RuangEnergi.com; 6 September 2021
Jakarta, Ruangenergi.com – Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman, mengungkapkan bahwa dalam 5 tahun terakhir ini terjadi kecenderungan penurunan penggunaan BBM Ron 88 alias Premium.
Hal tersebut sebagaimana rencana yang dilakukan pemerintah dalam penggunaan BBM ramah lingkungan melalui pengurangan konsumsi BBM Ron 88 di masyarakat.
“Catatan kami di 2016 dari 12,9 juta KL kuota Ron 88, ini yang terserap 10,6 juta KL atau 81%. Kemudian di 2017 juga demikian, dari 12 juta KL Kouta yang terserap hanya 7 juta KL, 2018 dari 11 juta KL kouta hanya terserap 9 juta KL. Di 2019 ada kenaikan sedikit, namun di 2020 kembali turun dari 11 juta KL kuota hanya terserap 8 juta KL atau 77%, dan di 2021 ini hingga Juli kemarin konsumsi Premium baru sekitar 2 juta KL,†katanya dalam program acara Squawk Box, CNBC Indonesia, (06/09).
Secara bersamaan, Direktur Eksekutif ReforMiner, Komaidi Notonegoro, mengatakan bahwa kunci kesuksesan dari kebijakan penghapusan BBM Ron 88 itu ada di konsistensi Pemerintah.
“Kalau energi itu, saya selalu menyampaikan teorinya seperi air, akan mengalir ketempat yang lebih rendah. Sepanjang di pasar ada harga yang lebih rendah biasanya masyarakat yang relatif belum teredukasi, apalagi aspek lingkungan belum menjadi perhatian utama biasanya akan memilih harga produk (BBM) yang lebih murah. Jadi kalau BBM Premium disediakan akan kesana mereka,†jelas Komaidi.
“Ketika Peraturan Presiden 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak diterbitkan, sebenarnya kami sangat senang sekali bahwa disitu ada niat baik pemerintah untuk mengurangi penggunaan BBM Ron 88 secara bertahap,†terang Komaidi.
Ia melanjutkan, kebijakan ini juga sangat relevan dengan apa yang direkomendasikan oleh Tim Anti Mafia Migas, yang diketuai oleh Faisal Basri pada saat itu. Di mana pada 2015, Tim Anti Mafia Migas merekomendasikan bahwa ini harus dihapus secara bertahap.
Komaidi mengungkapkan, data yang disampaikan oleh Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman tersebut sangat betul. Akan tetapi di aspek regulasi perlu komitmen kuat dari pemerintah karena pelonggaran Perpres 23/2018.
“Di 2018 itu datanya ke baca, realisasi penggunaan BBM Ron 88 dari 7 juta KL di 2017 meningkat menjadi 9 juta KL di 2018. Di 2021 serapannya masih sedikit yakni sekitar 2 juta KL, karena mungkin ada beberapa faktor, saya melihatnya Pandemi Covid-19 juga dan ada program langit biru yang dilaksanakan oleh Pertamina yaitu memberikan diskon harga khusus Pertalite setara Premium di beberapa titik termasuk di Jabodetabek,†imbuhnya.
Dia menilai ada multi faktor terhadap penurunan penggunaan BBM Ron 88 di 2021. Meski begitu, dia menyoroti konsistensi Pemerintah di dalam mengimplementasikan regulasinya.
“Saya soroti konsistensi Pemerintah dalam implementasi regulasi. Sudah turun kemudian kok diperlonggar kembali,†tuturnya.
Lebih jauh, ia menjelaskan, di Perpres 191/2014 wilayah Jamali tidak boleh ada BBM Premium, artinya harus di luar Jamali. Akan tetapi dengan adanya Perpres 43/2018 kemudian dilonggarkan kembali di mana Jamali bisa menggunakan kembali Premium.