KOMPAS; Sabtu, 11 Januari 2020
JAKARTA, KOMPAS – Rencana pemerintah menurunkan harga gas melalui penghapusan bagian negara, dari kontrak bagi hasil, dianggap pilihan paling rasional. Cara lain yang bias ditempuh, mengefisienkan mata rantai dari hulu ke hilir.
Persoalan harga gas belum tuntas, bahkan berlarut-larut, sejak 2016 hingga kini.
Harga gas untuk industri diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Perpres itu menyebutkan, jika harga gas tidak dapat memenuhi keekonomian industri pengguna gas bumi dan harga gas lebih tinggi dari 6 dollar AS per juta metrik british thermal unit (MMBTU), menteri dapat menetapkan harga gas tertentu. Penetapan dikhususkan untuk pengguna gas bumi bidang industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
“Saya optimistis dengan rencana penghapusan bagian Negara di hulu dapat menurunkan harga gas di tingkat pembeli akhir (and user). Dengan Syarat kebijakan itu tak mengganggu neraca keuangan negara,” ujar Wakil Ketua Komite Industri Hulu dan Petrokimia pada Kamar Dagang dan Industri Indonesia Achmad Widjaja, Jumat (10/1/2020), di Jakarta.
Kalangan industri mengeluhkan harga gas . yang tinggi, yang menyebabkan mereka sulit bersaing. Harga gas untuk industri keramik di Jawa bervariasi, dari 8 dollar AS per MMBTU hingga 9 dollar AS per MMBTU. Selain masalah harga, industri pupuk di dalam negeri juga mengkhawatirkan kecukupan pasokan gas yang bakal berdampak pada penghentian operasi pabrik. Gas bumi sebagai bahan baku pupuk berkontribusi 70 persen terhadap biaya produksi industri pupuk.
Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, pengurangan bagian negara pada bagi hasil gas dinilai cukup rasional. Namun penerapannya perlu disesuaikan dengan kontrak investor ataupun terhadap undang-undang terkait penerimaan negara bukan pajak. Pengurangan bagian negara dianggap sebagai bentuk dukungan pemerintah bagi industri hulu dan hilir. “Cara lain adalah mengefisienkan rantai pasok gas dalam negeri. Pasokan gas di jalur distribusi dan transmisi perlu dievaluasi kasus per kasus,” kata Pri Agung.
Kepala satuan kerja khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan, rata-rata harga gas di hulu di Indonesia sekitar 5,4 dollar AS per MMBTU. Dalam perjalanannya ke pembeli, apabila gas dibeli langsung dari produsen, harganya menjadi 6 dollar AS-7 dollar AS per MMBTU. Harga gas kian meroket jika dibeli lewat pedagang perantara (trader).
“Rentetan ke pembeli akhir itu yang perlu dibuka,” ujar Dwi.
Bagian negara di hulu untuk produksi gas dari kontraktor kontrak kerja sama sebesar 2,2 dollar AS per MMBTU. Dalam skenario yang disusun pemerintah, jika bagian itu dihapuskan, penerimaan negara turun Rp 53,86 triliun. Namun, ada manfaat Rp 85,84 triliun melalui penambahan pajak dari pelaku industri, perorangan, ataupun bea masuk (Kompas, 8/1/2020).
Alokasi dalam negeri
Selain menghapus bagian negara, rencana lain untuk menurunkan harga gas adalah melalui alokasi gas untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO). Kebijakan itu mirip yang diberlakukan untuk komoditas batubara DMO batubara sebesar 25 persen dari total produksi dengan harga khusus, yaitu 70 dollar AS per ton.
Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Partai Gerindra Gus Irawan Pasaribu berpendapat, penerapan DMO gas mendesak.