlu kerja lebih keras, lebih cerdas, dan, yang tak kalah penting, lebih jujur, untuk bisa mewujudkan semua itu.

 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments